• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Psikologi Puasa: Dari Erich Fromm dan Al-Ghazali

Tidak hanya sekedar berpuasa untuk menahan makan dan minum, namun juga berpuasa dari sifat-sifat kebinatangan kita seperti kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Sehingga diri kita kembali bersih.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
21/04/2021
in Hikmah
0
Puasa

Puasa

212
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Erich Fromm, seorang pakar psikologi sosial asal Jerman mengatakan dalam Revolution of Hope: Toward a Humanized Technology: “Kita memberi makan kemalasan, keserakahan, atau kebencian kita, atau kita membuat mereka kelaparan. Semakin banyak kita memberi makan mereka, ia akan tumbuh lebih kuat. Semakin membuat mereka kelaparan, mereka akan semakin lemah.”

Fromm menganjurkan kepada kita untuk mengatasi keserakahan dan tidak terikat oleh berhala apa pun; sesuatu selain Tuhan yang berada di luar diri kita, yang kerap kali kita percaya dan kita dijadikan sandaran: harta, kekuasaan atau apapun yang bersifat duniawi itu merupakan berhala yang harus dihancurkan.

Kita tak boleh berharap lebih kepada mahluk hidup ataupun benda-benda mati. Karena menaruh harapan secara berlebihan kepada sesuatu selain Tuhan, hanya akan melahirkan kekecewaan. Ketika seseorang mengandalkan harta, kekuasaan atau apapun di luar dirinya, dan menaruh harapan lebih kepadanya, maka secara tidak langsung ia telah memberhalakan mahluk dalam dirinya. Memasukkan sesuatu yang ada di luar ke dalam dirinya dan mempercayainya sebagai juru selamat bagi kehidupan, tidak akan menghasilkan apa-apa selain daripada kebahagiaan sementara dan kesengsaraan dalam jangka panjang.

Sebagaimana Nabi Ibrahim yang menghancurkan berhala-berhala Nimrood dengan kampak. Fromm bersih keras mengajak kita untuk menghancurkan berhala-berhala yang ada di dalam pikiran kita. Belajar mengosongkan diri, menjadi kaya tanpa harus memiliki. Meninggalkan hasrat-hasrat tak rasional dan khayalan-khayalan.

Salah satu cara agar kita tak terikat oleh berhala-berhala, tak menjadi tawanan hasrat dan budak bagi kebencian adalah dengan berpuasa, dalam arti kita menahan diri kita untuk tidak memuaskan nafsu kebinatangan.

Baca Juga:

5 Keutamaan Puasa Syawal

Lailatul Qadar, sebagai Momentum Muhasabah Diri

Peluang Wanita Haid dalam Meraih Keutamaan Lailatul Qadar dalam Pandangan Islam

Lailatul Qadar dan Perempuan Haid dalam Kitab Hasyiyah al-Qalyubi

Al-Ghazali mengatakan dalam Kimiya’us Sa’adah (The Alchemy of Happiness) bahwa dalam diri manusia terkumpul berbagai macam karakter, antara lain karakter hewan, karakter binatang buas, dan karakter malaikat. Masing-masing karakter memiliki kebahagiaannya sendiri-sendiri. Kebahagiaan karakter hewan terletak pada makan, minum, tidur dan kawin (bersenggama).  Kebahagiaan karakter binatang buas terletak pada penghantaman dan terkaman, dan kebahagiaan malaikat terletak pada kesaksian kepada keindahan hadirat ketuhanan.

Karakter hewan dan bintang buaslah yang harus kita puasai di sini, yang menurut Fromm menjadi sumber dari kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Seseorang yang telah menguasai karakter kebinatangan maka dirinya akan berkembang secara penuh. Ia telah naik tingkat dari karakter kebinatangan, menuju ke karakter malaikat yang bisa menyaksikan keindahan hadirat Tuhan atau yang disebut Fromm dengan bersentuhan secara penuh dengan kenyataan, baik dari luar ataupun dalam.

Di bulan ramadan ini, kita dilatih sebulan penuh untuk tidak memanjakan karakter binatang yang ada dalam diri kita. Tidak hanya sekedar berpuasa untuk menahan makan dan minum, namun juga berpuasa dari sifat-sifat kebinatangan kita seperti kemalasan, keserakahan, dan kebencian. Sehingga diri kita kembali bersih. Karena untuk bisa menuju Allah kita harus bisa melewati tiga tahapan yang dalam dunia tasawuf dikenal dengan tahapan takhali (pembersihan), tahali (pengisian), dan tajali (ketercerahan).

Kenapa kita harus membersihkan diri kita terlebih dahulu untuk bisa berjalan menuju Tuhan? Karena tidak pantas bagi seorang hamba berupaya untuk menemui Tuhannya dalam keadaan kotor. Bahkan menurut Fahruddin Faiz, pengampu Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta mengatakan bahwa wadah yang kotor, ketika diisi dengan sesuatu yang bersih, maka kotornya wadah tersebut akan mencemari isinya.

Itu mengapa, bulan ramadhan ini menjadi moment paling pas bagi kita untuk membersihkah diri. Merestart kembali pikiran dan hati kita agar kembali bersih sehingga dapat kembali menangkap kemurnian hidup dan menyaksikan keindahan-keindahan-Nya yang selama ini terhijab dari pandangan kita. []

Tags: Filsafat dan TasawufIbadah PuasapuasaRamadan 1442 HTradisi Ramadan
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version