Sebulan sblm tragedi kemanusiaan 65 pecah, pesantren Pabelan lahir (28 Agustus 65). Pada hari ini pemuda 27 tahun, KH Hamam dja’far, putri ibu Siti Khadijah, berani menghidupkan lagi pesantren dengan reformasi besar pada etos dan prinsip modernitas, tetapi mengayomi kultur bijak tradisional juga.
Guru berdasi dan berpeci, sehari-hari kami harus berbahasa Inggris atau Arab, santri punya panca jiwa dan prinsip, harus berpengetahuan luas dan berfikiran bebas, berdikari, sederhana, dan lain-lain. Tetapi qunut dibiarkan, masjid tua dan kolam sebagai AC alam yang punya akar historis dengan pembelaan Diponegoro dipertahankan, dll.
Pesantren ini pernah mendapat award dari Agakhan karena arsitektur klasik dipertahankan juga penggunaan bahan lokal dan sustainable. Kalpataru juga pernah didapat, karena pesantren ini banyak tanaman langka yang dirawat, bambu sebagai pencakram air juga merindangi sudut-sudut, santri yang merusak tanaman dianggap melanggar etik pada semesta.
Air melimpah, banyak kolam bahkan pesantren ini punya kolam renang ditengah gemerisik bambu dan gemericik sungai di tepi perkampungan. Itu pesona awal pingin nyantri kesana. Namun karena erupsi Merapi, sungai Pabelan tempat pacaran mas Dawam Rahardjo dengan isterinya tak bisa melimpah lagi. Jadi kolamkolam sekarang berubah fungsi karena debit air drop, tetapi sudut-sudut hijau masih ada, walau sejumlah pohon besar yang rapuh dimudakan lagi, salah satunya pohon Flamboyan yang romantis itu.
Pesona lain masih banyak, interior kepala masjid masih sama, lonceng pembahagia digantung diantara pohon Melinjo tua, termasuk asrama historis Nusa Damai. Mungkin ini satu-satunya asrama tua dari bambu, dia adalah penanda penting, punya makna historis (awal pendirian), simbolis (kebersahajaan), ekologis (terbuat dari bambu sebagai simbol bangunan tak lapar semen dan lapar nyawa, baik proses explorasi, maupun saat bencana, bangunan semen mengerikan).
Selain itu juga ada makna educatif. Asrama harus ada yang ditengah para kiai, simbol diapit, dilindungi, termasuk asrama yang mudah dilihat, bisa jd radar seperti apa perkembangan santri dalam keseharian. Tapi buat para alumni, rumah besar adalah rumah yang juga menyimpan memori dengan arsitektur kunci yang disisakan untuk tinggalan sejarah. Itu pengingat dan pengikat.
Sesuai namanya, Pabelan adalah pembelaan, alumni santri putra yang dimunculkan karena jasa mereka ada prof Komarudin Komaruddin Hidayat (mantan rektor UIN dan intelektual dengan bahasa sejuk, ada alm prof Bachtiar Effendi pakar politik yang hingga wafatnya punya segudang karya, ada Sri Yunanto pakar isu security, prof Jamhari Ma’ruf pakar pendidikan tapi juga ada kadiv Humas Polda Papua AM Kamal, dan tokoh-tokoh umat, pendidik termasuk kiai sejumlah pesantren, hingga pengusaha, seniman dan profesi ragam lainnya.
Tapi saya ingin menulis deret panjang para alumni perempuan dari pesantren Pabelan ini . Sejumlah alumni perempuan yang juga mengawal isu perempuan, ada Siti Ruhaini Dzuhayatin perempuan pertama ketua IPHRC (komisi HAM OKI dan staffsus presiden) pernah jadi ketua PSW UIN yang jadi role model pusat study perempuan yang progresif.
Lalu ada Prof Syafaatun Almirzana (intelektual dan lalu lalang jadi internasional speaker untuk isu religious studies termasuk isu perempuan), prof Syamsiyatun direktur ICRS (Indonesian Consortium on Religious Studies) yang juga menulis isu perempuan dengan publikasi internasional, ada juga prof Nina Nurmilla pernah menjadi komisioner Komnas Perempuan dan juga kepakarannya untuk isu women and Islam banyak dijadikan referensi. Termasuk saya sendiri yang berusaha bersetia pada isu HAM-perempuan.
Selain itu Sadrah Prihatin Rianto cucu ulama besar HAMKA yang progresif pemikiran dan sikapnya, juga menjadi think tank Madania, walau tidak berlabel penggiat perempuan, tetapi pemikiran dan concern pada isu perempuan luar biasa, mbak istiatun yang juga dedikatif pada isu perempuan komunitas.
Bidang-bidang jurnalisme dan tulis menulis juga menarik, ada Ida Ahdiah, novel dan cerpennya diterjemahkan kedalam beberapa bahasa dan dapat sejumlah penghargaan, dewi Yamina juga jadi jurnalis istana yang keliling dunia meliput presiden jaman SBY, Diah Rofika dalam antengnya produktif nulis puisi dan novel/cerpen tentang isu-isu sosial terutama itu PRT yang ditekuninya.
Kalau angkatan saya ada Nurlailah Ahmad Lily Ahmad hakim progresif untuk isu perempuan dan ketua Pengadilan agama di salah satu wilayah. Dia juga salah satu tim nasional designer mekanisme mediasi di pengadilan. Ada Doktor Fatrawati Kumari ketua pusat kajian gender di UIN Antasari, senada dengan Doktor Meimunah S Moenada di UIN Riau. Ada Ida Munawwaroh mubalighot populer dan tokoh Aisiah di Purwokerto, menggerakkan isu-isu filantropy ikatan isteri dokter, memberi substansiasi pada gerakan hijabers agar tidak konservatif dan mengajak pada gerakan kemanusiaan.
Ada Nurizah Johan tokoh media yang lama dedikasikan diri di Riau post, Mysriati Luchika, pengusaha tangguh, dulu punya banyak cabang bakery Miskasari di Semarang yang sekarang dilanjut putra putrinya, dan dia mengembangkan bisnis butik dan cakery . Banyak juga yang mendedikasikan diri jadi pendidik dan pengayom masyarakat (hayuk lanjutkan sebut satu-satu), karena hebat tak harus di dunia akademik dan kiprah nasional. Semua adalah orang penting. Wali kelas kami pak Radjasa Mu’tasim guru luar biasa yang berlapis sabar tapi tegas pada kebaikan.
Buat adik-adik kelas, tidak sedikit yang melakukan kerja-kerja berharga di bidangnya, ada Betania Kartika yang jadi ass prof dan head Halal awareness di IIU Malaysia. Buat kakak kelas, Ada juga perempuan pengusaha yang juga isteri orang berpengaruh di Indonesia, seperti mbakyuku Ikun Baikuniyah . Dalam antengnya pernah rintis usaha yg memperkuat ekonomi komunitas, sekarang bisnis makanan sehat yang masuk ke konsumen foreigners, juga consern soal sampah sekitar danau.
Ada perempuan aktif juga ibu rumah tangga dan tetangga yang visioner dan reformatif seperti Asty Toro yang konsern pada perempuan muda yang harus punya integritas diri yang kuat, juga menekuni financial literacy. Hayukk lanjutkan lg nama-nama menarik, ini baru selintas yang sebagian berteman di FB.
Bagaimana dengan alumni paska KH Hamam Dja’far meninggal thn 93? Artinya selama 27 tahun ini seperti apa hasilnya di bawah KH Ahmad Najib Hamam dan Bu Nyai Ulfah Ulfa Najib Suminto, juga KH Ahmad Mustofa? Para alumninya tidak sedikit yang sekolah keluar negeri, ada yang jadi dokter, peneliti, dosen. Mereka tentu masih muda-muda, sedang kembangkan diri paska S1 atau S2, tetapi tak kalah hasilnya dengan konteks yang beragam.
Ada juga yang tertarik dengan isu perempuan, salah satunya mahasiswi tingkat akhir tapi sudah explorasi dg bacaan-bacaan bagus, dan rajin ngajak diskusi saya. Bangga saya pada mereka. 55 tahun pondokku, pesantren Pabelan Magelang. Sebetulnya ingin nyanyi syair Abu Nawas atau oh Pondokku, tetapi nggak harus hari ini, semoga suatu hari. []