• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Desa dalam Sebuah Kamar Sudut Kota

Pada akhirnya, sebagian orang terus bertarung dengan harapan dan sisanya merapal doa bertahan dengan keadaan.

Umi Barokah Umi Barokah
05/11/2024
in Personal
0
Perempuan Desa

Perempuan Desa

597
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id- Malam itu ia tidak bisa tidur, dengan iringan lagu token listrik yang cukup berisik, tiba-tiba si perantau perempuan dari desa mendapat serangan pertanyaan di kepala.

Sepertinya sebagian warga semesta bersahabat dengan kekhawatiran, sisanya menjalani hidup tanpa rencana. Ah bukan, lebih tepatnya enggan berencana. Ia sudah bosan dijatuhkan ekspetasi, bukankah setelahnya harus merawat luka, lagi, dan lagi.

Ia ingat betul saat di bangku sekolah beberapa guru meminta murid membuat list impian. Kuliah umur sekian, lulus umur sekian, lalu menikah umur sekian? Bagaimana kabarnya saat ini? Sudah terwujudkah?

Pada akhirnya, sebagian orang terus bertarung dengan harapan dan sisanya merapal doa bertahan dengan keadaan.

“Kapan?” Masih Menjadi Momok bagi Perempuan

Tidak sedikit perantau perempuan yang enggan pulang kampung saat hari libur atau hari raya. Sudah menjadi rahasia umum bukan?.

Baca Juga:

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

“Si ambis ngapain nikah? Lanjut S3 dulu kali!” Ucap seseorang tanpa peduli.

Mukanya terlihat datar, tapi matanya berusaha kuat menahan bendungan air. Andai bisa membeli jodoh di marketplace, atau coffe shop menyediakan menu jodoh, dan para agen trevel tidak hanya menjual jasa tour guide melainkan juga bonus jodoh? Sayangnya TIDAK.

Ia merenung di pojokan kamar sambil sesekali menggerutu sendiri. Apakah standar kebahagian dan kesuksesan seseorang hanya perihal jodoh?

Salahkah jika anak perempuan berusaha mati-matian memperbaiki ekonomi keluarganya yang sedang banting tulang di kampung? Tidak bolehkah perempuan mengupayakan adik-adiknya mendapat pendidikan bagus?

Hidup dengan beragam warna

Harusnya selaras dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, tetapi anehnya justru beberapa lapisan masyarakat memberi sekat struktur sosial negeri ini.

Katanya perempuan kudu cepat menikah! Lantas kenapa pemakluman perbedaan belum merata?

Saat kuliah, bendera hijau dan bendera biru beda arah, sebaiknya jangan jadi pasangan menikah, katanya. Pulang ke kampung, do’a qunut dan tahlil masuk list persyaratan calon suami. Jika berbeda, tidak menjadi pasangan yang diamini.

Belum lagi, “naon dan nopo” merupakan mitos rahasia lama yang menentang keras perbedaan ini untuk menyatu. Marga A harus berpasangan marga B agar meneruskan keturunan dan lulusan strata sekian harus berpasangan dengan alumni strata sekian.

Lagi -lagi perihal ‘kapan’ masih banyak menjadi beban bagi perempuan dengan sekian syarat-syaratnya. Padahal dalam Islam sendiri terdapat kelonggaran hukum bukan?

Ah jadi teringat, padahal Rasul sendiri pernah bersabda bahwa menikah adalah anjuran bagi muslim bagi yang telah sanggup,

Artinya: Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.

Lalu kenapa manusia harus menuntut sesuatu yang di luar kendalinya?

Harusnya, Hidup Ada di Tangan Sendiri Bukan?

Berbeda dengan kultur penduduk kota yang cenderung sibuk dengan pekerjaan dan sebagian justru individualis, masyarakat desa yang konon terlalu ‘ramah’ hingga terlalu sibuk ingin mengetahui bagaimana kehidupan orang lain justru membuatnya enggan pulang kampung.

Sudah mau 2025, bukankah sudah seharusnya setiap perempuan mendapat kemerdekaannya sendiri.

Perihal akan melalui arah dan rute mana, ataupun rumah mana yang akan dituju, asal tidak bertentangan dengan syariat agama tidak masalah bukan?

Suara dering telepon menyadarkan dia dari berisik suara kepala, sosok perempuan desa dalam sebuah kamar ukuran 3×3 di sudut ibukota.

Dari seberang sana terdengar suara:

“Halo nduk, ada uang sekian tidak? Apakah ibu boleh minjem dulu?” []

 

 

 

 

 

 

Tags: gaya hidupGen ZmenikahMerantauPerempuan Desa
Umi Barokah

Umi Barokah

Alumni Magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah. Hobi menulis seputar Gender dan Sastra Arab

Terkait Posts

Penindasan Palestina

Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

18 Juli 2025
Kehamilan Perempuan

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

18 Juli 2025
eldest daughter syndrome

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

17 Juli 2025
Love Bombing

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

16 Juli 2025
Disiplin

Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian

15 Juli 2025
Inklusivitas

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

15 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penindasan Palestina

    Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID