Mubadalah.id – Setelah melahirkan anak pertama, sepekan kemudian saya kembali ke klinik bersalin untuk kontrol kesehatan ibu dan anak. Rasanya saat itu belum kering jahitan pasca persalinan, tetapi petugas kesehatan sudah bertanya, “Mau pakai (alat kontrasepsi) KB yang mana?” Tentu saat itu sebagai orang tua baru yang minim pengetahuan dan sharing saya agak terkejut.
Tetapi saya menjawab, “Memangnya kenapa bu kalau tidak ber-KB?”. Lagi-lagi dia membuat saya terkejut dengan jawabannya saat itu, “Tidak kasihan kah Mbak dengan suaminya?” Saya masih speechless. Saya yang melahirkan, setiap bukaan rasanya luar biasa. Apalagi saat itu saya melahirkan bayi seberat 3.5 kg secara pervaginam.
Akhirnya saya pun mempelajari dan mengkaji ilmu tentang keluarga berencana saat saya mendapatkan kesempatan sekolah pasca sarjana. Ada beberapa alat kontrasepsi yang masyarakat umum ketahui menurut Hubacher dan Trussell di dalam penelitian yang berjudul a definition of modern contraceptive methods.
Yaitu metode tradisional dengan kalender, suhu basal, pil, suntik, implan, lactational amenorrhea method atau asi eksklusif, spermitiside, tisu KB, senggama terputus, diafragma, IUD (Intrauterine Device), kondom, vasektomi, dan tubektomi.
Mengenal Alat Kontrasepsi
Kebanyakan dari alat kontrasepsi ini didesain untuk dapat perempuan gunakan. Sedangkan senggama terputus, kondom dan vasektomi adalah dua alat kontrasepsi untuk pria. Namun pada faktanya setiap mengenal alat kontrasepsi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dalam pemaparan Dr. Siti Nurunniyah, M.Kes, saat menjadi narasumber dalam penelitian yang saya lakukan, kelebihan dan kekurangan alat kontrasepsi dapat terbagi melalui jenisnya. Yaitu alami, hormonal, dan non hormonal. KB alami contohnya metode kalender, suhu basal, senggama terputus dan pemberian asi eksklusif.
Kelebihannya memang minim resiko. Namun kekurangannya, perempuan harus aktif mencatat masa haid dan dapat mengatur waktu berhubungan seksual terutama tidak melakukannya di masa subur.
Selain itu, kekurangan pada metode suhu basal, baik pasangan suami istri harus mengetahui suhu badan sebagai tanda masa subur (terutama bagi perempuan). Sedangkan metode senggama terputus kekurangannya adalah suami harus mengeluarkan sperma di luar tubuh pasangan ketika berhubungan. Terakhir untuk metode ASI eksklusif tertandai dengan tidak adanya masa haid ketika menyusui.
Sedangkan kekurangan KB hormonal seperti pil, implan, suntik, kerap memberikan efek samping pada tubuh perempuan. Mulai dari kenaikan berat badan, timbul jerawat, masalah pada siklus haid, hingga muncul flek hitam. Meskipun memang banyak penelitian menyebutkan bahwa KB hormonal dapat lebih efektif untuk menunda atau menjarangkan kehamilan jika dibandingkan dengan KB alami.
Kekurangan pada KB Non Hormonal
Selanjutnya kekurangan pada KB non hormonal seperti IUD, vasektomi, tubektomi, kondom, spermitiside, dan tissue KB. Tidak semua alat kontrasepsi jenis ini dapat kita pasang secara mandiri. Kondom dan spermitiside dan tissue KB memang bisa kita gunakan secara mandiri. Namun untuk IUD, vasektomi, dan tubektomi harus dibantu oleh tenaga kesehatan dalam pemasanganya. Tidak semua orang bersedia menggunakan jenis KB ini karena berbagai faktor.
Oleh sebab itu, lantas manakah alat kontrasepsi yang paling maslahat untuk perempuan dalam perspektif keadilan hakiki?
Menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, mengenal alat kontrasepsi yang paling maslahat untuk perempuan dalam perspektif keadilan hakiki adalah segala sesuatu yang dapat menenangkan jiwa perempuan selama mengalami proses panjang reproduksi mulai dari haid, hamil, melahirkan, nifas, hingga menyusui baik tanpa ataupun menggunakan alat kontrasepsi.
Ketenangan jiwa ini tentunya dibutuhkan peran bersama baik suami maupun istri. Tidak dibenarkan jika penggunaan alat kontrasepsi harus istri gunakan tanpa musyawarah dan persetujuan kedua belah pihak. Oleh sebab itu, sebelum memilih menggunakan alat kontrasepsi, baik suami maupun istri harus menerapkan 5 pilar pernikahan dalam membangun bahtera rumah tangga termasuk ketika berhubungan seksual.
Ketenangan Jiwa
Untuk mencapai ketenangan jiwa di antara keduanya terutama istri yang akan mengalami proses panjang reproduksi, suami maupun istri harus saling berhubungan baik dalam hal apapun termasuk berhubungan seksual. Perkara apapun harus dapat dipertanggungjawabkan baik yang terlihat maupun yang tidak diketahui oleh siapapun. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surah Annisa ayat 21.
Kemudian, baik suami dan istri harus menerapkan etika bergaul yang halalan thayyiban wa ma’rufan. Ketika akan berhubungan seksual, suami perlu mengetahui kondisi istrinya. Terlebih ketika istri menjelang haid atau setelah nifas. Darah haid memang belum keluar atau sudah berhenti (jika nifas) dan halal untuk berhubungan seksual, tetapi apakah hal tersebut thoyyib dan ma’ruf bagi istri yang sedang mengalami proses biologis pada tubuhnya?
Dalam perspektif keadilan hakiki perempuan, untuk mencapai ketenangan jiwa istri yang mengalami proses reproduksi yang panjang, laki-laki justru berpeluang besar menggunakan alat kontrasepsi dengan resiko yang minim. Yakni untuk meminimalisir rasa sakit yang dialami oleh perempuan saat menjalani proses biologisnya. Dengan ketentuan keduanya saling ridha agar dapat mencapai tujuan pernikahan di dalam Islam, yaitu sakinah, mawaddah, wa rahmah. Wallahu a’lam bisshawab. []
Sumber: Penelitian Karimah Iffia Rahman berjudul Edukasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah di Kota Magelang