• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mubadalah Menjawab Curahan Hati Para Laki-Laki

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
22/10/2020
in Keluarga, Kolom
0
218
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Membicarakan konsep pendekatan dan pemahaman gender, seringkali dianggap hanya untuk kepentingan perempuan saja. Hal ini menjadi sebab beberapa orang menghindari pembahasan itu, karena menganggap kebiasaan lainnya adalah kodrat yang harus dijalani sesuai perannya masing-masing. Apalagi dalil-dalil agama pun masih menggunakan penafsiran dan paradigma patriarkis yang sudah lebih dulu hidup di masyarakat.

Budaya patriarki yang tumbuh berabad-abad selalu menanamkan bahwa laki-laki adalah superior dan perempuan adalah inferior. Pelabelan superior ini menjadikan laki-laki harus tumbuh kuat dan dituntut sempurna untuk mengayomi banyak hal. Dan perempuan yang dilabeli sebagai pihak inferior seringkali mengalami stigmatisasi, marjinalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban ganda sebagai pengalaman sosialnya.

Tentu saja pemahaman dan gerakan feminisme dan gender berusaha membela perempuan agar ia keluar dari pengalaman sosialnya yang tak jarang menimbulkan banyak luka. Hal tersebut sejalan dengan pesan al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13. Wahai manusia, Kami telah ciptakan kalian semua dari laki-laki dan perempuan, lalu kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling mengenal satu sama lain, Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.

Redaksi ayat tersebut menegaskan bahwa yang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertakwa, bukan menyebut salah satu jenis kelaminnya. Inilah yang menjadi dasar mengapa dukungan terhadap perempuan agar mendapatkan keadilan yang hakiki sebagai manusia hamba Tuhan terus-menerus dilakukan untuk mencapai relasi yang berimbang antara laki-laki dan perempuan.

Namun jika menelusuri lebih lanjut fakta yang terjadi di masyarakat, pemahaman patriarkis juga adakalanya membebani laki-laki dalam kehidupan. Hal ini seperti yang dialami teman saya dan beberapa kerabat terdekat. Seorang laki-laki jika memutuskan untuk menikah, maka di pundaknya ada tanggung jawab terhadap keluarganya untuk memenuhi kebutuhan baik batiniah maupun lahiriah. Kewajiban pemberian nafkah ini sudah diatur dalam surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki diberi mandat bertanggung jawab (qawwam) menafkahi istrinya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Ralasi Pernikahan Suami Istri Harus Saling Memberikan Kemaslahatan
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh
  • Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan
  • Mengasuh Anak Tugas Siapa?

Baca Juga:

Dalam Ralasi Pernikahan Suami Istri Harus Saling Memberikan Kemaslahatan

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan

Mengasuh Anak Tugas Siapa?

Laki-laki dikatakan qawwam dan wajib memberi nafkah karena ia tidak mengalami lima pengalaman biologis yang hanya dirasakan oleh perempuan. Ketika perempuan harus melalui fase-fase reproduksi, menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui juga membesarkan anak tentu saja membutuhkan energi dan waktu khusus. Ia terkendala melakukan beberapa hal.

Sementara laki-laki tidak memiliki halangan reproduksi apapun untuk bekerja menghasilkan harta bagi pemenuhan kebutuhan keluarga. Maka dalam konteks ini nafkah menjadi tanggungjawab laki-laki untuk memudahkan peran reproduksi perempuan. Dan jika perempuan tidak terkendala oleh peran tersebut, maka perempuan bekerja tentu saja lebih membantu ekonomi keluarga.

Akan tetapi pemahaman yang telah tumbuh di masyarakat adalah bahwa laki-laki harus pandai mencari uang. Bahkan tak jarang ia hanya akan dianggap menantu yang sukses jika berhasil memenuhi kebutuhan perempuan yang dinikahinya. Tak jarang hal ini menjadi beban bagi laki-laki terutama di masa awal pernikahan.

Padahal tidak semua laki-laki telah mapan secara finansial sebelum menikah, adakalnya ia tertatih-tatih dan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jika ditambah dengan tuntutan pemberian nafkah secara sempurna, tentu saja akan membebani mereka. Apalagi jika pasangannya pun meyakini bahwa nafkah mutlak menjadi tanggungjawab laki-laki, dan ia hanya berdiam di rumah untuk menerima penghasilan suaminya setiap hari.

Problem yang dialami laki-laki ini tentu saja bisa dipecahkan dengan pemahaman interpretasi secara mubadalah. Dalam perspektif mubadalah, nafkah adalah hak dan sekaligus kewajiban bersama. Dimana segala kebutuhan keluarga menjadi tanggungjawab bersama suami istri. Dan harta yang dihasilkan keduanya atau salah satunya pun menjadi harta bersama.

Tentu saja, inspirasi surat al-Baqarah ayat 233 dan an-Nisa ayat 34 menegaskan bahwa perempuan dinafkahi laki-laki karena amanah reproduksi yang ia emban. Karena amanah ini, pada saat ia berada dalam fase pengalaman reproduksinya, maka kewajiban nafkah berada pada pundak laki-laki. Ketika amanah reproduksi sedang tidak dialami perempuan, maka nafkah kembali menjadi kewajiban bersama sesuai kemampuannya masing-masing.

Kewajiban ini bisa dirumbuk bersama dalam musyawarah. Tentu saja ketika istrinya bersedia bekerja mencari nafkah, maka suami juga harus bersedia untuk ikut tanggung jawab melakukan kerja-kerja domestik di dalam rumah. Jika hal ini dipahami dan dijalani bersama, maka tidak akan ada pihak yang merasa dibebani dalam berumah tangga.

Apalagi di awal-awal pernikahan berlangsung. Tak selamanya laki-laki mendapat jalan yang mudah dalam menghasilkan nafkah, bahkan tak jarang rezeki lebih banyak mengalir dari jalan penghasilan dan pekerjaan perempuannya. Dengan konsep mubadalah, maka keduanya bisa saling bekerjasama dalam hal apapun untuk mencapai kemaslahatan bersama. []

Tags: GenderKesalinganKesetaraanMubadalahpernikahan
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Kasus KDRT

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

1 April 2023
Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Resep Awet Muda Istri

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist