• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Psikologi Puasa: Dari Erich Fromm dan Al-Ghazali

Tidak hanya sekedar berpuasa untuk menahan makan dan minum, namun juga berpuasa dari sifat-sifat kebinatangan kita seperti kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Sehingga diri kita kembali bersih.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
21/04/2021
in Hikmah
0
Puasa

Puasa

170
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Erich Fromm, seorang pakar psikologi sosial asal Jerman mengatakan dalam Revolution of Hope: Toward a Humanized Technology: “Kita memberi makan kemalasan, keserakahan, atau kebencian kita, atau kita membuat mereka kelaparan. Semakin banyak kita memberi makan mereka, ia akan tumbuh lebih kuat. Semakin membuat mereka kelaparan, mereka akan semakin lemah.”

Fromm menganjurkan kepada kita untuk mengatasi keserakahan dan tidak terikat oleh berhala apa pun; sesuatu selain Tuhan yang berada di luar diri kita, yang kerap kali kita percaya dan kita dijadikan sandaran: harta, kekuasaan atau apapun yang bersifat duniawi itu merupakan berhala yang harus dihancurkan.

Kita tak boleh berharap lebih kepada mahluk hidup ataupun benda-benda mati. Karena menaruh harapan secara berlebihan kepada sesuatu selain Tuhan, hanya akan melahirkan kekecewaan. Ketika seseorang mengandalkan harta, kekuasaan atau apapun di luar dirinya, dan menaruh harapan lebih kepadanya, maka secara tidak langsung ia telah memberhalakan mahluk dalam dirinya. Memasukkan sesuatu yang ada di luar ke dalam dirinya dan mempercayainya sebagai juru selamat bagi kehidupan, tidak akan menghasilkan apa-apa selain daripada kebahagiaan sementara dan kesengsaraan dalam jangka panjang.

Sebagaimana Nabi Ibrahim yang menghancurkan berhala-berhala Nimrood dengan kampak. Fromm bersih keras mengajak kita untuk menghancurkan berhala-berhala yang ada di dalam pikiran kita. Belajar mengosongkan diri, menjadi kaya tanpa harus memiliki. Meninggalkan hasrat-hasrat tak rasional dan khayalan-khayalan.

Salah satu cara agar kita tak terikat oleh berhala-berhala, tak menjadi tawanan hasrat dan budak bagi kebencian adalah dengan berpuasa, dalam arti kita menahan diri kita untuk tidak memuaskan nafsu kebinatangan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya
  • 5 Hadis Tentang Kesunahan Puasa di Bulan Sya’ban
  • Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

Baca Juga:

Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya

5 Hadis Tentang Kesunahan Puasa di Bulan Sya’ban

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

Al-Ghazali mengatakan dalam Kimiya’us Sa’adah (The Alchemy of Happiness) bahwa dalam diri manusia terkumpul berbagai macam karakter, antara lain karakter hewan, karakter binatang buas, dan karakter malaikat. Masing-masing karakter memiliki kebahagiaannya sendiri-sendiri. Kebahagiaan karakter hewan terletak pada makan, minum, tidur dan kawin (bersenggama).  Kebahagiaan karakter binatang buas terletak pada penghantaman dan terkaman, dan kebahagiaan malaikat terletak pada kesaksian kepada keindahan hadirat ketuhanan.

Karakter hewan dan bintang buaslah yang harus kita puasai di sini, yang menurut Fromm menjadi sumber dari kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Seseorang yang telah menguasai karakter kebinatangan maka dirinya akan berkembang secara penuh. Ia telah naik tingkat dari karakter kebinatangan, menuju ke karakter malaikat yang bisa menyaksikan keindahan hadirat Tuhan atau yang disebut Fromm dengan bersentuhan secara penuh dengan kenyataan, baik dari luar ataupun dalam.

Di bulan ramadan ini, kita dilatih sebulan penuh untuk tidak memanjakan karakter binatang yang ada dalam diri kita. Tidak hanya sekedar berpuasa untuk menahan makan dan minum, namun juga berpuasa dari sifat-sifat kebinatangan kita seperti kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Sehingga diri kita kembali bersih. Karena untuk bisa menuju Allah kita harus bisa melewati tiga tahapan yang dalam dunia tasawuf dikenal dengan tahapan takhali (pembersihan), tahali (pengisian), dan tajali (ketercerahan).

Kenapa kita harus membersihkan diri kita terlebih dahulu untuk bisa berjalan menuju Tuhan? Karena tidak pantas bagi seorang hamba berupaya untuk menemui Tuhannya dalam keadaan kotor. Bahkan menurut Fahruddin Faiz, pengampu Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta mengatakan bahwa wadah yang kotor, ketika diisi dengan sesuatu yang bersih, maka kotornya wadah tersebut akan mencemari isinya.

Itu mengapa, bulan ramadhan ini menjadi moment paling pas bagi kita untuk membersihkah diri. Merestart kembali pikiran dan hati kita agar kembali bersih sehingga dapat kembali menangkap kemurnian hidup dan menyaksikan keindahan-keindahan-Nya yang selama ini terhijab dari pandangan kita. []

Tags: Filsafat dan TasawufIbadah PuasapuasaRamadan 1442 HTradisi Ramadan
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Belajar Toleransi

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

22 Maret 2023
Kerja Istri

Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

21 Maret 2023
sejarah perempuan

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

21 Maret 2023
Perempuan Bekerja

Perempuan Juga Wajib Bekerja

21 Maret 2023
Prinsip Perkawinan

Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

21 Maret 2023
tujuan perkawinan

Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

20 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil

    Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist