• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Obyektifikasi Perempuan dalam Narasi Bidadari Surga

Tafsir progresif tentang bidadari surga sedikit banyak membantu kita untuk tidak melangengengkan budaya patriarki, terlebih dengan mengambil legitimasi ayat-ayat Al-Qur’an

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
01/10/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Bidadari Surga

Bidadari Surga

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dialektika tentang bidadari surga dalam narasi teks agama, khususnya menggunakan prespektif perempuan menjadi sebuah polemik tersendiri yang  seakan tidak ada habisnya. Lantas, apakah kita akan menyalahkan ayat-ayat Al-Qur’an tentang bidadari surga sebagai problem?  Atau jangan-jangan cara pandang kita sendirilah akar masalahnya.

Obyektifikasi Perempuan dalam Teks Agama

Narasi bidadari surga yang sering kita dengar adalah tentang sosok perempuan yang ideal dan menyenangkan laki-laki. Gambaran bidadari surga yang kita kenal selama ini adalah sosok perempuan suci (tidak haid, nifas atau mengeluarkan kotoran), bermata indah, menundukkan pandangan, berparas cantik, bertubuh molek, sebaya, terpinggit, dan eksklusif hanya untuk pasangannya.

Begitulah kira-kira narasi bidadari surga dalam Terjemah Al-Qur’an. Narasi demikian berpotensi memunculkan pemahaman perempuan sebagai objek seksual untuk menyenangkan laki-laki. (Jika dibaca secara tekstual).

Apakah narasi dan terjemahan Al-Qur’an tersebut salah? Tentu saja tidak, jika kita membacanya secara kontekstual. Ayat-ayat tersebut turun dalam konteks Arab jahiliyah yang sangat patriarkis. Justru narasi yang demikian membuat dakwah Islam mudah diterima karena mengakomodasi budaya masyarakat. Namun apakah semangat patriarkis tersebut yang coba Islam bawa? Mari kita lihat beberapa konteks ayat berikut.

Konteks Sosial yang Melingkupinya

Kuatnya budaya patriarkis membuat poligami saat itu  adalah hal yang lumrah, kemudian Islam datang untuk membatasi dan mengkritiknya (QS.An-Nisa’: 4). Atau kebiasaan prostitusi terhadap budak perempuan, lalu Islam melarangnya (QS. An-Nur 33). Termasuk larangan keras berzina (QS.Hujurat: 32) juga perintah untuk menikahi atau menceraikan perempuan dengan baik (QS. Al-Baqarah: 229)

Pada periode awal dakwah Islam berbagai aturan tersebut sangat berat (dari prespektif laki-laki). Kebiasaan  laki-laki untuk bermain  perempuan atau memperlakukan perempuan sekena hati, menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagai ganti (baca iming-iming) mereka untuk mengikuti ajaran Islam adalah dengan tidak benar-benar menghilangkan kesenangan tersebut, tapi hanya menangguhkannya di akhirat. Jawabannya jelas dengan imajinasi bidadari surga sebagai perempuan jelita.

Tafsir Progresif

Meminjam konsep  Nur Rofi’ah tentang tafsir progresifnya. Ia mengungkapkan bahwa Islam merupakan sebuah proses. Prinsipnya Islam merupakan rahmat bagi alam semesta, termasuk bagi perempuan. Nur Rofiah mengklasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang perempuan menjadi tiga kategori sebagai tahapan.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Tauhid sebagai Dasar Kesetaraan

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

Yang pertama adalah “Titik berangkat”. Ini adalah tahapan awal sebagai pintu masuk, masih berbau patriarkis. Sebagai bentuk respon Al-Qur’an terhadap budaya setempat. Saya memahaminya sebagai strategi dakwah, untuk menarik perhatian audiensnya. Di antaranya adalah ayat-ayat tentang perhiasan dan bidadari surga.

Tahap berikutnya adalah “Target antara”. Pada tahap ini Al-Qur’an mulai menunjukan revormasinya untuk mengikis budaya patriarkis dan memanusiakan perempuan. Seperti aturan adanya bagian perempuan dalam waris. yang mana sebelumnya perempuan justru diwariskan.

Atau pembatasan poligami hanya empat dengan syarat adil, yang mana sebelumnya tidak terbatas dan bebas. Juga ketentuan tentang persakisan perempuan, dimana sebelumnya perempuan sangat tidak didengar suaranya. Termasuk juga aturan zihar, ila dan hijab, den tentu masih banyak lagi.

Adapun tahap yang terakhir adalah “Tujuan Final”. Dalam tahap ini Al-Qur’an menunjukan sisi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam banyak hal. Seperti ayat tentang ketaqwaan pada QS. Hujurat: 13, kesempatan untuk beramal shalih pada QS. Al-Ahzab: 35, QS. Ali Imran: 195 juga tentang persaksian lian antara laki-laki dan perempuan yang sebanding.

Tiga tahapan di atas  menunjukan bahwa ayat-ayat dan hukum yang turun merupakan sebuah proses. Proses yang secara bertahap mampu mendegradasi budaya patriarki dan berhasil memanusiakan perempuan. Adanya tafsir progresif tersebut sedikit banyak membantu kita untuk tidak melangengengan budaya patriarki, terlebih dengan mengambil legitimasi ayat-ayat Al-Qur’an.

Sindiran Al-Qur’an dengan Narasi Bidadari Surga

Membahas tentang bidadari surga, saya jadi ingat salah satu nasehat guru saya yang juga menekuni disiplin Ilmu Tafsir. Ia mengatakan bahwa sebenarnya Al-Qur’an secara halus telah menyindir manusia dengan menggunakan narasi bidadari surga. Tepatnya pada Surah Waqiah yang banyak kita baca untuk kelapangan rezeki.

Pada surah tersebut dijelaskan bahwa kelak akan ada dua golongan manusia yang beruntung dan masuk surga. Yang pertama adalah golongan ashab allil yamin, dan yang kedua adalah golongan muqarabin. Untuk golongan ashabil yamin disebutkan berbagai kenikmatan surga dalam bentuk fisik yang dapat kita bayangkan. Termasuk nikmat bidadari surga dengan berbagai kelebihannya.

Hanya saja untuk golongan muqarabin, yang menurutnya memiliki derajat lebih tinggi, penjelasanya hanya satu ayat saja yaitu

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ

“Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah),  dia memperoleh ketenteraman, rezeki, dan surga (yang penuh) kenikmatan”

Kenikmatan bagi golongan muqarabin adalah kenikmatan spiritual yang tidak bisa tergambarkan. Dan ini adalah kenikmatan tertinggi bagi ahli surga yang harusnya menjadi orientasi utama manusia. Bukan sekadar kenikmatan fisik belaka seperti mendapat bidadari. []

 

 

Tags: Bidadari SurgakeadilanKesetaraanMerebut TafsirTafsir Progeresif
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID