Mubadalah.id – Secara bahasa, rahmatan lil ‘alamin adalah rahmat dan anugerah bagi seluruh semesta. Kita sebagai diri (individu maupun komunitas) adalah bagian dari semesta ini. Bukan yang utama, lalu rakus, dominatif, dan hegemonik.
Begitu pun orang lain dengan berbagai latar belakang ras, suku, bangsa, agama, bahasa, kapasitas fisik dan sosial adalah juga bagian dari semesta. Begitu pun lingkungan alam sekitar adalah bagian dari semesta. Karena itu, kita diikat oleh misi akhlâq karîmah yang ditegaskan Nabi Muhammad SAW.
Secara literal sering diartikan sebagai perilaku, karakter moral, atau kepribadian mulia. Ini benar, tetapi masih abstrak. Yang kongkret adalah ketika perilaku ini mewujud dalam sikap dan perilaku yang saling mewujudkan kemaslahatan.
Karena itu, akhlâq karîmah ini sebagai misi kemaslahatan. Yaitu segala perilaku mulia dengan mengupayakan kemaslahatan bagi diri, keluarga, orang lain, segenap manusia, dan juga lingkungan alam sekitar.
KUPI
Dengan visi rahmatan lil ‘alamin, pandangan keagamaan yang KUPI putuskan harus memastikannya sebagai rahmat dan maslahat yang benar-benar manusia rasakan, dengan segala perbedaannya dan semesta alam dengan segala jenisnya.
Yang khas dari KUPI, untuk visi kerahmatan dan misi kemaslahatan agung ini, yaitu keharusan mempertimbangkan realitas kehidupan dan pengalaman perempuan. Sehingga mereka menjadi subjek utuh dan setara, menjadi pelaku dan penerima manfaat dari visi kerahmatan dan misi kemaslahatan ini.
Gagasan paradigmatik ini menjadi perspektif, sistem pengetahuan, dan tujuan yang ingin kita capai dalam gerakan KUPI dengan berbagai kegiatan dan dalam berbagai level.
Sebagai perspektif, ia akan kita pakai sebagai lensa dalam memandang, mengetahui, menyikapi, menafsirkan, mempraktikkan, dan memperlakukan semua hal dalam kehidupan.
Sebagai sistem pengetahuan ia mengikat dan mengintegrasikan seluruh sumber-sumber tekstual dalam Islam. Terutama al-Qur’an dan Hadits, sebagai satu kesatuan yang holistik. Di mana teks-teksnya, satu sama lain saling menopang (yufassiru ba’dluhu ba’dlan), dalam kerangka gagasan ini.
Termasuk sumber-sumber pengetahuan di luar kedua teks tersebut, seperti ilmu-ilmu sosial, eksak, filsafat, atau fakta-fakta realitas kehidupan juga diintegrasikan dengan kerangka yang sama.
Hal ini semua adalah sumber-sumber yang harus dilihat sebagai sistem yang utuh, holistik, dan koheren dalam kerangka paradigma rahmatan lil ‘alamin dan akhlâq karîmah. []