• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pentingkah Mempertahankan Calon Suami yang Tidak Mempertimbangkan Pengalaman Biologis Perempuan?

Dalam konteks keputusan hamil, penting untuk kita ingat bahwa keputusan tersebut adalah keputusan bersama antara suami dan istri

Fatwa Amalia Fatwa Amalia
08/08/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Pengalaman Biologis Perempuan

Pengalaman Biologis Perempuan

3.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup. Komitmen yang melibatkan kedua belah pihak untuk saling mendukung, menghormati, dan menciptakan kehidupan yang bahagia bersama.” Kata Bu Nyai Nur Rofi’ah dalam Ngaji KGI. Kata itu berulang-ulang terlintas dalam pikiran saya.

Mubadalah.id – Islam mengusung konsep pernikahan yang kaafah (bahasa Arab: الكفاءة), mengacu pada konsep pernikahan yang berdasarkan pada kualitas, kesetaraan, kompatibilitas, dan pemenuhan kebutuhan emosional, intelektual, dan spiritual pasangan. Dalam Islam, konsep ini dianjurkan untuk menciptakan ikatan pernikahan yang kuat dan saling membangun antara suami dan istri.

Pernikahan yang kaafah melibatkan kesetaraan antara suami dan istri dalam hak, tanggung jawab, dan penghargaan. Kedua pasangan dianggap setara dalam nilai dan martabat, serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam membentuk dan mempertahankan hubungan yang sehat.

Namun, terkadang dalam hubungan tersebut, terdapat masalah serius yang muncul, seperti nihilnya penghargaan pada pengalaman biologis perempuan. Dulu saya sempat merencanakan pernikahan dengan seorang laki-laki, namun kandas karena berbagai faktor.

Dulu kami sempat membahas banyak hal, salah satunya terkait anak. Bagaimana pendidikan anak, kesiapan finansial kami untuk mempunyai anak, bagaimana pengasuhan anak, kapan akan punya anak, sampai siapa yang akan menggunakan alat kontrasepsi.

Pikir saya, keterbukaan kami menjadi awal yang baik untuk merumuskan pernikahan. Meski pada praktiknya belum tentu semua terjadi sesuai rumusan awal. Tapi setidaknya kami bisa memahami cara berpikir pasangan dan belajar untuk concern ketika berumah tangga.

Baca Juga:

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Kuasa Suami atas Tubuh Istri

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Menimbang Keputusan Bersama Suami Istri

Perbincangan kami sempat membuat saya tertegun, karena calon suami saya menginginkan anak secepatnya karena beberapa alasan seperti orang tuanya yang sudah tua, menunda punya anak adalah pamali karena ketika menunda belum tentu diberi oleh Allah SWT.

Punya anak di usia tua tidak baik bagi kesehatan ibu (padahal saya waktu itu baru berumur 22 tahun), dan ketidaksediaannya menggunakan alat kontrasepsi hanya karena dia laki-laki. “Masak pas malam pertama, saya yang harus pakai kondom?” katanya.

Saya berusaha merasionalkan alasan-alasan calon suami saya dan memperkuat alasan saya untuk menunda kehamilan satu tahun sampai dua tahun pasca menikah. Tapi negosiasi saya sebagai calon istri sekaligus ibu belum sampai ia hiraukan.

Dalam konteks keputusan hamil, penting untuk kita ingat bahwa keputusan tersebut adalah keputusan bersama antara suami dan istri. Kedua pasangan memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam proses pembuahan, kehamilan, dan keputusan yang terkait dengan perencanaan keluarga.

Namun, keputusan hamil penting juga untuk menghormati otonomi dan keputusan perempuan. Karena kehamilan berdampak langsung pada tubuh dan kesehatan perempuan, istri memiliki hak untuk memutuskan apakah dia siap secara fisik, mental, dan emosional untuk menghadapi kehamilan dan menjadi ibu.

Menghargai dan mendukung keputusan istri adalah bagian penting dari membangun hubungan yang saling menghormati dan sehat. Ada pertanyaan yang muncul dalam benak saya, apakah seorang perempuan seharusnya mempertahankan calon suami yang tidak mempertimbangkan aspek penting dalam hidupnya?

Pentingnya Menghargai Pengalaman Biologis Perempuan

Pengalaman biologis perempuan, seperti menstruasi, kehamilan, melahirkan, dan menyusui, merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang perempuan. Pengalaman-pengalaman ini dapat memiliki dampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental perempuan.

Penting bagi pasangan dalam pernikahan untuk saling menghormati dan memahami pengalaman tersebut. Menghargai pengalaman biologis perempuan mencerminkan penghargaan terhadap identitas perempuan itu sendiri.

Tidak mempertimbangkan pengalaman biologis perempuan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan emosional perempuan. Misalnya, jika calon suami tidak mempedulikan kebutuhan perempuan dalam hal kesehatan reproduksi, tidak mau terlibat dalam penggunaan alat kontrasepsi, tidak mendukung keputusan penggunaan alat kontrasepsi,  hal ini dapat menyebabkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan atau gangguan dalam perencanaan keluarga.

Selain itu, sikap yang tidak menghargai pengalaman biologis perempuan juga dapat menyebabkan stres emosional, perasaan tidak dihargai, dan ketidakseimbangan dalam hubungan.

Menomor sekiankan pengalaman biologis perempuan juga langkan untuk mewujudkan ketidaksetaraan gender dalam hubungan. Sebuah pernikahan yang sehat memerlukan pengakuan terhadap nilai-nilai dan pengalaman masing-masing pasangan. Jika seorang calon suami tidak menghargai pengalaman biologis perempuan, ini menunjukkan ketidakadilan dalam hubungan rumah tangga.

Komunikasi yang terbuka dan jujur dapat membantu mengatasi masalah ini. Pasangan harus saling mendengarkan dan berbicara tentang kekhawatiran, kebutuhan, dan harapan masing-masing. Penting bagi pasangan untuk mencari solusi bersama dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Jika calon suami menunjukkan ketidaksensitifan yang berkelanjutan dan ketidakmauan berkompromi dengan pengalaman biologis perempuan. Meskipun sudah dilakukan upaya komunikasi, perlu kita pertimbangkan dengan serius apakah mempertahankan hubungan tersebut merupakan pilihan yang sehat dan tepat.

Mempertahankan atau Memutuskan Hubungan?

Keputusan untuk mempertahankan calon suami yang tidak mempertimbangakan pengalaman biologis perempuan adalah keputusan yang sangat pribadi. Pertimbangkan beberapa faktor berikut sebelum membuat keputusan:

Pertama, pernikahan yang kaafah membutuhkan kesetaraan dan saling pengertian antara pasangan. Jika calon suami tidak mampu memahami dan menghargai pengalaman biologis perempuan, ini mungkin menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan pernikahan.

Kedua, jika calon suami menunjukkan kemauan untuk belajar, berkembang, dan berubah, ada potensi untuk memperbaiki hubungan. Namun, ini memerlukan komitmen nyata dari kedua belah pihak untuk bekerja sama dan memperbaiki ketidakmengertian yang ada.

Ketiga, mempertimbangkan hubungan jika mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan emosional. Jika kehadiran calon suami yang tidak mempertimbangakan pengalaman biologis perempuan menyebabkan stres, depresi, atau bahkan bahaya fisik, maka mempertahankan hubungan tersebut mungkin bukanlah pilihan terbaik.

Keempat, meninjau nilai-nilai fundamental terkait hak-hak perempuan, kesetaraan gender, dan penghargaan terhadap pengalaman biologis perempuan. Jika calon suami tidak sejalan dengan nilai-nilai tersebut, akan sulit untuk membangun pernikahan yang setara.

Selain empat hal di atas, penting untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, orang tua, teman, atau bahkan konselor pernikahan untuk memberikan perspektif yang objektif. Yakni guna membantu membuat keputusan terbaik sesuai dengan situasi yang dialami. []

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi Perempuanistrikeluargakeluarga berencanaPengalaman biologis perempuanperkawinansuami
Fatwa Amalia

Fatwa Amalia

Fatwa Amalia, pengajar juga perempuan seniman asal Gresik Jawa Timur. Karya-karyanya banyak dituangkan dalam komik dan ilustrasi digital dengan fokus isu-isu perempuan dan anak @komikperempuan. Aktif di sosial media instagram: @fatwaamalia_r. Mencintai buku dan anak-anak seperti mencintai Ibu.

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuasa Suami atas Tubuh Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam
  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID