• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menemukan Islam di Jepang (Bagian 2)

Sepekan di Jepang, bisa jadi keburu nafsu dalam menilai. Tetapi bisa juga di balik pemahaman, hanya dalam seminggu saja, orang Jepang mampu menunjukkan diri sebagai masyarakat yang penuh peradaban

Thoah Jafar Thoah Jafar
20/11/2022
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Menemukan Islam di Jepang

Menemukan Islam di Jepang

515
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada artikel sebelumnya “Menemukan Islam di Jepang” bagian pertama, saya mengulas tentang sikap disiplin orang Jepang. Kali ini tentang kebersihan, di mana hal ini menjadi unsur pokok dalam ajaran Islam. Sah tidaknya segenap ritual ibadah yang kita jalankan, misalnya, bergantung penuh pada kebersihan badan, tempat, hati dan pikiran. Secara fisik, awal-awal pelajaran yang perlu dipahamu umat Islam ialah bab thaharah, alias seabrek cara dan ketentuan bersuci sebagai prasyarat dalam menjalankan ibadah.

Amanat kebersihan dalam Islam pun muncul menyeluruh di unsur-unsur akidah, syariah, dan muamalah. Itu makanya, setidaknya ada tiga kosa kata terkait kebersihan yang sering Nabi Muhammad SAW sampaikan, yakni thaharah, tazkiyyah, dan nadzafah. Tiga kata kunci itu berlaku secara keseluruhan meliputi kebersihan badan/fisik (jismiyyah) dan batin (hissiyyah).

Sayangnya, amanat kebersihan lahir batin itu kerap umat Islam cukupkan hanya dalam lingkup ritual. Penekanan hidup bersih kerap luput kita tuangkan pula dalam kehidupan keseharian. Maka tidak jarang, dalam wajah komunitas yang terbilang saleh, sampah-sampah tetap berserakan. Anjuran hidup bersih secara total sering kita beda-bedakan dan kita pisahkan.

Belajar dari Jepang

Ada makna yang tersimpan mendalam pada kewajiban berwudu sebelum salat. Rasulullah Muhammad SAW pun membuat perumpamaan indah terkait hal tersebut;

“Tahukah kalian, seandainya di depan rumah kalian ada sungai mengalir dan kalian mandi di sana lima kali sehari, adakah kotoran yang masih melekat di badan kalian?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau bersabda, “Demikianlah salat lima waktu, Allah jadikan sebagai pembersih dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga:

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Tafsir Sakinah

Makna itu adalah totalitas menjadikan kebersihan sebagai prinsip hidup yang menyeluruh, berkesinambungan, dan bebas ruang.  Amanat kesucian dalam kewajiban wudu semestinya mengasah kepekaan seorang muslim dalam memandang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Soal-soal ini, seseorang boleh berkaca dan belajar pada laku keseharian warga Jepang. Tanpa aturan ketat yang sering kita dengungkan berulang, masyarakat di sana seakan sudah menjadikan hidup dengan lingkungan bersih sebagai sebuah kehakikatan.

Selama kurang lebih sepekan penulis berada di Jepang, seakan-akan bisa kita lihat bahwa budaya bersih di sana sudah melekat lama. Budaya bersih yang diaplikasikan warga Jepang juga terkait dengan higienitas, kesehatan, dan upaya agar terhindar dari penyakit. Contoh paling sederhana, jutaan warga di sana seakan tak ada yang merelakan satu lembar sampah pun yang terserak di pinggir jalan maupun di depan rumah.

Siklus Mental

Ada sejumlah ciri yang kuat melekat dalam diri orang-orang Jepang. Mereka terkenal pekerja keras, disipilin, dan pecinta kebersihan. Tiga penanda ini kemudian tampak saling membaur sehingga mampu menampilkan wajah dan kehidupan masyarakat yang luhur.

Saat mendapatkan kesempatan berkunjung ke Negeri Sakura, penulis bersama 20 kepala SMK dan pengurus yayasan yang keberangkatannya diinisiasi Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu) itu menemukan banyak ibrah dan pelajaran. Utamanya, dalam melihat laku keseharian warga Jepang sebagai gambaran dari tatanan masyarakat yang ideal.

Kami berpendapat, bahwa siklus mental baik yang berpadu itu sudah terpatri kuat-kuat dalam hati warga Jepang. Sedangkan jika hati sudah bernilai baik, Islam begitu meyakini hal itu bakal berdampak ke lingkup yang lebih luas. Sebagaimana sabda Nabi SAW;

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sepekan di Jepang, bisa jadi keburu nafsu dalam menilai. Tetapi bisa juga di balik pemahaman, hanya dalam seminggu saja, orang Jepang mampu menunjukkan diri sebagai masyarakat yang penuh peradaban. Jika selama ini kerap kita dengar amanat tuntutlah ilmu sampai ke China, soal kebersihan dan mental kedisiplinan, bolehlah belajar hingga ke Jepang. Karena melalui perjalanan ini, saya menemukan Islam di Jepang.[]

Tags: BudayaduniaislamJepangKebersihanTradisi
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID