• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mengenal Mojokerto Melalui Buk Buk Neng

Tradisi ini merupakan sebuah bentuk spiritualitas masyarakat terhadap budaya lokal. Kepercayaan yang mereka bawa ini, lahir sebelum masuknya agama

Firda Rodliyah Firda Rodliyah
03/10/2023
in Pernak-pernik
0
buk buk neng

buk buk neng

928
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Begitulah yang selama ini masyarakat Kabupaten Mojokerto bagian utara lakukan. Mereka selalu melakukan tradisi Buk Buk Neng sejak lama, ketika ada salah satu warga mereka yang tidak bisa mereka temukan.

Buk.. Buk..

Neng.. Neng

Bunyian peralatan dapur memenuhi jalanan. Para ibu-ibu berkeliling desa dengan membawa wajan, panci, baskom, ataupun tampah yang mereka pukulkan dengan sendok ataupun sutil.

Mereka berjalan sambil menyebutkan nama seseorang. Nama yang mereka cari, orang yang mereka tahu telah hilang tanpa jejak dan alasan.

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Inti Keberagamaan dalam Islam

Tradisi Syawalan di Pekalongan, Meningkatkan Ukhuwah dan Perekonomian Masyarakat

Ketupat dalam Tradisi Jawa: Antara Simbol Rukun Islam dan Upaya Penyucian Diri

Begitulah yang selama ini masyarakat Kabupaten Mojokerto bagian utara lakukan. Mereka selalu melakukan tradisi Buk Buk Neng sejak lama, ketika ada salah satu warga mereka yang tidak bisa mereka temukan.

Saat terjadi demikian, maka yang mereka percaya adalah warga tersebut sedang makhluk halus sembunyikan, entah dimana.

Tradisi ini sudah cukup lama sebenarnya. Sebagai daerah ibu kota kerajaan Majapahit, warga Mojokerto turut menurunkan tradisi yang nenek moyangnya bawa padanya.

Sejak dulu, kebiasaan masyarakat untuk mencari orang hilang dengan mengelilingi desa dan memukul peralatan dapur mereka percaya sebagai salah satu jalan untuk menemukan warganya.

Tentu ini bukanlah solusi utama. Sebagai masyarakat yang telah mengikuti perkembangan zaman, tentu mereka juga memanfaatkan pihak berwajib dalam upaya pencarian orang hilang.

Mereka berkeliling dan melaporkannya pada polisi. Namun jika tetap tidak mendapatkan hasil, maka “buk buk neng” akan mereka lakukan.

Istilah buk buk neng lahir dari bunyi tabuhan yang lahir dari pukulan berbagai alat dapur. Suara “Buk” berasal dari tabuhan benda yang berasal dari bambu, kayu, ataupun plastik. Seperti halnya tampah, baskom, ember, dan sebagainya.

Sedangkan bunyi “neng” berasal dari peralatan dapur yang terbuat dari logam, seperti halnya panci, wajan, baskom logam, maupun dandang.

Mengapa harus menggunakan alat dapur?

Jawabannya adalah mitos masyarakat. mereka percaya penggunaan alat dapur sebagai sumber bunyian yang gaduh akan mengundang makhluk halus untuk berjoget.

Ketika makhluk halus lengah dengan suara-suara yang diberikan warga, dekapannya (red. Genderuwo) terhadap korban akan merenggang. Sehingga korban pun jatuh dan bisa masyarakat lihat dengan kasat mata.

Biasanya, beberapa hari setelah dilakukan buk buk neng, korban akan masyarakat temukan. Baik ia masih hidup, ataupun sudah mati.

Tentu warga terus melakukan ini, bahkan tetap menjadi warisan, karena adanya bukti-bukti nyata yang telah mereka temukan.

Seperti halnya ketika mereka sedang mencari remaja perempuan yang hilang, tukang pijat yang hilang, atau kejadian-kejadian lain yang telah menimpanya sebelumnya.

Bagaimana Melakukannya?

Tradisi buk buk neng tidak masyarakat lakukan sekadarnya saja. Perlu ada selamatan (kenduri) dari pihak keluarga  demi mendoakan keselamatan orang yang hilang.

Kemudian dari pihak keluarga juga perlu untuk membuat sesajen demi meminta kepada makhluk-makhluk halus yang lebih lama tinggal agar segera melepaskan korban tersebut.

Masyarakat yang melakukan buk buk neng ini pun tidak terbatas pada kalangan ibu-ibu saja. Namun menyangkut seluruh lini masyarakat sekitar. Baik dari yang muda hingga tua, baik laki-laki maupun perempuan.

Mereka bersama-sama melantunkan doa sambil memukul peralatan dapurnya. Di lain itu, nama korban yang hilang terus mereka teriakkan dengan keras. Seakan sedang memanggilnya dari kejauhan.

Tradisi ini tidak hanya mereka lakukan sekali saja, tapi bisa sampai berhari-hari hingga korban bisa warga temukan.

Apakah Tradisi Ini Bisa kita sebut Valid?

Tentunya kepercayaan ini sangat subyektif. Tidak bisa dibuktikan oleh teori maupun logika. Namun masyarakat setempat masih banyak yang melakukannya, bahkan hingga sekarang. Khususnya bagi masyarakat daerah Kemlagi, Gedeg, Jetis, maupun Dawar Blandong.

Lantas saya kira apa yang mereka lakukan adalah bentuk kesadaran diri bahwa kita selalu hidup berdampingan dengan makhluk lain. Bahwa setiap makhluk juga memiliki karakter masing-masing. Ada yang baik dan suka beribadah pada Tuhan, ada yang jahat dan suka mengganggu makhluk selainnya, seperti halnya manusia.

Pencarian orang hilang melalui tradisi buk buk neng sebagai mitos tidak harus untuk kita percaya. Namun apa yang mereka lakukan sebagai usaha dan upaya terakhir setelah meminta bantuan tim SAR dan pihak berwajib bukanlah sebuah kesalahan.

Tradisi ini merupakan sebuah bentuk spiritualitas masyarakat terhadap budaya lokal. Kepercayaan yang mereka bawa ini, lahir sebelum masuknya agama. Dan inilah yang menjadi keunikan sendiri bagi warga Kabupaten Mojokerto, khususnya bagi mereka yang berada di daerah utara sungai Brantas.

Jika ditanya, apakah masih perlu kita lestarikan? Jawaban saya, tentu iya. Selaras dengan berbagai pandangan masyarakat tentang kemurtadan, atau disebut sebagai musyrik, bagi saya tradisi ini tidak bersifat demikian.

Tidak ada unsur penyembahan hingga mengkhianati eksistensi Tuhan. Mereka hanya lebih sadar diri, sadar atas tanah pijakannya tidak hanya mereka tinggali sendiri. sehingga melalui tradisi buk buk neng lah mereka mencoba menyatukan keterhubungan batin dengan makhluk yang tak kasat mata untuk bermurah hati mengembalikan korban yang belum mereka temukan. []

Tags: Budayabuk buk nengkeberagamanmasyarakat mojokertoMojokertoNusantaraorang hilangTradisi Jawa
Firda Rodliyah

Firda Rodliyah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Menyusui Anak

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version