• Login
  • Register
Selasa, 15 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Musala: Sebuah Pendidikan Usia Dini Gratis untuk Putraku

Sebagai orang tua baru yang mempunyai pengalaman menyekolahkan anak untuk kali pertama, saya mempunyai kesimpulan: menyekolahkan anak itu berat

Ahmad Natsir Ahmad Natsir
20/05/2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Pendidikan Usia Dini

Pendidikan Usia Dini

993
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum bulan puasa kemarin, saya memeriksakan Alif, putra pertama saya  ke seorang dokter spesialis anak (DSA) di salah satu sudut kota Tulungagung. Pasalnya, sudah hampir dua bulan dia tiba-tiba enggan berbicara, lebih mirip meniru tingkah laku adiknya yang hanya menunjuk benda-benda yang dia inginkan.

Kekhawatiran kami bukan mengada-ada, Alif sudah masuk tahun keempat dari kelahirannya. Sedangkan adiknya hampir memasuki umurnya yang kedua. Bagaimana bisa di umur segitu dia masih diam? Akhirnya kami sepakat mengantarkan ke DSA terdekat.

Kami dipanggil ke ruang pemeriksaan, dokter memeriksa Alif dengan memberinya beberapa pertanyaan. Dan benar, Alif ini tidak menjawab sama sekali dan malah fokus kepada gambar pesawat dan kereta api yang terpasang di seluruh tembok ruangan. Diam-diam, kami memendam sedih dalam hati.

Dokter menyelesaikan pemeriksaan dan vonis akan “dibacakan”. Kami duduk dan berharap berita baik. “Sudah terlambat,” kata dokter tidak nampak senyum dari dokter itu. “Mohon sarannya, Dok.”

“Pergaulkan dia dengan anak yang lebih tua agar dia cepat meniru mereka.”

Baca Juga:

Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

“Bagaimana dengan sekolah pendidikan usia dini atau PAUD, Dok?”

“Itu lebih bagus.”

Pengalaman Menyekolahkan Anak

Sepulang dari rumah sakit, saya membaca surat dari dokter, “speech disturbance” begitu yang tertulis di atas kertas putih itu. Kami tidak ambil pusing, fokus kami hanya satu, mengikutsertakan dia di sekolah Pendidikan Usia Dini atau kita kenal PAUD. Bahkan kami sering-sering mengakrabkannya dengan anak sebaya atau lebih senior dari anak saya.

Kami memutuskan untuk menyekolahkan Alif dengan pertimbangan sekolah itu dekat dan terjangkau.

Sebagai orang tua baru yang mempunyai pengalaman menyekolahkan anak untuk kali pertama, saya mempunyai kesimpulan: menyekolahkan anak itu berat. Segala persiapan dari pagi dan berbagai eksplorasi yang kami inginkan kandas manakala Alif enggan masuk kelas, atau sekedar duduk di kelas.

Ok. Kami akan menelateni sekolah anak ini dengan segala kerempongannya. Di tengah-tengah kegiatan itu kami beruntung karena saat itu memasuki bulan Ramadan.

Saya mengajak Alif dan adiknya untuk salat tarawih. Seperti kita duga, sebagai seorang anak, mereka berlarian, tertawa beramai-ramai, melempar kopyah, dan berhenti jika ada salah satu yang menangis.

Kala itu, saya menyadari bahwa saya beruntung mendapatkan lingkungan yang sehat untuk beribadah. Tidak ada seorang pun dari kami para jamaah membentak atau memarahi anak-anak. Semua seakan memaklumi keriuhan yang mereka buat. Meskipun, saya tahu sendiri Sang Imam menaikkan volume suaranya saat membacakan surat pendek. “Aduh, maaf, ya, Pak Imam.”

Pernah imam menegur, tapi tidak dengan membentak. Hanya menyuruh anak-anak untuk berjamaah.

Mulai Berani Berbicara

Pelan tapi pasti Alif mulai berani berbicara, meskipun terkesan seperti mulai nol lagi. Dia mulai menirukan kebiasaan para seniornya untuk sesekali sujud, rukuk, dan berdiri meskipun hanya sekali kemudian berlanjut dengan “baku hantam” lagi.

Kini Alif kami sudah mulai bernyanyi, berselawat, dan bercerita tentang kesehariannya meskipun dengan bahasa yang banyak kami belum tahu. Tapi setidaknya itu sudah cukup dengan perkembangannya sejauh ini.

Dia kini juga suka merapikan sandal di rumah dan musala. Hal itu ia lakukan karena meniru teman seniornya yang sering menata sandal para jamaah di musala.

Saya tidak bisa membayangkan bila para imam dan jamaah di musala kami garang-garang, membentak anak-anak, bahkan suka mengusir mereka jika ramai di musala. Saya sendiri pasti juga akan kelimpungan mencari wadah untuk mendidik putra saya. Karena orang tua mana yang menerima perlakuan kasar kepada anaknya meskipun itu di rumah ibadah.

Dan, jika itu terjadi, bukankah meninggalkan musala dan beribadah di rumah saja adalah pilihan yang masuk akal? []

 

Tags: anakayahkeluargaMusalaparentingPendidikan Usia Dini
Ahmad Natsir

Ahmad Natsir

Ahmad Natsir, seorang bapak rumah tangga yang aktif mengajar di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, penulis Syekh Nawawi al-Bantani dan Narasi Kesetaraan Gender, tertarik dengan kajian Pendidikan Islam, dan sejarah.

Terkait Posts

Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Praktik Kesalingan

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Krisis Ekologi

    Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi
  • Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman
  • Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID