Sabtu, 6 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    Kelahiran Nabi Muhammad yang

    Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita

    Pendidikan Agama

    Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

    Keberagaman

    Membekali Anak untuk Menghargai Keberagaman

    Nonseksis

    Tidak Membedakan Jenis Kelamin (Nonseksis) Kepada Anak

    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    Kelahiran Nabi Muhammad yang

    Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita

    Pendidikan Agama

    Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

    Keberagaman

    Membekali Anak untuk Menghargai Keberagaman

    Nonseksis

    Tidak Membedakan Jenis Kelamin (Nonseksis) Kepada Anak

    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menyuarakan Keadilan Gender tanpa Menabrak Nilai Budaya Nusantara

Upaya untuk menjadikan Feminisme tidak asing bagi masyarakat Indonesia adalah perlu. Kita dapat menyebut hal ini sebagai upaya mempribumikan Feminisme. Menjadikan Feminisme sebagai gerakan perempuan dan keadilan gender yang ramah dengan budaya Nusantara

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
21 Juni 2022
in Publik
0
Keadilan Gender

Keadilan Gender

939
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Feminism, like any other –ism, such as liberalism, pluralism, or socialism, has a negative connotation in Indonesian society as it is ingrained in post-colonial history (Feminisme, seperti isme-isme lain, misalnya liberalisme, pluralisme, atau sosialisme, punya konotasi negatif dalam masyarakat Indonesia sebagaimana itu berakar dalam sejarah post-colonial),”

Zezen Zaenal Mutaqin dalam “Culture, Islamic Feminism, and the Quest for Legal Reform in Indonesia.”

Mubadalah.id – Meski tujuan cita-cita Feminisme adalah baik, yaitu mengupayakan adanya kesetaraan relasi, dan keadilan gender antara perempuan dan laki-laki. Atau mengupayakan agar menempatkan posisi perempuan sebagai manusia dan bukan sebagai makhluk kelas dua yang terjajah. Namun tidak bisa memungkiri bahwa tetap saja terdapat konotasi negatif jika menyebut istilah ini.

Hal ini tidak lepas karena Feminisme merupakan produk Barat, sehingga memandang sebagai–dalam penjelasan Mutaqin–“a neo-colonial intrusion into Indonesian values (sebuah gangguan neo-kolonial dalam nilai-nilai ke-Indonesia-an).”

Sebagaimana dijelaskan oleh Raewyn Connel, dkk., dalam “Toward a Global Sociology of Knowledge: Post-Colonial Realities and Intellectual Practices” bahwa, “The long shadow of colonial history falls across whole domains of knowledge (bayangan panjang sejarah penjajahan melingkupi domain pengetahuan).”

Maka, tidak mengherankan jika narasi antara Barat (representasi penjajah) dan non-Barat (representasi bekas jajahan) tetap kuat pada masyarakat negara yang pernah dijajah. Sehingga, feminisme yang pada dasarnya adalah produk Barat memiliki konotasi negatif bagi masyarakat Indonesia. feminisme dianggap bahaya bagi nilai-nilai budaya, dan juga agama, di Nusantara.

Membumikan Feminisme sebagai Gerakan Keadilan Gender yang Ramah Tradisi Nusantara

Upaya untuk menjadikan Feminisme tidak asing bagi masyarakat Indonesia adalah perlu. Kita dapat menyebut hal ini sebagai upaya mempribumikan Feminisme. Menjadikan Feminisme sebagai gerakan perempuan dan keadilan gender yang ramah dengan budaya Nusantara.

Mutaqin menjelaskan bahwa, “…the colonial period until the Reform era, the movement has been inspired by both Islamic and western feminism in addition to pre-existing cultural gender norms (periode kolonial hingga era reformasi, gerakan (perempuan di Indonesia) terinspirasi oleh Feminisme Islam dan Barat dengan tambahan norma budaya gender yang sudah ada).” Jadi, gerakan perempuan di Indonesia setidaknya terpengaruh oleh Feminisme Barat, Islam, dan budaya Nusantara.

Budaya jelas sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Jangankan dengan Feminisme sebagai ideologi maupun gerakan, bahkan agama juga tidak lepas dengan pengaruh budaya di mana agama hidup. Maka, dalam hal ini, gerakan perempuan perlu memperhitungkan budaya Nusantara yang telah melekat kuat dalam masyarakat.

Kita perlu melakukan upaya untuk menggali konsep kesetaraan dan keadilan gender dari akar sejarah dan nilai budaya Nusantara. Dan, hal itu sangat mungkin, sebab Nusantara kaya dengan warisan nilai luhur budaya yang memiliki semangat untuk memuliakan perempuan.

Memang tidak bisa memungkiri bahwa ada juga tradisi di Nusantara yang terlihat menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil. Maka, dalam hal ini, perlu melakukan interpretasi nilai terhadap tradisi demikian. Jadi, melihat tradisi yang seakan menunjukkan ketidakadilan gender, tidak lantas langsung mengutuk tradisi yang telah hidup berakar dalam masyarakat. Akan tetapi coba memahami agar tradisi itu sesuai dengan semangat keadilan gender atau relasi sehat antara perempuan dan laki-laki.

Pentingnya Tradisi Midang dalam Prosesi Merarik (Kawin Lari) di Suku Sasak

Misalnya, melihat tradisi Merarik (kawin lari) di Suku Sasak, kita membayangkan perempuan melarikan diri secara paksa, dan mau tidak mau harus menikah dengan lelaki yang melarikannya. Jika frontal menentang adat tradisi ini akan memberi dampak potensi chaos dalam masyarakat. Maka, perlu pemahaman yang baik dan pendekatan kultural untuk menyuarakan Merarik yang tidak menjadikan perempuan sebagai objek nikah paksa.

Rabiatul Adawiyah, dkk., dalam penelitian mereka terkait “Perempuan Nyurlembang dalam Tradisi Merarik” menjelaskan bahwa,  sejak 1980-an muncul kesadaran di antara laki-laki dan perempuan Suku Sasak bahwa menikah harus atas dasar keinginan diri sendiri, bukan karena paksaan. Sehingga, melihat Midang sangat penting dalam prosesi Merarik.

Midang merupakan proses pendekatan seorang laki-laki datang ke rumah perempuan, dari Midang inilah perempuan Suku Sasak memilih laki-laki mana yang ingin menjadi calon suami, dan merencanakan Merarik tanpa sepengetahuan orang tua perempuan karena demikian dalam adat mereka.

Jadi Midang merupakan kebebasan perempuan untuk memilih dengan laki-laki mana dia ingin menikah dan melakukan Merarik. Maka, dalam hal ini, yang perlu penekanan membangun kesadaran kepada perempuan Suku Sasak dalam memilih pasangan yang baik. Lalu kesadaran tentang usia minimal dalam melangsungkan pernikahan. Sehingga, mereka tidak akan mau Merarik oleh lelaki yang tidak sesuai keinginannya.

Sedangkan untuk menghindari Merarik sebelum masuk usia pernikahan. Sebab, menikah bukan berdasarkan pada paksaan, melainkan karena dasar keinginan diri.

Demikian termasuk satu contoh dalam menyuarakan keadilan gender dalam relasi tanpa menabrak secara frontal budaya Nusantara. Sehingga dengan demikian gerakan perempuan atau Feminisme mewujud dengan ramah dalam masyarakat Nusantara. []

Tags: GenderIndonesiakeadilanKesetaraanNusantaraTradisi Lokal
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Demo
Personal

Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

4 September 2025
Ulama Perempuan KUPI
Aktual

Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

4 September 2025
Kepercayaan Rakyat
Publik

Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

4 September 2025
Tuntutan 17+8
Publik

Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

3 September 2025
Tuntutan 17+8
Aktual

Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

3 September 2025
Deligitimasi Otoritas
Aktual

Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

3 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi
  • Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas
  • Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita
  • Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia
  • Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID