Mubadalah.id – Dalam rangka memperingati 65 tahun Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), kita diingatkan kembali akan komitmen negara dalam memajukan pendidikan di Indonesia sejalan dengan semangat Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan untuk semua. Tahun ini, momentum Hardiknas dapat menjadi kesempatan emas untuk merefleksikan sejauh mana pencapaian dan tantangan pendidikan inklusif di Indonesia
Sejarah pendidikan inklusif di Indonesia telah mulai secara resmi melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 70 tahun 2009. Tetapi setelah satu setengah dekade praktiknya masih jauh dari ideal. Pendidikan inklusif di Indonesia menghadapi berbagai tantangan meskipun sudah memiliki dasar hukum kuat.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak anak yang terhalang untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena berbagai hambatan. Seperti stigma sosial dan kurangnya fasilitas serta sumber daya. Tantangan ini mencakup kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif. Lalu kurangnya tenaga pendidik yang terlatih, dan infrastruktur di berbagai wilayah yang belum memadai.
Dalam menghadapi tantangan pendidikan inklusi di Indonesia, penerapan prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) menawarkan sebuah pendekatan holistik yang berpotensi membawa keberhasilan. ESG tidak hanya menekankan pada keberlanjutan lingkungan, tetapi juga pada inklusivitas sosial dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Di tengah keragaman geografis dan etnografis yang luas, Indonesia berada di posisi unik untuk mengintegrasikan ESG ke dalam sistem pendidikannya. Yakni dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang adil, inklusif, dan dapat diakses oleh semua individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Pendekatan ini memungkinkan sekolah dan institusi pendidikan untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga untuk mempersiapkan generasi masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Integrasi Prinsip ESG dalam Pendidikan Inklusif
Pertama, aspek Sosial : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif adalah langkah awal yang vital. Dalam konteks sosial, pendidikan inklusif tidak hanya mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus tetapi juga mengedukasi masyarakat luas tentang pentingnya inklusivitas.
Program sosialisasi yang efektif dapat membantu mengurangi stigma dan mempromosikan nilai-nilai keberagaman di sekolah-sekolah. Hal ini termasuk program pelatihan untuk guru, kampanye kesadaran di media, dan keterlibatan komunitas lokal untuk mendukung integrasi di sekolah.
Kedua, aspek Governance: Pemerintah harus memainkan peran kunci dalam mengatur dan memastikan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya menjadi kebijakan di atas kertas. Hal ini mencakup pelaksanaan regulasi yang mendukung pendidikan inklusif, pengawasan yang efektif, dan penegakan kebijakan yang konsisten di seluruh negeri.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa ada sumber daya yang cukup, baik finansial maupun manusia, untuk implementasi pendidikan inklusif, termasuk insentif dan subsidi, pelatihan bagi pendidik dan penyediaan fasilitas yang sesuai.
Ketiga, aspek Lingkungan (Environmental): Pembangunan infrastruktur pendidikan yang ramah lingkungan dan aksesibel secara universal harus menjadi prioritas. Ini melibatkan rancang bangun sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswa dengan disabilitas dan menggunakan bahan bangunan yang mendukung pembangungan berkelanjutan (SDGs).
Sekolah harus kita rancang sedemikian rupa sehingga mudah terakses oleh semua siswa, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, dengan fitur seperti pintu geser dan lebar, gedung tanpa tangga, dan toilet yang aksesibel.
Solusi yang Dapat Diterapkan untuk Pendidikan Inklusif
– Pelatihan Guru: Mengadakan pelatihan berkelanjutan bagi guru mengenai teknik pengajaran inklusif dan sensitivitas keberagaman sangat penting.
Pelatihan ini akan meningkatkan kemampuan guru dalam menyesuaikan metode pengajaran mereka untuk mendukung semua siswa, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus. Ini mencakup pelatihan dalam teknik pedagogi, manajemen kelas, dan penggunaan teknologi yang mendukung pembelajaran inklusif.
– Alokasi Anggaran: Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk mengembangkan infrastruktur pendidikan inklusif dan pelatihan pendidik.
Anggaran ini harus mencakup pembangunan fasilitas fisik yang aksesibel, pengadaan alat bantu belajar, dan sumber daya lain yang mendukung kebutuhan siswa dengan disabilitas. Investasi ini akan memastikan bahwa sekolah memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan inklusif.
– Kerja Sama Multi-sektor: Kerja sama antar sektor sangat penting untuk mendukung implementasi efektif dari pendidikan inklusif. Ini melibatkan kolaborasi antara lembaga pendidikan, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan bahkan sektor swasta.
Kerja sama ini dapat mencakup berbagi sumber daya, keahlian, dan best practices. Dengan mendukung satu sama lain, berbagai pihak dapat mempercepat pengintegrasian pendidikan inklusif di seluruh sistem pendidikan.
Belajar dari Negeri Jiran
Program SG Enable di Singapura merupakan contoh nyata dari penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) dalam kebijakan pendidikan inklusif untuk penyandang disabilitas.
Program SG Enable di Singapura adalah inisiatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip ESG, terutama dalam aspek sosial dan governance, yang menargetkan integrasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas dalam masyarakat. Dibentuk oleh pemerintah Singapura, SG Enable bertujuan untuk memfasilitasi penyandang disabilitas dengan sumber daya yang diperlukan untuk hidup berkualitas.
Program ini mencakup berbagai aspek pendidikan dan pelatihan yang terancang untuk meningkatkan keterampilan dan kesiapan kerja penyandang disabilitas. Misalnya, program ini menawarkan pelatihan kejuruan yang kita sesuaikan dengan minat dan kemampuan, sehingga tidak hanya meningkatkan keahlian kerja tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri peserta dalam kemampuan mereka untuk berkontribusi di tempat kerja.
Selain itu, SG Enable menyediakan dukungan teknologi adaptif yang memungkinkan akses yang lebih baik ke pendidikan dan peluang kerja. Lalu mengurangi hambatan yang penyandang disabilitas hadapi di masyarakat.
Dari segi governance, SG Enable kita kendalikan melalui kerangka kebijakan yang memastikan program tersebut berjalan secara efisien dan efektif. Pemerintah Singapura menjamin bahwa inisiatif tersebut mendapat dukungan anggaran yang memadai dan kerjasama antar berbagai lembaga pemerintah dan swasta.
Hal ini menciptakan ekosistem yang mendukung. Di mana organisasi dapat berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas. Program ini juga menekankan pada inklusi sosial dan mengurangi stigma terhadap penyandang disabilitas, membuka jalan bagi masyarakat yang lebih inklusif dan beragam.
Dengan mempromosikan kesadaran dan penerimaan terhadap penyandang disabilitas, SG Enable membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan penuh peluang bagi semua warga negara. Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari SG Enable dalam mengatasi tantangan pendidikan inklusif.
Indonesia bisa mulai memperkuat ekosistem pendukung bagi penyandang disabilitas. Keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga sosial dan komunitas, akan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan membantu mewujudkan pemberdayaan bagi semua individu. []