• Login
  • Register
Sabtu, 25 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Karena Setiap Perempuan Istimewa, Berbahagialah!

Seorang perempuan mempunyai beban mitos yang amat berat. Namun tidak demikian halnya dengan laki-laki, yang harus mempertahankan citra-citra tertentu yang dapat dinilai oleh segenap masyarakat, bila ia telah menjalankan fungsi kebapakannya dengan baik atau tidak.

Zahra Amin Zahra Amin
11/04/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

190
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dua pesan masuk ke gawaiku, satu dari seorang kawan perempuan single mom, berpisah dengan suami karena mengalami KDRT, dan ia menggugat cerai, bahkan sejak putri semata wayangnya belum jua menatap dunia. Ya, ia memutuskan berpisah sejak kehamilannya menginjak usia 4 bulan ke atas.

Dalam sepi, ketika aku menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya, ia sedang menjahit manual menggunakan tangan, membuat popok dan baju bayi untuk anaknya. Ia bergumam lirih, “Zahra, saat anakku lahir nanti, yang kelak akan mengadzani bukan ayahnya.”  Sambil terbata-bata menyembunyikan isak tangis, ia minta maaf pada anaknya karena tak mampu memberi lebih, sebagaimana anak-anak yang terlahir dari orang tua lengkap. Aku spontan memalingkan muka tak tega. Jika aku berada di posisinya, pasti takkan sekuat dia mampu melewati terjalnya jalan hidup yang telah ia pilih.

Kembali ke pesan kawanku itu, dengan seorang putri yang bahkan saat ia belum dilahirkan, ditangisinya siang dan malam, yang kini putri tersebut usianya sudah belasan tahun. Kawanku itu mengaku merasa terganggu dengan permintaan orang lain, entah keluarga atau teman dekatnya sendiri, yang menyuruhnya menikah lagi. Baginya, tak mudah membuat keputusan untuk menikah. Ia merasa lebih nyaman hidup sendiri. Melajang adalah pilihannya saat ini. Dan ia terganggu pula dengan sebutan janda, stigma yang kerap melekat pada perempuan seperti dirinya.

Pesan kedua, dari seorang kawan jauh yang tak sengaja bertemu dalam satu kegiatan di Kota Cirebon. Ia menceritakan pengalamannya hampir tertipu oleh seorang yang mendaku diri ustadz, mengajaknya ta’aruf, ternyata di akhir perkenalan hendak dipoligami, karena istri pertama bekerja di luar kota. Secara tegas dia menolak tawaran dari ustadz tersebut. Baginya, lebih baik tidak menikah dari pada dipoligami. Atau menunggu hingga lelaki baik hadir dalam kehidupannya.

Itu baru dua kisah, teman-teman perempuan yang memilih jalan, meski menyadari betapa terjalnya jalan itu, berupaya memeluk rasa damai dan bahagia bagi diri sendiri, dan ini adalah hal yang lebih penting. Karena setiap perempuan istimewa, maka jangan takut untuk merebut kebahagiaan itu, tanpa harus merebut hak milik orang lain.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • Salahkah Memilih Childfree?
  • Bagaimana Menghentikan Perceraian di Luar Pengadilan?

Baca Juga:

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

Salahkah Memilih Childfree?

Bagaimana Menghentikan Perceraian di Luar Pengadilan?

Pun perempuan-perempuan lain yang sudah berkeluarga, belum dikaruniai buah hati, atau memilih membatasi jumlah anak sebab untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya, maka harus kita apresiasi positif. Bukan dengan menyinggung perasaannya, dengan menghakimi kondisinya tersebut, dan merasa menjadi manusia paling sempurna.

Belum lagi kompetisi antara ibu bekerja dan ibu rumah tangga, yang telah dikonstruksi sekian lama oleh patriarki membuat sesama perempuan menjadi saling berlomba, merasa paling baik, paling layak, dan paling hebat disebut sebagai istri sholehah, atau ibu terbaik. Sebagai perempuan, kadang-kadang letih juga dengan persoalan relasi sesama perempuan yang seolah tanpa ujung ini.

Perempuan

Mengutip Adrienne Rich seorang feminis yang banyak menulis soal-soal hak perempuan, dari buku karya Gadis Arrivia “Feminisme Sebuah Kata Hati” mengemukakan bahwa permasalahan yang ingin digarisbawahi adalah tercapainya perubahan kondisi perempuan, terutama menyuarakan persoalan-persoalan yang dihadapi ibu.

Adrienne Rich memformulasikan pernyataannya dalam dua bentuk, yakni seorang ibu adalah seorang perempuan yang melahirkan dan merawat anaknya, dan bahwa peranan ibu ini dikontruksi oleh masyarakat tentang kondisi dan pengalamannya. Bagi Adrienne, yang ingin diubah adalah bukan perempuannya, atau aktivitas menikah, hamil, melahirkan dan merawat anak, tetapi konstruksi istri dan ibu yang dibuat oleh masyarakat berdasarkan mitos-mitos yang tidak menguntungkan perempuan.

Seorang perempuan mempunyai beban mitos yang amat berat. Namun tidak demikian halnya dengan laki-laki, yang harus mempertahankan citra-citra tertentu yang dapat dinilai oleh segenap masyarakat, bila ia telah menjalankan fungsi kebapakannya dengan baik atau tidak. Karena seorang laki-laki dapat dengan mudah meninggalkan rumah dan melupakan persoalan-persoalan domestik ataupun tidak memikirkan anaknya ketika sedang bekerja di kantor atau melakukan aktivitas lain.

Sementara seorang ibu sehari-hari bergulat di antara persoalan domestik dan dunia kerja yang kedua-duanya sama penting baginya. Memberikan argumentasi bahwa seorang ibu harus memilih salah satu aktivitasnya sangatlah tidak bijaksana. Apalagi bila seorang ibu bekerja karena memang dana rumah tangga tidak mencukupi dan hanya mengandalkan penghasilan satu orang saja dari suami.

Sebaliknya, bagi ibu yang tidak bekerja, bukan berarti tidak ada persoalan yang timbul. Banyak persoalan psikologis yang muncul, dan ini mengakibatkan rasa rendah diri seorang ibu rumah tangga, baik disadari maupun tidak.

Maka, alih-alih berkompetisi yang tidak jelas juntrungannya, rebutlah bahagiamu perempuan. Ukir keberhasilan hidup dengan versimu sendiri, bukan versi orang lain, apalagi konstruk masyarakat yang kerap menjebak perempuan dalam lingkar kekerasan berbasis gender. Menjadi istri atau ibu adalah pilihan, sementara kebahagiaan adalah hak setiap orang.

Mari, rengkuh rasa damai dengan saling mendukung, memberi pengertian, ruang aman, dan support sistem bagi sesama perempuan. Karena kita tak pernah tahu sudut jiwanya, yang mungkin terluka dengan sikap kita yang kerap arogan dan semena-mena merasa menjadi manusia paling sempurna. []

 

Tags: GenderkeadilankeluargaKesalinganKesetaraanlaki-lakiperempuanperkawinanRelasi
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist