Mubadalah.id – Kadang jarak usia menjadi alasan adanya kebekuan sikap seseorang, apalagi jika hidup di daerah yang masih kental dengan bahasa kromo, maka kata yang dipakai harus sesuai dengan tingkatan penghormatan. Dalam bahasa Madura misalnya, pada teman sebaya pakai dika-bule, pada yang lebih tua pakai sampian-kaule, dan kepada orang tua/guru pakai abdina-ajunan-panjenengan.
Namun demikian akan menjadi masalah jika berbahasa kromo tapi justru menjadi penghalang keakraban hingga menyulitkan seseorang untuk mengungkapkan cinta. Bagaimana mengungkapkan bahasa cinta pada orang tua, saudara, pasangan dan sahabat tanpa men-skip bahasa kromo?
Tahun lalu lagu tentang istri Nabi Aisyah yang sempat viral dan dinyanyikan dengan berbagai versi dan cover, sarat dengan bahasa cinta Nabi, meminum di bekas minum Aisyah, mencandainya dan qulity time dengan Aisyah. Itu cara Nabi membuat semua orang yang dicinta menjadi istimewa.
Hemat saya cara-cara itu penting dalam hubungan keluarga lebih-lebih saat pandemi seperti sekarang, waktu bersama keluarga akan membosankan jika tanpa cinta. Jadi saya merangkum 5 cara Nabi mengungkapkan bahasa cintanya pada keluarga. Silahkan diamalkan agar pengetahuan agama anda tidak melulu tentang sujud dan bid’ah.
- Ucapan/panggilan
Nabi punya panggilan sayang ke Aisyah “Ya Humaira, Ya Uwaisy”. Humaira artinya “Hai perempuan yang memiliki wajah merona”. Sedangkan uwaisya adalah bentuk kecil dari kata Asiyah (Tasghir) “hai Aisyah kecil”. Dalam budaya Arab panggilan semacam itu adalah panggilan sayang seperti umayya (ibuku tersayang), ukhoyya (saudaraku tersayang), ukhtayya (saudariku tersayang).
Kepada Fathimah Nabi memanggil ‘putriku’ menisbatkan anak pada diri Nabi adalah kebanggaan tak ternilai. Sementara sebagian orang tua justru sebaliknya, bertanya “Anaknya siapa?” pada anaknya, entah untuk menghibur atau dalam keadaan marah. Nah kalau sudah tidak diakui bagaimana mau tumbuh cinta dan surga dalam rumah?
Dalam Sunan At-Tirmidzī (6/192) diceritakan Nabi pernah mendatangi seorang anak perempuan dari bangsa Yahudi yangs sedang menangis sesenggukan, “Apa yang membuatmu menangis?” anak itu menjawab masih dengan senggukannya “Hafsah bilang bahwa aku anak Yahudi” “Apa yang tidak kamu banggakan? Kamu keturunan Nabi, pamanmu seorang Nabi, kamu ada dalam garis Nabi, bertakwalah pada Allah hai Hafsah” kalimat terakhir nasehat untuk Hafsah yang telah menyakiti hati anak Yahudi.
Maka betul peribahasa lisan tak bertulang tapi bisa menjadi pedang. Dengan lisan seseorang bisa mengatakan cinta dan dusta, kasih dan benci.
- Sentuhan
Selain ucapan, menyentuh adalah cara jitu mengungkapkan cinta. Semakin intens bersentuhan maka sejauh itu cinta dipupuk. Setiap kali Fatimah masuk ke ruangannya, Nabi dan menciumnya, begitu sebaliknya Fatimah kepada ayahnya. Betapa Nabi tidak memosisikan dirinya sebagai bapak yang menjaga jarak dan gengsi menampakkan cintanya pada anaknya, justru ia yang memulai.
Aisyah bercerita bahwa Nabi pernah menciumnya saat mereka sedang berpuasa. Lain kesempatan juga pernah tidur di pangkuannya saat dia sedang haid. dua teladan ini menunjukkan bahwa untuk menunjukkan cinta tak perlu susah payah, cukup dengan hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti saat Nabi mengusap air mata Shafiyah, bayangkan orang yang anda sayangi berada di samping anda saat anda sedih, menemani dan mengusap air mata anda. Saya yakin meski masalah yang dihadapi lumayan besar akan sedikit demi sedikit menemukan solusi.
- Hadiah
Kalimat sederhana yang jarang disadari keberhargaannya adalah kata ‘terima kasih’. Di salah satu swalayan saya pernah membaca “Jika anda tidak mendapat ‘terima kasih’ dari kasir kami, anda berhak 5 bungkus Mie Sedap.” Maka selama menunggu antrian saya memerhatikan 3 kasir di depan saya itu dan ternyata seramai apapun pembeli mereka menyempatkan dirinya mengucapkan terima kasih. Akhirnya saya gagal mendapatkan 5 bungkus mie.
Tanpa kita sadari pelayanan sepele seperti itu yang mampu menarik hati konsumen, membuat para konsumen kerasan dan ingin kembali membeli di tempat itu. Ya tentunya dengan magnet-magnet lainnya. Mengucapkan terima kasih itu nyunnah lo. Dalam Sunan At-Tirmidzī disebutkan “Barang siapa yang menerima perlakuan baik maka ucapkanlah ‘Jazākumullah khairan’” anda juga pasti bahagia jika didoakan kebaikan, bukan?
- Waktu
Makhluk sosial seperti kita (kamu manusia kan?) butuh membagi waktu untuk diri sendiri dan orang lain, memberi waktu berarti memberi cinta. Aisyah pernah ditanya, apakah perempuan haid boleh makan bersama suaminya? Aisyah menjawab, Nabi memanggilnya untuk makan dengan piring dan gelas yang sama. Romantis gak? romantis lah masak nggak.
- Pelayanan
Hampir semua orang suka dilayani dengan sebaik-baiknya, oleh karenanya para penyedia jasa seperti bank, toko, swalayan, sopir dan semacamnya, berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaiknya pada konsumen. Dan yang paling laris adalah mereka yang pelayanannya ternyaman. Mengapa? Untuk mengungkapkan cinta pada konsumennya, meski imbalannya berbentuk cuan.
Nabi kita adalah contoh sosok yang memberi pelayanan tanpa imbalan, hampir setiap hari Nabi mengunjungi semua istrinya, lantas mendekatinya satu per satu di tempatnya (rumah). Kemudian Rasulullah SAW mencium dan membelainya tanpa bersetubuh atau berpelukan.” Aisyah berkata, “Lantas beliau menginap di (rumah) istri yang mendapat giliran.”
Pada masa PPKM seperti ini, bolehlah anda mempraktekkan lima bahasa cinta di atas sesuai dengan kesukaan keluarga anda. Sebab ada yang lebih suka diberi hadiah dari pada kata-kata manis (baca: lebay) atau sebaliknya. Saling memberilah yang terbaik untuk membahagiakan sesama, maka kita akan merasa lebih bahagia. []