• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Q & A: Karir Terbaik Perempuan Domestik atau Publik, Min?

Baik di rumah maupun di publik, perempuan sendirilah yang sebaiknya memutuskan. Bahkan jika keduanya bisa dilakukan secara bersamaan, mengapa tidak?

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
23/01/2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
Pemilu

Pemilu

129
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di era modern yang serba mudah ini, perihal perempuan pekerja masih saja diperdebatkan oleh sebagian pihak. Bahkan untuk memilih sesuai keinginannya saja seakan-akan sulit karena dogma dan kehendak orang lain. Sebagaimana satu pertanyaan yang masuk melalui direct massage instagram dari seorang perempuan dengan nama akun Um*********na.

Apakah benar suara suami suara Tuhan? Karena teman–teman salaf saya bilang harus jadi muslimah yang penurut, nggak boleh bantah. Kalau suami bersikeras larang berkarir ya ngikut aja, kalau melawan dilaknat Allah. Juga ada seorang Ikhwan salaf yang berkata kepada saya,
Perempuan lebih baik nggak usah bekerja, karena kodratnya memang memiliki derajat di bawah laki-laki. Dia bilang jika meneladani Khadijah yang memang berbisnis, maka sebenarnya Khadijah setelah menikah dengan Rasul, dia berhenti berbisnis dan menyumbangkan banyak hartanya untuk dakwah. Jadi sebaiknya tempat bagi perempuan adalah di rumah.
Begitu kata dia. Apakah memang begitu, Kak? Saya kurang memahami lebih dalam hakikat diri perempuan karna saya dibesarkan di lingkungan konservatif.

Istilah suara suami adalah suara Tuhan sempat viral beberapa bulan lalu karena diungkapkan oleh salah satu youtuber ternama di Indonesia. Pernyataan yang entah dia lontarkan secara tidak sadar atau sadar sekalipun tentu dikritik banyak orang, karena tidak senafas dengan hakikat dari pernikahan itu sendiri, yakni mu’asharah bi al-ma’ruf, yang tujuan utamanya adalah mencapai sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Istilah mu’asharah bi al-ma’ruf diperkenalkan langsung di ayat al-Qur’an sebagai salah satu pedoman untuk berelasi, baik relasi dalam keluarga, rumah tangga, bahkan di lingkungan sosial masyarakat. Penggunaan mu’asharah dengan wazan mufa’alah tentu menjadi indikator bahwa berbuat baik itu harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Maka dalam relasi pernikahan, laki-laki dan perempuan harus saling berbuat baik.

Salah satunya ya dengan tidak memaksakan kehendak pasangannya, apalagi mengklaim bahwa suara suami adalah suara Tuhan yang mutlak harus ditaati. Tentu tidak bisa menyetarakan kedudukan makhluk dengan khalik, apalagi sesama makhluk itu dianjurkan hanya beribadah dan tunduk pada khalik saja, dan sesama hamba sebagai makhluk dilarang merasa lebih unggul dan merasa harus dipatuhi dibanding lainnya. Bukankah ini inti dari ajaran Tauhid?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik
  • Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

Baca Juga:

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

Lantas apakah benar perempuan sebaiknya tidak bekerja hanya karena anggapan bahwa kodratnya adalah di rumah? Siapakah yang menganggap itu kodrat? Benarkah ajaran Islam menyampaikan demikian? Tentu pernyataan-pernyataan tersebut harus dipertanyakan ulang.

Jika melihat dari nilai-nilai ajaran Islam, Agama Islam memandang bahwa perempuan bukan hanya sebagai makhluk domestik (rumahan) yang tidak diperbolehkan berkiprah di wilayah publik. Sebagai makhluk yang setara di hadapan Tuhan, sudah tentu laki-laki dan perempuan diberikan hak yang sama dalam segala bidang, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan semacamnya.

An-Nahl ayat 97 telah menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki bebas memilih pekerjaan yang ia inginkan. Dan diperkuat dengan surat an-Nisa ayat 32 yang menjelasakan bahwa keduanya memiliki hak yang sama untuk bekerja sekaligus menikmati buah dari hasil jerih payah yang mereka usahakan, ‘Bagi laki-laki dianugerahkan hak dari apa yang diusahakannya, dan bagi perempuan dianugerahkan hak dari apa yang diusahakannya.’        

Pernyataan bahwa Siti Khadijah berhenti berbisnis dan menyumbangkan hartanya untuk dakwah yang dikaitkan dengan karir terbaik perempuan yang harus di rumah tentu harus dipertanyakan kebenarannya. Bahkan itu tidak bisa menjadi alasan untuk mendomestikasi perempuan, karena kenyataannya Sayyidati Khadijah tetaplah perempuan berdaya yang berada di garis terdepan dakwah Rasulullah.

Bahkan di dalam surat al-Qasas ayat 23-28 juga dikisahkan mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja menggembala kambing di padang rumput yang kemudian bertemu dengan Nabi Musa as. Begitupun dalam surat an-Naml ayat 20-44, al-Qur’an juga mengapresiasi kepemimpinan dan karir politik perempuan yang bernama Balqis, juga ayat-ayat lain yang mengisyaratkan bahwa perempuan boleh bekerja menyusukan anak, memintal benang, dan lainnya.

Dalam praktik kehidupan zaman Nabi saw, banyak juga riwayat yang menyebutkan bahwa beberapa sahabat perempuan bekerja baik di dalam maupun di luar rumah. Contohnya adalah Asma binti Abi Bakar, istri sahabat Zubair bin Awwam yang bekerja dan bercocok tanam.

Di Kitab Sahih Muslim Nomor 1483 Juz II halaman 1211 pun disebutkan bahwa ketika Bibi Jabir bin Abdullah keluar rumah untuk bekerja memetik kurma, dia dihardik oleh seseorang untuk tidak keluar rumah. Kemudian ia melapor kepada Nabi saw, dan dengan tegas beliau menjawab, “Petiklah kurma itu, selama untuk kebaikan dan kemaslahatan.”

Dari literatur-literatur di atas jelas sekali tidak ada yang mengatakan bahwa perempuan di larang bekerja ataupun yang mengatakan karir terbaik perempuan adalah di rumah. Tentu saja statement ini tidak bisa kemudian disimpulkan dengan kebalikan bahwa karir terbaiknya di publik, bukan begitu logikanya.

Tetapi baik di rumah maupun di publik, perempuan sendirilah yang sebaiknya memutuskan. Bahkan jika keduanya bisa dilakukan secara bersamaan, mengapa tidak? Tentu dengan catatan bahwa laki-laki pun harus melakukan kebaikan yang sama, yakni sama-sama bertanggungjawab dengan urusan domestik dan pengasuhan. Bukankah akan lebih indah jika menerapkan hal tersebut dalam relasi rumah tangga? []

 

Tags: bekerjaibu rumah tanggaperempuan
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Nizar Qabbani

Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi

5 Februari 2023
Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Kehidupan Rumah Tangga

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Peran Ayah bagi Anak Perempuan

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

2 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Industri Halal

    Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist