Mubadalah.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut peristiwa penembakan yang dilakukan polisi, Aipda Robig kepada siswa SMK, Gamma (17) memenuhi unsur pelanggaran HAM.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yaitu sekitar 277,7 juta jiwa. Dengan kondisi penduduk Indonesia yang banyak ini, membuat bangsa kita sangat rentan terhadap berbagai macam pelanggaran, salah satunya adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki manusia s:emata-mata karena ia adalah manusia. Hak ini merupakan sekumpulan hak yang diperoleh manusia dari Tuhan Yang Maha Esa atas sejak lahir.
Menurut Bambang Sutiyoso, hak asasi manusia merupakan “konstitusi kehidupan”, karena merupakan syarat mutlak agar setiap keberasaan manusia dapat hidup selaras dengan fitrah kemanusiaannya.
Nilai-nilai seperti kebebasan, kesetaraan, otonomi, dan keamanan adalah hak yang tidak dapat seseorang atau pihak mana pun boleh mengambilnya.
Hak ini telah terumuskan secara tegas, dan penerapannya dijamin sebuah instrumen hukum yang menjadi payung hukum dalam pengakuan, perlindungan, dan penegakan HAM di Indonesia. Yakni UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Konsekuensi atas HAM adalah hadirnya kewajiban asasi manusia. Perempuan adalah komponen penting dalam kelompok pembela hak asasi manusia. Identitas dan fokus kerja perempuan pembela HAM beragam.
Generasi muda juga perlu memahami bahwa pelanggaran HAM bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan rupa, tidak terbatas pada ruang tertentu, sebab keluarga pun bisa menjadi ruang terjadinya pelanggaran HAM, termasuk salah satunya adalah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pentingnya Penegakan Hak Asasi Manusia
Melalui khutbah singkatnya ini nabi menegaskan beberapa hal. Pertama, adalah pentingnya penegakan hak asasi manusia, pertumpahan darah manusia, menodai kehormatan, dan merampas harta orang lain sangatlah tidak bisa kita benarkan dengan cara apapun.
Kedua, adalah kesetaraan umat manusia. Bahwa yang satu tidak lebih mulia dari yang lain, karena darah, asal-usul, suku, dan warna kulit seluruh manusia adalah setara dihadapan Allah. Karena hanya taqwalah yang membedakan di antara kalian. (Qs. Al-Hujarat [49]: 13).
Ketiga, adalah kezaliman harus kita tolak. Dalam hal ini, termasuk kezaliman pada diri sendiri dan kezaliman pada orang lain. Dan, saat itu kelompok yang paling rentan mengalami ketidakadilan adalah budak-budak.
Nilai-nilai kemanusiaan masa orde baru melenceng dari nilai-nilai hak asasi manusia. Teror, pembunuhan, penyiksaan, dan penahanan tanpa tahu “kesalahannya” mengiring kutukan terhadap rezim yang saat itu berkuasa. Di manakah letak kemanusiaannya sebagai pemimpin yang seharusnya mengayomi dan mengadili dengan seadil-adilnya, bukan menyamaratakan hukuman kepada orang-orang yang tidak bersalah.
Deklarasi Hak Asasi Manusia
Sebab, hadis itu sesungguhnya merupakan deklarasi hak asasi manusia jauh sebelum deklarasi yang dilakukan PBB. Ini artinya, umat islam tidak perlu khawatir dan cemas dengan istilah hak asasi manusia. Sebab dari berbagai poin yang menjadi konsensus sebagai rumusan hak asasi manusia, hadis itu sudah meliputinya. Tidak heran, bila Kang Faqihuddin menempatkan hadis itu sebagai pembukaan kitabnya.
Dalam kaca mata hak asasi manusia, secara tegas Nabi menyebutkan tiga unsur hak asasi yang wajib dilindungi: pertama, hak untuk hidup. Kedua, hak untuk memiliki properti. Ketiga, hak untuk berdaulat dan bermartabat.
كل المسلم على المسلم حرام. دمه وماله وعرضه
Sebagai manusia, seseorang berhak dan bebas untuk hidup. Tidak cukup hidup, tetapi juga harus sejahtera yang di antaranya harus memiliki properti atau harta. Lebih jauh ia juga harus bermartabat dan berdaulat. Dengan hidup “bermartabat” seseorang memiliki hak privasi. Dengan “martabat” ia bebas dari segala macam penindasan, baik ekonomi, sosial, dan bebas dari tindakan rasis.
Sebagaimana Nabi menandaskan, Seseorang tidak boleh menzalimi kepada pihak lain bahkan wajib membantu keluar dari kungkungan penindasan.
Memperhatikan Hak-hak Perempuan
Pada hambatan-hambatan substansial ini, masih kerap pula bayang-bayang hambatan kultural yang erat kaitannya dengan budaya. Siti Aminah Tardi yang juga merupakan Komisioner Komnas Perempuan, menyampaikan bahwa saat berhadapan dengan hukum, ada hak-hak perempuan yang perlu kita perhatikan.
Apakah perempuan tersebut menjadi perempuan yang berkonflik dengan hukum, menjadi korban, menjadi saksi, atau sebagai pihak dari perempuan yang berhadapan dengan hukum.
“Dalam pemenuhan hak ini, sistem terpadu atau SPPT-PKKTP menunjukkan proses keterkaitan antar pihak yang berwenang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu akses ke pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi perempuan dalam setiap proses peradilan kasus kekerasan terhadap perempuan.”
“Perempuan memiliki hak mulai dari penanganan, perlindungan, hingga pemulihan. Untuk hak penanganan meliputi hak atas informasi terhadap seluruh proses dan hasil penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Lalu hak atas layanan hukum, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas penguatan psikologis, hak atas penghapusan konten bermuatan seksual, hak mendapatkan dokumen hasil penanganan. Hingga hak atas pelayanan dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan khusus korban.”
“Sedangkan hak atas perlindungan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum terdiri dari penyediaan informasi dan akses mengenai hak dan fasilitas perlindungan, perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan, perlindungan atas kerahasiaan identitas.
Selain itu perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban, perlindungan dari mutasi atau kehilangan pekerjaan, kehilangan pendidikan atau akses politik, hingga perlindungan korban dan atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas TPKS yang telah dilaporkan.” []