Judul Buku : Novel Jodoh Pasti Bertemu
Penulis : Nana Sastrawan
Jumlah Halaman : 266 Hlm
Penerbit : SIP Publishing
Cetakan : Pertama, Juli 2024
ISBN : 978-623-156-269-2
Mubadalah.id – Novel Jodoh Pasti Bertemu langsung menarik perhatianku sejak pertama kali melihatnya. Judulnya sederhana dan tidak asing, tetapi itulah yang membuatku tertarik untuk membacanya. Novel ini merupakan salah satu karya dosenku, yaitu Nana Sastrawan.
Sekilas novel ini seperti cerita tentang jodoh, tetapi setelah selesai membacanya, ternyata cerita dalam Novel Jodoh Pasti Bertemu mempunyai muatan reflektif yang mendalam. Terutama soal gambaran perjalanan perempuan untuk tumbuh berdaya dan berani mengambil keputusan atas tubuhnya sendiri.
Gambaran tersebut ialah, Anggun sebagai tokoh utama digambarkan sebagai seorang perempuan yang memutuskan untuk berhijab.
Keputusan tersebut lahir dari proses yang sangat panjang dan melalui pergulatan batin yang tidak sebentar. Di sinilah terlihat bagaimana novel ini tidak menghadirkan hijab sebagai kewajiban yang kaku. Melainkan sebagai bentuk kesadaran diri yang utuh.
Proses Anggun memang tidak mudah, ia mengalami berbagai tantangan. Terutama stigma negatif dari orang sekitar. Namun ia tidak menyerah begitu saja, menurutnya keputusan ini merupakan bentuk kepeduliannya pada diri sendiri, sekaligus proses medekatkan diri pada Tuhan.
Jika dilihat dari perpsketif Mubadalah, tentu keputusan Anggun untuk menggunakan jilbab atas keinginan diri sendiri itu merupakan hal yang patut kita apresiasi. Sebab, setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan otoritas atas dirinya, termasuk dalam urusan spiritualitas dan penampilan.
Relasi yang Mendukung, Bukan Menghakimi
Selain itu, hal menarik lainnya, dalam novel ini cinta juga tidak hadir dalam bentuk relasi yang mengekang. Tokoh laki-laki yang menjadi pasangan Anggun justru menjadi sosok yang mendukung proses hijrah Anggun.
Pasangan Anggun tidak mengatur atau menilai penampilannya. Anggun di beri kebebasan untuk memakai pakaian sesuai keinginan dan kenyamannya sendiri. Dengan begitu, relasi mereka terbangun dengan sangat positif dan sehat.
Ini lah yang disebut dengan pasangan mubadalah, di mana laki-laki dan perempuan sama-sama saling mendukung untuk terus bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Sehingga relasinya adalah relasi yang sehat dan seimbang, tidak ada yang lebih dominan apalagi merasa paling berhak mengatur pakaian pasangannya.
Merayakan Proses dan Pilihan Perempuan
Dalam perspektif mubadalah, setiap proses perempuan menuju kebaikan juga adalah sesuatu yang patut dirayakan, bukan diintervensi atau dinilai dari luar. Berhijab atau tidak, semua adalah bagian dari perjalanan spiritual yang sah, selama dijalani dengan kesadaran dan niat baik.
Di tengah masyarakat yang masih sering mengatur tubuh dan pilihan perempuan. Tentu narasi seperti ini penting untuk di-share sebanyak-banyaknya. Hal ini agar semua perempuan berani untuk mengambil keputusan pada tubuhnya sendiri sesuai dengan keinginan dan kenyamanannya masing-masing. Termasuk soal menentukan pakaian apa yang akan ia kenakan.
Selain itu, relasi yang tergambar dalam novel ini juga menjadi pengingat bagi kita bahwa, laki-laki dan perempuan harus sama-sama belajar untuk melihat pasangan sebagai manusia yang utuh dan setara. Sehingga, keduanya bisa terus mendukung satu sama lain untuk terus bertumbuh menjadi lebih baik. []