• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Mrs. Chatterjee vs Norway: Ketika Anak Lebih Nyaman dengan Ibu

Film yang diangkat dari kisah nyata seorang ibu berkebangsaan India bernama Debika Chatterjee ini, menurutku relatable dengan mamak-mamak Asia pada umumnya

Aida Nafisah Aida Nafisah
27/05/2023
in Film
0
Nyaman dengan Ibu

Nyaman dengan Ibu

842
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Salingers, siapa yang udah nonton film buatan India yang lagi wara-wiri di top 10 Netflix? Kalau belum nonton, please weekend ini harus banget nonton filmnya. Karena Film Mrs. Chatterjee vs Norway ini mengangkat kisah seorang anak yang lebih nyaman dengan ibunya.

Film yang diangkat dari kisah nyata seorang ibu berkebangsaan India bernama Debika Chatterjee ini, menurutku relatable dengan mamak-mamak Asia pada umumnya.

Di mana kita sebagai orang Asia tuh nyuapin anak pakai tangan itu biasa, tidur sama anak sekamar juga biasa, si bapak yang punya tugas nyari uang di luar rumah juga biasa. Sampai-sampai nih kalau si bapak ngelakuin KDRT mungkin itu juga biasa terjadi di beberapa keluarga.

Tapi hal yang kita anggap biasa tadi, bakalan jadi semakin rumit karena harus berurusan dengan hukum di beberapa negara-negara barat. Salah satunya Norwegia.

Layanan kesejahteraan anak di Norwegia terpaksa harus mengambil kedua anak Mrs. Chatterjee dengan tuduhan pengasuhan anak yang enggak kompeten. Semua masalah mulai muncul dari sini.

Baca Juga:

Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Memperjuangkan Pengasuhan Anak Sendirian

Kalau yang udah nonton filmnya pasti geregetan banget deh sama suaminya, yang hanya mementingkan aplikasi kewarganegaraan. Padahal masalah ini bersumber dari si suami Anniruddha Chatterjee yang sering ngelakuin KDRT ke istrinya Debika.

Debika nggak hanya dianiaya oleh suaminya. Bahkan secara emosional juga teraniaya oleh mertua, ipar, pekerja sosial, pengacara, dan media. Bahkan orang tuanya sendiri yang pasif ngeliat Anniruddha menampar lalu mengurung debika di kamar sang anak.

Dari situ Debika beneran berjuang sendiri buat dapetin hak asuh anaknya hingga tiga tahun. Alotnya proses persidangan di Norwegia bahkan bikin Debika jadi implusif ngambil anak-anaknya dari orangtua asuh anaknya di Norwegia, dan ia hampir terdeportasi.

Kalau aku jadi Debika, mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Udah nggak bisa mikir ketemu jalan buntu, ujung-ujungnya yah harus nekat biar anak bisa makan. Apalagi anak-anak Debika yang pertama hanya mau makan dari suapan tangan Debika, dan anak keduanya masih harus full ASI eksklusif karena baru menginjak usia 5 bulan.

Debika Chatterjee bahkan bilang ke petugas imigrasi, yakali emang ada orang tua kandung yang nyulik anaknya sendiri? Bener sih salingers, nggak gitu kan konsepnya. Dari kasusnya Debika Chatterjee, aku jadi punya beberapa catatan.

Hal-hal yang Harus Kita Pahami Secara Mubadalah, Sebelum Memutuskan untuk Punya Anak

Pertama, sebelum punya anak lihat kembali kesiapan kita menjadi orang tua. Sebagai suami apakah dia siap menjadi ayah, atau sebagai istri apakah kita juga siap menjadi ibu?

Sebenarnya sedikit sulit ya mengukur kesiapan seseorang mau punya anak. Tapi mungkin bisa dilihat sesimpel nggak ada KDRT dalam rumah tangga, baik itu kekerasan fisik, verbal, emosional, juga ekonomi.

Kesiapan tadi juga bukan hanya dari segi finansial tapi juga emosi, please banget. Kalau belum siap punya anak, jangan sok siap punya anak hanya karena tekanan dari orang lain, terutama mertua yang pengen punya cucu. Ingat yang punya badan kita, yang punya tenaga juga kita, jadi ini basic banget ya.

Kedua, kalau udah beneran siap punya anak. Sebagai pasangan kita harus nerima kenyataan bahwa peran sosial suami istri itu dinamis nggak sesaklek yang udah dikonstruksi bahwa istri harus bertanggung jawab di dalam rumah dan suami di luar rumah.

Semenjak masuk kehamilan, suami harus paham bahwa istri beneran harus banyak istirahat karena kondisi janin yang masih rentan. Jadi jangan tuntut istri untuk ngerjain semua kerjaan rumah, kalau rumah berantakan apa salahnya suami berbenah sedikit, hal itu nggak akan bikin suami turun derajat kok. Rasulullah aja sering loh bantu-bantu kerja domestik.

Karena Anak Membutuhkan Cinta Kedua Orangtuanya

Jadi orang tua orientasinya harus banyak-banyakin sabar sejak istri hamil hinggal lahiran. Di sini beneran mental kita sebagai orang tua bakalan diuji, maka nggak heran banyak orang tua yang mulai depresi. Jika sudah begini balik lagi ya, jangan sampai KDRT! carilah bantuan ke ahli.

Ketiga, support system orang tua bukan hanya dari anak. Dari kasus Mrs. Chatterjee kita harus beneran buka mata soal parenting, siapa yang akan bantu kita mengasuh anak, dan kehadiran negara dalam mengatur pola asuh anak. Semua ini juga support system.

Kalau merasa kita tinggal jauh dari keluarga, sebisa mungkin peran suami beneran hadir di dalam rumah. Jangan hanya berikan beban pengasuhan ke istri. Istri juga harus tetap waras, jangan buat dia lupa sama dirinya sendiri, pastikan kebahagiaan itu tetap hadir mulai dari rumah. Rumah kita juga bukan hanya sepetak bangunan tapi negara juga adalah rumah.

Terakhir, sesuai judul tulisan ini “anak lebih nyaman dengan ibu” ini bisa terjadi karena anak hanya merasa ibu yang selalu hadir dalam pengasuhan mereka.

Maka ayah jangan sia-siakan waktumu, jangan buat dirimu semakin asing di mata anak-anakmu. Jangan biarkan anakmu hanya merasakan besarnya cinta ibu mereka, berikanlah cintamu juga, karena anak juga butuh itu, cinta ibu dan ayah. []

Tags: Film NetflixkeluargaMrs. Chatterjee vs NorwaypengasuhanReview Film
Aida Nafisah

Aida Nafisah

Sedang belajar menjadi seorang ibu

Terkait Posts

Film Sultan Agung

Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

11 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hak Perempuan

    Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID