• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Membaca Ensiklik Katolik Laudato Si’ Menggunakan Perspektif Mubadalah

Pendekatan mubadalah menekankan pentingnya nilai kesalingan, keadilan, dan keseimbangan.

Layyin Lala Layyin Lala
07/04/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Laudato Si'

Laudato Si'

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Laudato Si’ merupakan ensiklik hasil pemikiran dari Paus Fransiskus yang terinspirasi dari Santo Paus Fransiskus Assisi yang memiliki makna “Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Ensiklik Laudato Si’ berbicara mengenai “Perawatan Rumah Kita Bersama” yang menyoroti kondisi alam bumi yang telah rusak dan memerlukan gerakan kolektif (bersama) untuk merawat serta memulihkan alam.

Dokumen tersebut juga memuat pesan-pesan mengenai perlunya kesadaran kita dalam merawat dan menjaga alam. Yakni sebagai rumah bersama demi keberlangsungan seluruh makhluk hidup.

Ensiklik Laudato Si’ menjadi seruan kenabian di tengah krisis lingkungan hidup akhir-akhir ini. Seperti yang kita ketahui bahwa krisis lingkungan hidup saat ini telah mengancam keberlangsungan ekosistem di bumi serta kelangsungan hidup manusia. Pesan ensiklik tersebut mengajak manusia terutama pengikut Kristus untuk melihat dan menjalin hubungan manusia dengan Allah, sesama, dan alam semesta secara lebih mendalam.

Ensiklik Laudato Si’ dan Santo Fransiskus Assisi

Ensiklik Laudato Si’ ditulis oleh Pope Francis yang terinspirasi dari karya Santo Fransiskus Assisi. St. Fransiskus Assisi membuka ensiklik tersebut dengan pujian kepada Tuhan melalui renungan kebaikan dari matahari, angin, bumi, air, dan kekuatan alam lainnya.

Beliau sendiri merupakan tokoh kudus (suci) dalam Agama Katolik yang berasal dari Kota Assisi. St. Fransiskus terkenal sebagai biarawan gereja Katolik yang mendirikan ordo Fratrum Minorum pada tahun 1209. Beliau juga terkenal sebagai Santo (pelindung) bagi hewan-hewan dan lingkungan hidup.

Baca Juga:

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

Dalam ensiklik Laudato Si’, Santo Fransiskus menyebutkan sebanyak 14 kali. Kalimat pembuka dalam ensiklik tersebut ialah “Laudato Si’ Mi Signore. Terpujilah Engkau Tuhanku. Dalam madah yang indah ini, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama adalah seperti seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti seorang ibu rupawan yang menyambut kita dengan tangan terbuka.”

Laudato Si’ no. 11 juga menjelaskan mengenai kehidupan St. Fransiskus yang sederhana. Ensiklik tersebut berbunyi “Kemiskinan dan kesederhanaan Santo Fransiskus bukanlah asketisme lahiriah semata, melainkan sesuatu yang lebih radikal: ia menolak untuk mengubah kenyataan menjadi objek yang hanya untuk dipakai dan dikuasai.”

Dalam dua poin tersebut, St. Fransiskus tergambar sebagai pribadi yang amat sangat sederhana dan dermawan. Ia mendedikasikan keseluruhan hidupnya untuk menjaga alam terutama hewan-hewan dan lingkungan hidup. Bahkan, Ia menolak dengan sangat keras berbagai upaya yang dapat merusak alam atau memonopoli alam untuk kepentingan sendiri.

Membaca Ensiklik Laudato Si’ Menggunakan Perspektif Mubadalah

Ensiklik Laudato Si’ terdiri atas enam bab besar. Bab pertama membahas mengenai apa yang terjadi dengan rumah kita. Bagian kedua menjelaskan mengenai injil penciptaan. Bab ketiga membahas mengenai akar manusiawi krisis ekologis. Bagian keempat berbicara tentang ekologi integral. Bab kelima menjelaskan mengenai beberapa pedoman orientasi dan aksi. Serta bagian terakhir yang bericara mengenai pendidikan dan spiritualitas ekologis.

Ketika saya mulai membaca bab enam ensiklik tersebut, saya mencoba membaca setiap nomor dengan perspektif mubadalah. Membaca menggunakan perspektif mubadalah artinya kita menggunakan perspektif relasi kesalingan untuk menentukan atau mendapatkan nilai ma’ruf (kebaikan). Saya membaca ensiklik pada bab enam no. 204.

“Situasi dunia saat ini “membangkitkan perasaan ketidakpastian dan ketidakamanan, yang pada gilirannya, mendorong aneka bentuk egoisme kolektif.” Ketika orang menjadi terpusat pada dirinya dan menutup diri dalam pikirannya sendiri, keserakahan mereka meningkat. Semakin kosong hati orang, semakin besar kebutuhannya akan barang untuk dibeli, dimiliki, dan dikonsumsi. Dalam konteks ini, tampaknya mustahil bahwa seseorang menerima batas-batas yang ditetapkan kenyataan baginya. Dalam cakrawala ini, kepekaan sejati akan kesejahteraan umum juga tidak muncul. Jika sikap-sikap subjektif semacam ini cenderung mendominasi sebuah masyarakat, norma akan dihormati hanya sejauh tidak bertentangan dengan kebutuhan pribadi. Karena itu kita tidak hanya memikirkan kemungkinan gejala cuaca ekstrem atau bencana alam yang besar, tetapi juga aneka bencana yang dapat timbul dari krisis sosial, karena obsesi gaya hidup konsumtif hanya akan menimbulkan kekerasan dan tindakan saling menghancurkan, terutama ketika hanya sedikit orang dapat menikmati gaya hidup itu.”

Jika kita membaca kutipan tersebut menggunakan perspektif mubadalah, maka kita bisa melihat bahwa krisis ekologi yang sedang terjadi bukan hanya permasalahan yang terjadi secara fisik saja. Melainkan juga mencerminkan ketimpangan dalam relasi antarmanusia. Ketika seorang individu hanya berpusat pada hidupnya sendiri dan hilang kepekaan terhadap orang lain, akan muncul kesenjangan sosial yang semakin melebar.

Egoisme kolektif pada ensiklik tersebut sebetulnya merupakan lawan dari nilai kebaikan (ma’ruf) yang menjujung keadilan, empati, dan gotong royong. Konsumerisme yang berlebihan juga menjadi hasil dari sistem yang tidak seimbang. Yang memberi ruang lebih kepada kepentingan individu daripada kesejahteraan umum. Hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai mubadalah yang mengedepankan prinsip tawazun (keseimbangan) dalam kehidupan sosial dan ekologis.

Refleksi Ensiklik Laudato Si’

Kita dapat menyoroti bahwa poin ensiklik tersebut berusaha menunjukkan kurangnya kesalingan dalam tanggung jawab kita bersama. Terutama untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama. Dalam hal ini, kita juga dapat melihat bahwa ketika relasi antar manusia dan alam rusak, sehingga dapat kita pastikan bahwa relasi antar manusia dengan sesama juga ikut rusak.

Maka, dalam membangun relasi yang saling terkait atau berkesalingan, tidak cukup hanya bermodalkan kesadaran individu. Namun, perlu juga dukungan sistem dan gerakan kolektif (bersama) untuk mengembalikan dan memulihkan krisis ekologis dan manusia yang telah terjadi.

Dengan membaca ensiklik menggunakan perspektif mubadalah, kita bisa memahami dengan mudah bahwa krisis ekologis sebetulnya merupakan cerminan dari krisis relasi antar manusia dengan sesama dan juga alam.

Pendekatan mubadalah menekankan pentingnya nilai kesalingan, keadilan, dan keseimbangan. Sehingga, membaca ensiklik Laudato Si’ menggunakan perspektif mubadalah berarti kita sedang belajar untuk menyelamatkan bumi dengan cara pandang yang lebih ma’ruf (berorientasi pada nilai-nilai kebaikan). []

 

Tags: alambumiIsu LingkungankatolikKeadilan EkologisLaudato Si'MubadalahPaus Fransiskus
Layyin Lala

Layyin Lala

Khadimah Eco-Peace Indonesia and Currently Student of Brawijaya University.

Terkait Posts

Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID