• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Menikah, Apakah Soal Nafkah dan Seks Saja?

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
31/08/2020
in Ayat Quran, Hukum Syariat, Rekomendasi
0
300
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa hari terakhir ini karena kebutuhan sebuah penelitian, saya mengunjungi situs direktori putusan Mahkamah Agung yang memuat semua jenis putusan pengadilan di berbagai penjuru negeri. Dalam beberapa putusan perkara cerai yang saya cari, hampir memiliki problem awal yang sama sebagai penyebab terjadinya perceraian, yakni persoalan ekonomi.

Persoalan ekonomi tak jarang menjadi awal terjadinya pertengkaran rumah tangga yang berujung pada perceraian. Bahkan jika melihat di lingkungan sekitar saya, banyak perempuan yang memutuskan untuk bekerja di luar negeri menjadi buruh migran untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Namun sayangnya, tak jarang juga perceraian tak bisa dihindarkan karena beberapa alasan, salah satunya adalah karena perempuan merasa lelah bekerja, sedangkan pasangannya tidak melakukan apa-apa bahkan tidak bisa mengelola hasil kerjanya untuk kebutuhan keluarga. Beberapa kasus lain juga ditemukan bahwa pasangannya menikah lagi di luar sepengetahuan istrinya yang sedang bekerja, hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan biologisnya.

Dari beberapa kasus yang saya temukan, ada timbul pertanyaan besar “Apakah menikah itu hanya soal nafkah dan seks saja?” sehingga jika keduanya tidak tercukupi secara lahir pernikahan sudah tidak bermakna lagi. Jika menengok kembali makna pernikahan secara definitif, Ulama Hanafiyah memaknainya sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Adapun Ulama Syafi’iyyah mengartikannya sebagai suatu akad dengan menggunakan lafal nikah atau zauj yang menyimpan arti memiliki wati.

Dari pengertian nikah dalam bahasan fiqih, memang benar menikah adalah jalan untuk menghalalkan hubungan seksual, dan sebagai gantinya laki-laki berkewajiban memberikan nafkah kepada perempuannya. Tetapi dalam dimensi yang lain, makna pernikahan tak cukup sampai situ saja.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Pernikahan merupakan ikatan dua insan bukan secara lahiriah saja tetapi dua jiwa manusia dalam dimensi spiritual. Pesan ini selalu disampaikan oleh Founder Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam), Ibu Nur Rofi’ah Bil Uzm dalam materinya. Menurutnya, jika manusia masih dianggap sebagai makhluk fisik, maka laki-laki hanya akan dilihat sebagai makhluk ekonomi dan perempuan sebagai makhluk seksual.

Ikatan dua pasangan dalam pernikahan jika hanya dinilai sebagai makhluk fisik, maka laki-laki kehilangan nilainya jika tidak mampu memberi nafkah dan mencukupi kebutuhan perekonomian rumah tangga. Begitupun sebaliknya, perempuan akan kehilangan nilainya jika sudah dianggap tidak mampu memuaskan hasrat seksual pasangannya. Maka dalam tahap pemahaman ini, tak jarang perceraian terjadi hanya karena urusan nafkah dan seksual saja.

Dalam kondisi tersebut, mengingat kembali tujuan pernikahan sangat diperlukan sebagai penguat pondasi rumah tangga. Jika merujuk surat Q.S ar-Rum ayat 21, secara umum menikah bertujuan untuk memperoleh ketentraman (sakinah) dan kenyamanan untuk memadu kasih (mawaddah wa rahmah).

Dalam sebuah hadist juga disebutkan bahwa tujuan ketentraman bisa terkait dengan hal biologis (jamal), ekonomi (mal), sosial (hasab), keluarga (nasab), dan bisa moral-spiritual (din). Empat hal yang pertama memang lumrah dijadikan sebagai tujuan pernikahan bagi setiap orang. Namun seiring berjalannya waktu, diperlukan ikatan penguat yang lebih fundamental yang bersifat komitmen, moral, dan spiritual (din) yang mengejawantah dalam perilaku dan akhlak mulia.

Ikatan penguat tersebut diharapkan agar tali pernikahan dan komitmen berumah tangga tetap kokoh sekalipun timbul tenggelam pada empat hal pertama yang bersifat lahiriah. Aspek biologis, harta, keluarga, dan kedudukan sosial memang diperlukan dalam pernikahan untuk mencapai ketentraman dalam berumah tangga. Namun jika tidak ditopang oleh komitmen moral spiritual, tujuan lahiriah tersebut akan mudah rapuh.

Maka dalam buku Qira’ah Mubaadalah (hlm 324), Pak Faqihuddih Abdul Qadir menuliskan tujuan pernikahan akan lebih kokoh lagi jika dikaitkan dengan motivasi hidup dalam Islam, yaitu mencapai keridhaan Allah swt. Suami istri harus memandang pasangannya sebagai makhluk spiritual yang saling bekerjasama untuk menjalani amanah Allah dalam pernikahan untuk menggapai kebaikan dan kemaslahatan keluarga. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Pernikahan tanpa Wali

Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

3 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist