Mubadalah.id – Struktur kata dan kalimat dalam bahasa Arab membedakan segala sesuatu secara jelas dan tegas ke dalam kategori laki-laki (mudzakkar) atau perempuan (muannats).
Kata benda (ism) harus dibedakan, apakah ia laki-laki atau perempuan, baik yang nyata ada jenis kelaminya (haqiqah), seperti manusia dan binatang atau yang melalui konsensus (hukm), seperti benda-benda mati atau ungkapan abstrak.
Begitu pun kata kerja (fi’l), kata ganti (dhamir), dan kata tunjuk (isyarah), harus menyesuaikan, apakah untuk laki-laki atau perempuan.
Tantangannya adalah ketika suatu kalimat diungkapkan dalam struktur laki-laki (mudzakkar), apakah ia hanya untuk laki-laki atau mencakup perempuan juga? Atau struktur perempuan (muannats), apakah ia bisa mencakup laki-laki?
Inspirasi dari al-Qur’an
Secara struktur bahasa, QS. al-Kahf ayat 88 diungkapkan dalam bentuk mudzakkar. Apakah kalimat itu juga mencakup perempuan?
وَاَمَّا مَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهٗ جَزَاۤءً ۨالْحُسْنٰىۚ
“Dan barang siapa beriman dan berbuat kebaikan, ia akan memperoleh balasan kebaikan.” (QS. al-Kahf ayat 88).
Jika iya, mengapa al-Qur’an masih perlu menegaskan dengan ayat-ayat lain yang menyebutkan secara eksplisit kata perempuan? Misalnya dalam QS. al-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barang siapa yang berbuat baik, laki-laki maupun perempuan, dan dia beriman, maka akan Kami berikan kehidupan yang baik, dan akan Kami berikan balasan terbaik atas apa yang mereka lakukan.” (QS. al-Nahl, ayat 97).
Penyebutan kata perempuan secara jelas dalam ayat kedua (QS. al-Nahl ayat 97) adalah penegasan terhadap ayat pertama (QS. al-Kahf ayat 88), yang secara struktur menggunakan bentuk mudzakkar.
Ayat pertama, sekalipun berbentuk mudzakkar, sesungguhnya bersifat umum dan mencakup perempuan. Namun, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang ragu tentang hal ini. Sehingga al-Qur’an perlu menegaskan secara eksplisit dengan adanya ayat yang kedua.
Kedua contoh ayat ini, dan masih banyak ayat-ayat lain yang serupa, memberi inspirasi bagaimana kita harus selalu memiliki kesadaran bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama disapa sebagai subjek utuh al-Qur’an dalam semua ayat-ayatnya. []