Mubadalah.id – Mendengar nama Rangkayo Rahmah El Yunusiyah mungkin masih sangat minim diketahui banyak orang. Hal ini dikarenakan nama muslimah hebat ini sangat jarang atau bahkan tidak kita pelajari dalam daftar buku sejarah sebagai salah satu pahlawan perempuan di Indonesia yang telah banyak berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia terutama kemerdekaan bagi kaum perempuan.
Sebagai salah satu perempuan Indonesia yang bisa merasakan nikmatnya pendidikan dengan mudah saat ini. Hati penulis seakan-akan bergetar mengetahui bagaimana perjuangan seorang Rangkayo Rahmah El Yunusiyah dalam memerdekakan kaum perempuan Minangkabau agar tidak terus tenggelam dalam paradigma bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi-tinggi karena tempat akhir yang dituju hanyalah sebatas dapur, sumur, dan kasur.
Kaum perempuan selalu dipandang rendah dibanding laki-laki. Perempuan adalah makhluk yang disiapkan untuk melayani seorang suami. Kaum perempuan tertindas, sementara tiap sebentar banyak pemikiran yang mengatakan bahwa perempuan adalah tiang negara, bagaimana pula keadaan suatu negara jika ternyata tiangnya saja sangatlah rapuh?
Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El- Yunusiyah adalah nama lengkap muslimah tangguh itu. Salah satu pahlawan perempuan bangsa Indonesia yang dengan hijab syar’i melilit di kepalanya lantas tidak membatasi segala aktivitas dan semangat perjuangannya.
Rahmah adalah seorang pendidik luar biasa, reformator pendidikan Islam, pendiri Diniyyah Putri yaitu sekolah perempuan pertama di Indonesia, dan bahkan konon katanya pertama di dunia, aktivis kemanusiaan, anggota parlemen perempuan Republik Indonesia. Rahmah adalah ayam betina yang berkokok dengan gigihnya demi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Menjadi seorang pejuang dalam pendidikan Islam terutama untuk kaum perempuan, Rahmah El Yunusiyah mengawali mimpinya mendirikan sekolah khusus perempuan berawal dari sebuah keresahan yang Rahmah El Yunusiyah rasakan pada saat belajar di sekolah Diniyyah School, sekolah yang didirikan kakaknya Zainuddin Labay El-Yunusyah.
Rahmah El Yunusiyah menemui ketimpangan antara kaum perempuan dan laki-laki di sekolah ini, perempuan tidak bebas dalam mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar. Beliau menemukan banyak masalah perempuan terutama dalam perspektif fikih yang tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene adalah laki-laki. Murid perempuan pun enggan bertanya.
Inilah yang membuat Rahmah bersama kedua temannya Sitti Nansiah dan Djawana Basyir mempelajari lebih dalam tentang fikih di luar sekolah kepada Abdul Karim Amrullah seorang ulama di surau jembatan besi padang panjang.
Tepat Kamis, 1 November 1923, Rahmah resmi mendirikan sekolah yang dinamai Diniyyah Puteri Padang Panjang. Sekolah ini bagaikan lentera yang menjadi titik awal kemerdekaan kaum perempuan. Memang tak semudah membalikkan telapak tangan perjalanan mendirikan sekolah perempuan ini diwarnai berbagai perjuangan sengit dari Rahmah. Pengorbanan dalam bentuk materiil maupun non materiil banyak terkuras demi eksistensi Diniyyah Puteri dan cita-cita Rahmah El Yunusiyah dalam memberikan pengetahuan kepada kaumnya (Perempuan).
Tak sedikit rintangan harus dihadapi mulai dari pergunjingan masyarakat Padang Panjang yang masih menjunjung tinggi budaya bahwa perempuan tidak harus berpendidikan, kehadiran Belanda sebagai penjajah yang tidak menyukai kalau pribumi menjadi pintar, dan bahkan gempa pada 28 Juni 1926 berkekuatan 7,6 skala Richter yang harus membuat Diniyyah Puteri binasa dengan tanah.
Namun, gempa hanya membinasakan bangunan fisik Diniyyah Puteri, semangat Rahmah tidak ada padamnya. Perjuangan untuk membuat sekolah bagi perempuan itu tetap eksis, sehingga harus membuat Rahmah berjuang lebih keras mencari bantuan kesana kemari untuk pembangunan kembali Diniyyah Puteri.
Perjalanan panjang yang penuh dengan lelah harus beliau lalui. Berjalan berkilo-kilo meter jauh dari Padang Panjang, berdakwah dan mengadakan pengajian di berbagai masjid. Bahkan memberi pelajaran sampai ke tanah semenanjung untuk mencari uang demi eksisnya Diniyyah Puteri.
Rahmah tak hanya hadir sebagai pahlawan bagi pendidikan perempuan, Rahmah dan Diniyyah Puteri juga hadir sebagai pahlawan kemusiaan bagi korban gempa, bagi para pejuang kemerdekaan. Rahmah melakukan pembebasan terhadap perempuan-perempuan Minang yang hendak dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang. Bahkan Rahmah adalah panglima perang yang menginisiasi terbentuknya TKR Padang Panjang. Keluar masuk tahanan penjajah tidak membuat semangat beliau surut dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Tak sebatas itu, pada Tahun 1955 melalui kunjungan Rektor Universitas Al-Azhar, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, keberadaan Diniyyah puteri sebagai sekolah khusus perempuan pertama menjadi percontohan bagi Universitas Al-Azhar membuka Kulliyatul Lil Banat yang merupakan fakultas yang dikhususkan untuk perempuan. Karena hal tersebut, Rahmah El Yunusiyah kemudian mendapatkan undangan kehormatan dari Univeristas Al-Azhar Mesir dan mendapatkan gelar kehormatan “Syaikhah” yang belum pernah diberikan sebelumnya.
Gelar tersebut merupakan gelar guru besar pertama untuk perempuan di dunia. Keputusan memberikan gelar ini karena para guru besar memandang apa yang dilakukan Rahmah adalah hal yang luar biasa apalagi hal tersebut dilakukan pada kondisi Negara Indonesia dalam kondisi terjajah. Di Indonesia, pemerintah menganugerahkannya tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana secara anumerta pada 13 Agustus 2013.
Mengetahui perjuangan Rahmah El Yunusiyah dalam memerdekakan kaum perempuan melalui ilmu pengetahuan, merupakan hal yang sangat luar biasa. Sebagai seorang perempuan yang bisa menikmati mudahnya akses pendidikan saat ini merupakan tugas utama bagi kita agar terus belajar, tak hanya sibuk bersolek mempercantik diri tetapi harus terus mengembangkan kemampuan diri. []