• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Negara Harus Serius Hapus Perkawinan Anak di Indonesia

Tantangan dalam implementasi kebijakan perkawinan anak juga masih cukup kuat, terutama ketika menghadapi cara pandang budaya dan agama yang masih memaknai perkawinan anak sebagai hal yang lumrah

Redaksi Redaksi
30/12/2021
in Aktual
0
Indonesia

Indonesia

93
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Memasuki Tahun ke-3 Pasca Pengesahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019, Koalisi Perempuan Indonesia memandang perlu keseriusan Negara dan kerja kolaboratif antar pihak untuk menghapus praktik perkawinan anak di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan dalam kesempatan Diskusi Publik “Menguatkan Implementasi UU No 16 Tahun 2019  untuk mencegah Praktik Perkawinan Anak di Indonesia”, yang digelar atas dukungan Oxfam di Indonesia pada Rabu, 29 Desember 2021 di Jakarta.

Sejak disahkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mengubah pengaturan batas usia perkawinan yang sebelumnya usia 16 untuk perempuan 19 untuk laki-laki, kemudian menjadi 19 tahun untuk perempuan dan laki-laki, menjadi sebuah langkah maju yang diambil oleh negara mengingat angka perkawinan anak di Indonesia yang cukup serius.

Indonesia sendiri merupakan negara nomor 2 di Asia Tenggara dimana praktik perkawinan anak masih menjadi kebiasaan di dalam masyarakat. Hal lainnya adalah berbagai kajian yang dilakukan oleh banyak pihak termasuk Kementerian dan Lembaga seperti, Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementrian Kesehatan (KEMENKES), Kementrian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menyatakan bahwa perkawinan anak merupakan bagian dari akar masalah kemiskinan, dan juga menyumbang pada indikator ketimpangan pembangunan.

Fakta perkawinan usia anak di Indonesia cukup tinggi. Salah satu aspek penting adalah masalah dispensasi dimana sebagian besarnya pengajuannya adalah pasangan perkawinan usia anak. Sebagaimana data Mahkamah Agung Kamar Agama Permohonan dispensasi kawin yang masuk pada tahun 2017 sebanyak 13.103, tahun 2018 sebanyak 13.822, tahun 2019 sebanyak 24.864, dan tahun 2020 sebanyak 64.196.

Konteks pandemic covid 19 juga memperkuat perkawinan anak terjadi. Kasus perkawinan anak semakin meningkat. Berdasarkan data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sejak pandemi COVID-19, perkawinan usia anak mencapai 24 ribu. Pandemi COVID-19 merupakan kondisi khusus yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya.

Baca Juga:

Menikah di Usia Anak dan Trauma Melahirkan; Sebuah Refleksi

Praktik Perkawinan Anak versus Pergaulan Beresiko

Andai Waktu Bisa Diputar Kembali: Kisah Penyintas Perkawinan Anak (Part II)

Andai Waktu Bisa Diputar Kembali: Kisah Penyintas Perkawinan Anak

Hal tersebut kemudian berimplikasi pada praktik perkawinan anak, dimana sebagian orang tua ingin melepaskan beban ekonomi dengan mengawinkan anak mereka. Selain faktor ekonomi, pandemi juga mengharuskan proses belajar mengajar dilakukan secara daring dan menambah waktu luang anak sehingga untuk menghindari Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) sebagian orang tua menikahkan anak mereka.

Temuan dari AIJP2, persentase pengabulan dispensasi kawin mencapai 99% kasus. Alasan hakim untuk mengabulkan permohonan dispensasi adalah: 1) anak-anak beresiko melanggar nilai sosial, budaya, dan agama, dan 2) kedua pasangan saling mencintai. Dari alasan tersebut dapat dilihat bahwa pengabulan dispensasi kawin berdasarkan subjektivitas hakim yang melibatkan nilai, norma dan budaya.

Padahal, alasan-alasan pengabulan dispensasi tersebut tidak sebanding dengan dampak negatif yang akan timbul dari praktik perkawinan anak. Isu lain terkait dispensasi kawin adalah kehamilan tidak diinginkan dan hubungan seks di luar nikah.

Studi yang berjudul “Menyingkap Tabir Dispensasi Perkawinan” mengungkapkan bahwa 98% orang tua menikahkan anaknya karena anak dianggap sudah berpacaran dan melanggar nilai, norma dan budaya. Sementara 89% hakim mengatakan bahwa pengabulan permohonan dispensasi untuk merespons kekhawatiran orang tua terhadap anaknya.

Meskipun telah ada beberapa hal positif yang dapat mendongkrak upaya pencegahan praktik perkawinan anak. Seperti hadirnya PERMA No.05 Tahun 2019 yang mengatur pertimbangan-pertimbangan yang perlu digunakan oleh hakim untuk mengabulkan/membatalkan dispensasi kawin.

Selain itu telah dihasilkan STRANAS PPA (Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak) yang dibuat oleh kementerian PPN/BAPENAS. Dokumen ini telah diimplementasikan secara luas lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, antara lain dalam bentuk peraturan menteri, edaran gubernur, peraturan bupati dan lainnya.

Namun Koalisi Perempuan Indonesia menilai hal ini belum cukup kuat untuk membendung angka perkawinan anak yang terus terjadi, dan semakin buruk dikarenakan dampak pandemic covid 19. Memasuki tahun ke-3 pasca pengesahan UU No. 16 Tahun 2019 semakin menunjukkan bahwa perlu pergerakan yang cepat baik dari tingkat kebijakan, mekanisme hukum dan penguatan norma dalam masyarakat untuk menyelamatkan generasi muda terhindar dari bahaya perkawinan anak.

Tantangan dalam implementasi kebijakan perkawinan anak juga masih cukup kuat, terutama ketika menghadapi cara pandang budaya dan agama yang masih memaknai perkawinan anak sebagai hal yang lumrah.

Untuk itu Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut;

  1. Mendorong dan mendukung Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan sektor lainnya untuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perspektif Gender Dalam Mekanisme Pemberian Dispensasi Perkawinan Anak.
  2. Mendorong Kementrian Dalam Negeri (KEMENDAGRI) memberikan komitmen penuh berupa kebijakan yang dapat menginstruksikan Pemerintah Daerah menyusun aturan pencegahan dan penanganan perkawinan anak, termasuk didalamnya upaya sosialisasi menyeluruh dan menyediakan alokasi anggaran untuk mencegah perkawinan anak, yang kasus-kasusnya terjadi di daerah dan desa.
  3. Mendorong Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat kebijakan yang mendukung pencegahan perkawinan anak dengan membuat kurikulum pembelajaran yang membantu anak, remaja memahami resiko dan dampak buruk perkawinan anak.
  4. Mendorong Kementerian Agama juga melakukan tindakan serius berupa kebijakan maupun program pencegahan perkawinan anak yang selama ini terjadi karena faktor budaya dan agama.
  5. Mendorong Kementrian Komunikasi dan Informasi melakukan upaya-upaya intervensi terhadap ajakan-ajakan atau himbauan melalui media yang mempengaruhi anak, remaja melalui promosi program-program yang mendorong terjadinya perkawinan usia anak
  6. Mendorong dan mendukung Kementrian Desa yang telah memiliki komitmen untuk melakukan penanganan dan pencegahan perkawinan anak yang selama ini juga kerap terjadi di wilayah pedesaan dan juga dikarenakan faktor adat dan budaya yang berpotensi melanggengkan kebiasaan praktik perkawinan anak.
  7. Menghimbau kepada seluruh jaringan masyarakat sipil, organisasi perempuan, lembaga pengada layanan, tokoh agama dan masyarakat untuk terus memperkuat sinergi kerja bersama komunitas mencegah, menangani dan menguatkan pemahaman masyakarat tentang bahaya dan dampak buruk perkawinan anak. []
Tags: Dispensasi Perkawinanperkawinan anakUU Perkawinana Noo. 16 Tahun 2019
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

19 Mei 2025
Rieke Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version