• Login
  • Register
Jumat, 3 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mubaadalah dan Interpretasi Teks untuk Kesetaraan

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
03/09/2019
in Publik
0
mubadalah, Malasiya

sumber:dok. pribadi

142
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Benarkah Al-Qur’an dan hadits tidak adil gender? Benarkah Islam menomorduakan perempuan? Pertanyaan-pertanyaan demikian banyak ditemui oleh kita, dimana publik saat ini banyak yang menerima dalil-dalil agama secara mentah. Mengonsumsinya untuk menjustifikasi sebagian yang lain, tanpa mengenal dan memahami makna dan kerangka pikir dalil agama sehingga tafsiran yang didapat cenderung bias gender dan misoginis.

Pada pertemuan dalam kegiatan Mubadalah Exchange bersama Sisters In Islam di Malaysia beberapa waktu lalu, Kiai Faqihuddin Abdul Kodir menyampaikan banyak materi tentang mubaadalah baik sebagai perspektif maupun sebagai gerakan dalam kemanusiaan.

Mubaadalah sebagai ijtihad Kiai Faqihuddin Abdul Kodir menawarkan perspektif yang berbeda dalam menafsirkan dan memaknai teks agama, agar memungkinkan teks-teks agama yang banyak digunakan selama ini dipahami kembali dengan spirit tauhid, yaitu menempatkan perempuan dan laki-laki setara sebagai subjek dalam kehidupan manusia di bumi.

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia adalah kamal dan kaffah (sempurna). Di dalamnya berisi kalamullah yang sudah pasti adil bagi semua. Namun, seringkali pembacaan kita terhadap Al-Qur’an hanya dari satu ayat saja tanpa membaca ayat lain yang memiliki tujuan yang sama. Sehingga jika hanya membaca satu ayat akan sangat memungkinkan terciptanya pemahaman parsial dan spesifik, karena itu memahami Al-Qur’an harus membaca semua ayat agar tercipta pemahaman yang universal.

Kamal dan kaffah harus mecakup tiga hal, yaitu nilai (halal), kebaikan (thayyib), dan kepentingan maslahat (ma’ruf). Artinya, hukum dipahami tidak secara parsial tetapi harus dipahami secara general dengan melihat sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya agar menghasilkan nilai, kebaikan, dan kepentingan maslahat secara universal untuk semua makhluk.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Teori-teori penggalian hukum dalam tradisi Islam sudah ada sejak wafatnya Rasulullah. Para ulama melakukan penggalian hukum dari teks dalam ushul fiqh dan ilmu tafsir hadir untuk memenuhi kehendak ijtihad tersebut. Akan tetapi pada awal dalam proses perujukannya, para ulama sadar dengan keterbatasan teks-teks rujukan sebab mandeknya wahyu bersamaan dengan wafatnya Nabi SAW.

Para ulama menyebut hal ini sebagai al-nushush al-mutanahiyah atau teks-teks yang sudah terhenti. Tidak lagi turun wahyu baru dan tak ada hadits baru. Tinggal bagaimana interaksi kita terhadap teks-teks sumber rujukan tersebut.

Pada saat yang sama, kesadaran para ulama akan keterbatasannya dibarengi dengan kehendak kuat untuk menjawab semua persoalan kehidupan manusia yang akan terus ada dan berkembang sesuai zaman, dengan merujuk pada teks-teks dasar yaitu Al-Qur’an dan hadits. Para ulama mencoba mengkomparasikan realitas yang tanpa batas dengan merujuk pada teks-teks yang terbatas.

Dari sinilah peran ulama hadir dengan kerja-kerja intelektualnya (ijtihad) menawarkan berbagai teori dan konsep, untuk mengaitkan teks-teks yang telah berhenti dan sangat terbatas dengan realitas yang tak terbatas dan terus berkembang. Ijtihad tersebut bekerja menemukan makna yang tepat dari teks-teks yang ada dalam menjawab realitas yang terus berkembang.

Dalam konteks membaca ulang teori-teori interpretasi teks baik dalam ushul fiqh dan tafsir, adalah niscaya untuk memastikan perempuan dan laki-laki menjadi subjek pembaca teks dan menerima manfaat yang sama dari misi dasar yang terkandung dalam teks.

Islam datang untuk kebaikan semua makhluk, laki-laki dan perempuan harus terproyeksi dalam metode interpretasi yang menempatkan keduanya sebagai subjek pembaca dan penerima manfaat yang sama tanpa harus dibedakan oleh jenis kelamin. Islam mewujud dalam teks-teksnya, maka makna-makna yang lahir dari teks harus dipastikan untuk kebaikan laki-laki dan perempuan.

Melalui semangat itulah mubaadalah hadir dalam metode interpretasi kesalingan atau resiprokal untuk membaca ulang teks-teks rujukan dari Al-Qur’an dan hadits. Mubaadalah juga mencoba menghadirkan metode dan teori interpretasi untuk secara khusus merepresentasikan kesadaran pentingnya menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai subjek penuh dalam kerja interpretasi. Sebab hampir dalam berbagai disiplin ilmu keislaman banyak yang tidak secara khusus merepresentasikan keduanya, laki-laki dan perempuan, sebagai subjek dalam kerja interpretasi.

Selama ini dikotomi cara pandang pada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam patriarki tidak saja membahayakan bagi perempuan tetapi juga bagi laki-laki. Perbedaan jenis kelamin menjadi alasan untuk melemahkan salah satunya baik perempuan ataupun laki-laki, serta mengukuhkan superioritas di antara keduanya. Sebab patriarki mengandung cara pandang bahwa siapa pun yang lebih kuat bisa menindas yang lebih lemah. Laki-laki yang kuat bisa menindas perempuan, sebaliknya perempuan yang kuat bisa menindas laki-laki.

Oleh karena itu, mubaadalah hadir tidak hanya berpihak pada perempuan atau laki-laki saja tetapi lebih berpihak pada siapa pun yang dilemahkan. Mengajak keduanya, laki-laki dan perempuan untuk saling bekerjasama dalam membangun kemaslahatan, kedamaian, kesetaraan, kenyamanan, keadilan, kebahagiaan serta menghilangkan mafsadat atau kerusakan dalam kehidupan di bumi.[]

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Menyambut Ceria Kehadiran Anak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Khidr As Menemui Pelayan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist