• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menikah atau Menjomlo: Mana yang Lebih Baik?

Menjadi manusia dewasa memang kerapkali disibukkan dengan banyak keputusan dalam hidup, termasuk soal pasangan.

Shofi Lutfiana Shofi Lutfiana
29/04/2025
in Personal
0
Menikah atau Menjo

Menikah atau Menjo

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Memasuki usia 20 tahun atau setelah menyelesaikan pendidikan terakhir, selain mendapat pertanyaan tentang dunia kerja yang akan kita jalani, pertanyaan “kapan menikah” menjadi pertanyaan yang sering muncul dari keluarga, kawan lama dan tentu tetangga rumah.

Menjadi manusia dewasa memang kerapkali disibukkan dengan banyak keputusan dalam hidupnya. Termasuk soal pasangan. Target umur ketika menikah, kriteria pasangan, rencana setelah berumah tangga dan hal-hal krusial lainnya.

Terlebih ketika umur mendekati usia yang orang-orang bilang “sudah waktunya.” Menjawab segala pertanyaan dan pernyataan yang kadang membuat merenung dan geleng-geleng kepala. Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Menikah atau menjomlo?

Tidak Menikah termasuk Zuhud

Zuhud adalah sifat hati yang menunjukkan bahwa seseorang lebih mementingkan kehidupan akhirat daripada duniawi. Zuhud bukan berarti melepas dunia dari genggaman, akan tetapi lebih pada hati yang tidak terpaut pada dunia dan segala isinya.

Menurut pendapat Imam Ghazali, seperti yang Kiai Faqihuddin Abdul Kodir sampaikan dalam Tadarus Subuh yang ke 147. Yakni terkait seseorang yang menutuskan untuk tidak menikah atau memilih untuk menjomlo adalah termasuk golongan orang zuhud. Di mana seseorang yang memilih untuk melajang dengan alasan jika ia menikah, maka ia akan bergantung pada pasangan dan sulit untuk mengingat Allah SWT.

Baca Juga:

Surat yang Kukirim pada Malam

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Sebagai manusia yang Allah SWT ciptakan, maka tugas kita di dunia adalah untuk beribadah kepadaNya, tidak bergantung dan menyembah kepada selainNya.

Menikah adalah Ibadah

Beribadah kepada Tuhan atau menjalankan kewajiban adalah suatu kewajiban seorang hamba kepada Rabbnya. Bumi yang luas ini adalah sarana yang bisa kita gunakan untuk senantiasa beribadah kepadaNya.

Syarat menjadi hamba yang mulia dan bertaqwa adalah mampu menjalankan segala kewajiban, menjauhi larangan dan mampu melahirkan kemaslahatan baik bagi diri, pasangan, keluarga dan lingkungan.

Hukum menikah dalam Islam tidak hanya satu, melainkan bisa berhukum wajib, sunnah, makruh, mubah dan bahkan haram. Semua tergantung pada hal-hal yang melatar belakanginya atau sesuai dengan kondisi masing-masing individu.

Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam islam, maka hendaklah pernikahan itu berlandaskan dengan relasi yang adil (“adalah). Yakni melahirkan kemaslahatan bersama (maslahah) dan memandang diri sendiri dan pasangan secara bermartabat dan mulia (martabah).

Memilih untuk Menikah atau Menjomlo

Masing-masing individu berhak untuk menentukan jalan hidupnya, dengan harapan tidak ada penghakiman dari pihak mana pun. Setiap orang memiliki prioritas menikah atau menjomlo. Lalu tujuan dan alasan dari setiap keputusannya dan mungkin itu menjadi jalan terbaik bagi dirinya.

Menikah memang lebih baik, akan tetapi pilihan untuk menjomlo juga tidak seburuk itu. Apapun pilihan yang akan kita ambil, masing-masing harus mempertimbangkan dan sadar akan risiko yang akan kita tanggung.

Ketika seseorang memilih untuk menikah, maka menentukan kriteria itu memang perlu. Akan tetapi jika menuntut kesempurnaan, hal itu mustahil untuk kita wujudkan. Tentukan modal (kriteria) minimal dalam memilih pasangan, dengan harapan hal tersebut mampu menjadi kunci untuk mewujudkan pernikahan yang kita harapkan.

Jika seseorang memilih untuk menjomlo, maka lihatlah kepada diri sendiri dengan sugesti paling baik dan jangan pernah sekali-kali untuk memandang rendah diri sendiri. Banyak jalan untuk menjadi hamba yang mulia, banyak ibadah yang bisa kita lakukan dan yang paling terpenting tidak membenci ajaran-ajaran yang telah baginda Nabi ajarkan.

Masing-masing individu harus memiliki kemampuan berelasi, baik bagi yang menikah atau menjomlo dan senantiasa berfikir tentang kemaslahatan yang ingin diwujudkan, karena nilai pada manusia memang terletak di situ.

Posisi kehambaan paling mulia tidak kita nilai dari statusnya, melainkan dari sisi ketakwaannya. Jangan pernah berhenti untuk bergantung hanya kepadaNya dan senantiasa menyebar kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama. Semoga Allah takdirkan kita sebagai hamba mulia di sisiNya. []

Tags: CintaJodohMenikah atau MenjoRelasiTadarus Subuh
Shofi Lutfiana

Shofi Lutfiana

Seorang perempuan kelahiran Jombang, bernama lengkap Shofi Lutfiana. Mari bersapa di akun instagram @shofilutfiana05

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID