• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Perjanjian Perkawinan dalam Pandangan Islam dan Hukum Positif

Dalam kitab-kitab fiqh, contoh-contoh isi perjanjian perkawinan hampir seluruhnya mengarah pada kemaslahatan istri. Misalnya, suami harus memenuhi nafkah standar, tidak mengusir istri dari rumah tinggal mereka

Redaksi Redaksi
30/09/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Perjanjian Perkawinan

Perjanjian Perkawinan

928
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang harus keduanya pegang teguh. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 1, “Hai orang-orang beriman penuhilah janji-janjimu…“

Bahkan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perjanjian yang paling wajib keduanya tunaikan adalah perjanjian yang menjadikan halalnya hubungan kelamin bagi kalian (perjanjian perkawinan).”

Semua hal yang membawa kebaikan dalam keluarga khususnya yang berorientasi pada kemaslahatan istri yang ia perjanjikan. Mengapa istri? karena biasanya para istri lah yang lebih rentan terhadap pelanggaran hak dalam keluarga.

Dalam kitab-kitab fiqh, contoh-contoh isi perjanjian perkawinan hampir seluruhnya mengarah pada kemaslahatan istri. Misalnya, suami harus memenuhi nafkah standar, tidak mengusir istri dari rumah tinggal mereka apapun alasannya, tidak melarang istri melakukan aktivitas positif.

Lalu tidak melarang istri berhubungan dengan keluarga dan teman-temannya, dan sebagainya. Ini tidak aneh, karena filosofi perjanjian pernikahan itu sendiri pada hakekatnya adalah untuk memberi manfaat dan perlindungan kepada istri.

Baca Juga:

Memahami Difabel dalam Islam: Antara Rahmat dan Keadilan

Walimatul ‘Ursy vs Wedding Dreams : Menyeimbangkan Tradisi dan Ambisi

Khithbah dan Perjanjian Perkawinan

Perjanjian Perkawinan Bukan Hal Tabu

Filosofi itu pula membuat sebagian fuqaha berpandangan bahwa tidak bersedia dimadu bisa dan boleh menjadi isi perjanjian perkawinan yang wajib dipenuhi suami, karena manfaat hal ini kembali ke istri.

Di antara sahabat Nabi dan fuqaha yang berpendapat demikian adalah Khalifah Umar bin khatab Sayyidina bin Abi Waqqash, Amru bin ‘Ash.

Juga termasuk Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Thawus, al Awza’i, Ishaq dan sebagian ulama mazhab Hambali. Pendapat ini semakin hari semakin banyak orang-orang ikuti karena kemaslahatannya semakin mereka rasakan.

Syarat ini tidak mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, karena pada dasarnya perempuan diberikan pilihan untuk poligami atau monogami.

Ketika perempuan sudah memilih dan menjadikannya sebagai syarat dan janji perkawinan, maka laki-laki yang menjadi suaminya terikat dengan janji itu. Karena poligami adalah pilihan, maka tidak bersedia bukan berarti mengharamkan yang dihalalkan Allah.

Sehingga syarat tidak mau dipoligami tidak bertentangan dengan hadis Nabi yang mengatakan, “Orang muslim terikat dengan syarat (janji) yang mereka buat, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” (HR. Turmudzi).

Hukum Positif

Dengan mengadopsi pemikiran fiqh Islam yang sudah berkembang sejak zaman sahabat Nabi, perjanjian perkawinan ditetapkan dalam hukum positif Indonesia.

Pasal 29 (UU perkawinan UU Nomor 1 Tahun 1974) memberikan peluang yang luas untuk melakukan perjanjian perkawinan meliputi apa saja sepanjang tidak melanggar batas-batas hukum dan kesusilaan.

Prosedurnya, perjanjian perkawinan didaftarkan kepada dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan yakni KUA bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi non-muslim.

Pasal 29 UU perkawinan ini lebih jelas secara rinci dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 45-52. Hanya saja KHI lebih banyak mengatur masalah percampuran dan pemisahan harta perkawinan. Yang intinya pemisahan atau pencampuran harta pencarian masing-masing tanpa menghilangkan kewajiban suami memberi nafkah keluarga (pasal 47 ayat 2 dan pasal 48 ayat 1). Sementara hal-hal lain belum merincinya.

Ini bisa kita maklumi mengingat KHI yang telah sah melalui Inpres  nomor 1 tahun 1991 itu sendiri tidak bersifat final. Melainkan dinamis dan terus bisa berkembang seirama dengan penuntutan problematik yang kian kompleks. []

Tags: Hukum PositifPandangan IslamPerjanjian Perkawinan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version