• Login
  • Register
Jumat, 1 Desember 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Obyektifikasi Perempuan dalam Narasi Bidadari Surga

Tafsir progresif tentang bidadari surga sedikit banyak membantu kita untuk tidak melangengengkan budaya patriarki, terlebih dengan mengambil legitimasi ayat-ayat Al-Qur’an

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
01/10/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Bidadari Surga

Bidadari Surga

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dialektika tentang bidadari surga dalam narasi teks agama, khususnya menggunakan prespektif perempuan menjadi sebuah polemik tersendiri yang  seakan tidak ada habisnya. Lantas, apakah kita akan menyalahkan ayat-ayat Al-Qur’an tentang bidadari surga sebagai problem?  Atau jangan-jangan cara pandang kita sendirilah akar masalahnya.

Daftar Isi

    • Obyektifikasi Perempuan dalam Teks Agama
    • Konteks Sosial yang Melingkupinya
    • Tafsir Progresif
  • Baca Juga:
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah
  • Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda
  • Perempuan Adat: Dari Patriarki Hingga Eksklusi
  • Representasi Identitas Gender Dalam Al-Qur’an Perspektif Nasaruddin Umar
    • Sindiran Al-Qur’an dengan Narasi Bidadari Surga

Obyektifikasi Perempuan dalam Teks Agama

Narasi bidadari surga yang sering kita dengar adalah tentang sosok perempuan yang ideal dan menyenangkan laki-laki. Gambaran bidadari surga yang kita kenal selama ini adalah sosok perempuan suci (tidak haid, nifas atau mengeluarkan kotoran), bermata indah, menundukkan pandangan, berparas cantik, bertubuh molek, sebaya, terpinggit, dan eksklusif hanya untuk pasangannya.

Begitulah kira-kira narasi bidadari surga dalam Terjemah Al-Qur’an. Narasi demikian berpotensi memunculkan pemahaman perempuan sebagai objek seksual untuk menyenangkan laki-laki. (Jika dibaca secara tekstual).

Apakah narasi dan terjemahan Al-Qur’an tersebut salah? Tentu saja tidak, jika kita membacanya secara kontekstual. Ayat-ayat tersebut turun dalam konteks Arab jahiliyah yang sangat patriarkis. Justru narasi yang demikian membuat dakwah Islam mudah diterima karena mengakomodasi budaya masyarakat. Namun apakah semangat patriarkis tersebut yang coba Islam bawa? Mari kita lihat beberapa konteks ayat berikut.

Konteks Sosial yang Melingkupinya

Kuatnya budaya patriarkis membuat poligami saat itu  adalah hal yang lumrah, kemudian Islam datang untuk membatasi dan mengkritiknya (QS.An-Nisa’: 4). Atau kebiasaan prostitusi terhadap budak perempuan, lalu Islam melarangnya (QS. An-Nur 33). Termasuk larangan keras berzina (QS.Hujurat: 32) juga perintah untuk menikahi atau menceraikan perempuan dengan baik (QS. Al-Baqarah: 229)

Pada periode awal dakwah Islam berbagai aturan tersebut sangat berat (dari prespektif laki-laki). Kebiasaan  laki-laki untuk bermain  perempuan atau memperlakukan perempuan sekena hati, menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagai ganti (baca iming-iming) mereka untuk mengikuti ajaran Islam adalah dengan tidak benar-benar menghilangkan kesenangan tersebut, tapi hanya menangguhkannya di akhirat. Jawabannya jelas dengan imajinasi bidadari surga sebagai perempuan jelita.

Tafsir Progresif

Meminjam konsep  Nur Rofi’ah tentang tafsir progresifnya. Ia mengungkapkan bahwa Islam merupakan sebuah proses. Prinsipnya Islam merupakan rahmat bagi alam semesta, termasuk bagi perempuan. Nur Rofiah mengklasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang perempuan menjadi tiga kategori sebagai tahapan.

Baca Juga:

Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda

Perempuan Adat: Dari Patriarki Hingga Eksklusi

Representasi Identitas Gender Dalam Al-Qur’an Perspektif Nasaruddin Umar

Yang pertama adalah “Titik berangkat”. Ini adalah tahapan awal sebagai pintu masuk, masih berbau patriarkis. Sebagai bentuk respon Al-Qur’an terhadap budaya setempat. Saya memahaminya sebagai strategi dakwah, untuk menarik perhatian audiensnya. Di antaranya adalah ayat-ayat tentang perhiasan dan bidadari surga.

Tahap berikutnya adalah “Target antara”. Pada tahap ini Al-Qur’an mulai menunjukan revormasinya untuk mengikis budaya patriarkis dan memanusiakan perempuan. Seperti aturan adanya bagian perempuan dalam waris. yang mana sebelumnya perempuan justru diwariskan.

Atau pembatasan poligami hanya empat dengan syarat adil, yang mana sebelumnya tidak terbatas dan bebas. Juga ketentuan tentang persakisan perempuan, dimana sebelumnya perempuan sangat tidak didengar suaranya. Termasuk juga aturan zihar, ila dan hijab, den tentu masih banyak lagi.

Adapun tahap yang terakhir adalah “Tujuan Final”. Dalam tahap ini Al-Qur’an menunjukan sisi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam banyak hal. Seperti ayat tentang ketaqwaan pada QS. Hujurat: 13, kesempatan untuk beramal shalih pada QS. Al-Ahzab: 35, QS. Ali Imran: 195 juga tentang persaksian lian antara laki-laki dan perempuan yang sebanding.

Tiga tahapan di atas  menunjukan bahwa ayat-ayat dan hukum yang turun merupakan sebuah proses. Proses yang secara bertahap mampu mendegradasi budaya patriarki dan berhasil memanusiakan perempuan. Adanya tafsir progresif tersebut sedikit banyak membantu kita untuk tidak melangengengan budaya patriarki, terlebih dengan mengambil legitimasi ayat-ayat Al-Qur’an.

Sindiran Al-Qur’an dengan Narasi Bidadari Surga

Membahas tentang bidadari surga, saya jadi ingat salah satu nasehat guru saya yang juga menekuni disiplin Ilmu Tafsir. Ia mengatakan bahwa sebenarnya Al-Qur’an secara halus telah menyindir manusia dengan menggunakan narasi bidadari surga. Tepatnya pada Surah Waqiah yang banyak kita baca untuk kelapangan rezeki.

Pada surah tersebut dijelaskan bahwa kelak akan ada dua golongan manusia yang beruntung dan masuk surga. Yang pertama adalah golongan ashab allil yamin, dan yang kedua adalah golongan muqarabin. Untuk golongan ashabil yamin disebutkan berbagai kenikmatan surga dalam bentuk fisik yang dapat kita bayangkan. Termasuk nikmat bidadari surga dengan berbagai kelebihannya.

Hanya saja untuk golongan muqarabin, yang menurutnya memiliki derajat lebih tinggi, penjelasanya hanya satu ayat saja yaitu

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ

“Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah),  dia memperoleh ketenteraman, rezeki, dan surga (yang penuh) kenikmatan”

Kenikmatan bagi golongan muqarabin adalah kenikmatan spiritual yang tidak bisa tergambarkan. Dan ini adalah kenikmatan tertinggi bagi ahli surga yang harusnya menjadi orientasi utama manusia. Bukan sekadar kenikmatan fisik belaka seperti mendapat bidadari. []

 

 

Tags: Bidadari SurgakeadilanKesetaraanMerebut TafsirTafsir Progeresif
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan Jawa Tengah Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023

Terkait Posts

Qiraah Mubadalah

Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

30 November 2023
Orang yang Menyebalkan

Seni Hidup Berdampingan dengan Orang yang Menyebalkan

30 November 2023
Kekerasan Israel

Menguak Dalih Kekerasan Israel lewat Topeng Agama

30 November 2023
Anxiety

Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

29 November 2023
Tragedi Kanjuruhan

Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda

29 November 2023
Bojo Jangkrik

Dongeng tentang Bojo Jangkrik

28 November 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anxiety

    Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Fadilah Munawwaroh: Ulama Perempuan Muda yang Aktif Menyuarakan Bahaya Perkawinan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadapi Tantangan Abad ke-2: Lakpesdam Menyelenggarakan Muktamar Pemikiran NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seni Hidup Berdampingan dengan Orang yang Menyebalkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hadapi Tantangan Abad ke-2: Lakpesdam Menyelenggarakan Muktamar Pemikiran NU
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah
  • Nyai Fadilah Munawwaroh: Ulama Perempuan Muda yang Aktif Menyuarakan Bahaya Perkawinan Anak
  • Seni Hidup Berdampingan dengan Orang yang Menyebalkan
  • Islam Ajarkan untuk Bersikap Toleransi dengan Mereka yang Berbeda Agama

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist