• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

RIP Paus Emeritus Benedictus XVI dan Dialog Mubadalah antar Agama-agama

Selamat jalan Joseph Alois Ratzinger, sang Paus Emeritus Benedictus XVI. Duka cita mendalam saya ucapkan untuk seluruh komunitas beriman umat Katolik dunia. Belas kasih Tuhan semoga selalu iringi setiap perjalanan kembali pulang

Hafidzoh Almawaliy Ruslan Hafidzoh Almawaliy Ruslan
05/01/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Paus Emeritus Benedictus XVI

Paus Emeritus Benedictus XVI

580
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Paus Emeritus Benedictus XVI bukanlah sosok asing bagi saya. Kurun 2006 saya telah menulis kajian tentang pemberitaan kontroversi pidatonya soal jihad dalam agama Islam. Pidato ini beliau sampaikan kepada mahasiswa Universitas Regensburg, Jerman pada 12 September di tahun yang sama. Tulisan itu merupakan tugas akhir bagi konsentrasi kesarjanaan yang saya ambil. Di moment wisuda, kajian itu sempat peroleh Puslit award dan rektorat beri semangat dengan tepuk pundak agar terbitkan sebagai buku, segera.

Dalam kajian itu saya ambil tajuk ‘Analisis Pemberitaan Harian Kompas tentang Pidato Paus Benedictus XVI soal Jihad’. Tujuannya untuk ketahui bagaimana konstruksi pemberitaan media mainstream paling terpercaya di Indonesia tersebut. Yakni tentang pidato sang Paus Emeritus soal jihad agama Islam yang disebutkan : ‘diwartakan dengan jalan pedang’ pada masa Nabi Muhammad saw.

Sebagai pisau analisa, saya gunakan analisis wacana model Teun A. van Dijk. Seorang profesor dari Universitas Amsterdam, Belanda yang juga mendirikan Pusat Studi Wacana pada 2017, di Universitas Pompeu Fabra, Barcelona.

Memang sebagaimana kita tahu, Harian Kompas jatidirinya sebagai media massa kerap kita katakan dekat dengan kekuatan Partai Katolik di Indonesia pada dekade 1964-1965. Saat itu para tokohnya telah berpikir cari cara efekstif untuk ‘pengaruhi’ opini publik lewat surat kabar.

Daftar Isi

    • Media Massa Independen
  • Baca Juga:
  • Doa Untuk Memiliki Keturunan Yang Berpengetahuan Agama
  • Pernikahan Nabi SAW dengan Shafiyyah Adalah Cerminan Toleransi Selain Piagam Madinah
  • Makna Perempuan Kurang Akal dan Agama dalam Pandangan Abu Syuqqah
  • Bagaimana Hukumnya Memulai dan Menjawab Salam dari Umat Berbeda Agama
    • Saling Pengakuan dan Permaafan
    • Saling Kerjasama atas Dasar Persaudaraan Kemanusiaan
    • Dialog Mubadalah antar Agama-agama

Media Massa Independen

Namun pada perkembangan berikutnya kisaran 1971-1973 (sebelum perstiwa Malari 1974) ketika Partai Katolik difusikan ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI); Kompas telah berusaha menjadi media massa independen, berpijak pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang obyektif. Menaruh belas kasih yang tinggi pada umat manusia (transcendental humanism), keterharuan dan kepedulian (compassion), serta berjuang keluar dari ikatan primordial yang dimiliki, termasuk politik dan agama, dan lebih tekankan substansi dari tiap masalah yang diberitakan.

Baca Juga:

Doa Untuk Memiliki Keturunan Yang Berpengetahuan Agama

Pernikahan Nabi SAW dengan Shafiyyah Adalah Cerminan Toleransi Selain Piagam Madinah

Makna Perempuan Kurang Akal dan Agama dalam Pandangan Abu Syuqqah

Bagaimana Hukumnya Memulai dan Menjawab Salam dari Umat Berbeda Agama

Meskipun demikian sebagian publik masih menilai latar belakang tersebut pengaruhi posisi Kompas dalam berbagai pemberitaan perdebatan politik. Utamanya bila itu menyangkut kekuatan politik Islam. Inilah yang membuat saya tertarik melakukan analisa, dengan latar belakang Kompas yang sedemikian rupa. Sementara kasus yang jadi kajian adalah persolan yang melibatkan pemimpin Umat Katolik dunia yang tengah menyoroti persoalan jihad dalam Islam dan praktik kekerasan atas nama agama.

Hasilnya berdasar pisau analisis Van Dijk, bagaimanapun Kompas telah berusaha berlaku obyektif, hidup bebas dari bias tertentu, dan menyajikan fakta dan kebenaran secara komprehensif. Namun sengaja atau tidak, teks-teks berita Kompas yang merupakan bentuk praktik ‘ideologinya’, telah beri kontribusi dalam membangun solidaritas terhadap pihak Vatikan.

Implikasinya citra Vatikan tidak terlampau ‘nampak bersalah’ atas pidato Paus Benedictus XVI tersebut. Kompas juga memilih sikap lebih akomodatif terhadap suara-suara Islam moderat yang cenderung memaklumi dan cepat memaafkan isi pidato. Ketimbang akomodatif terhadap Islam konservatif yang getol lontarkan kecaman-kecaman keras atas peristiwa saat itu.

Tapi barangkali memang inilah, sikap idealisme Kompas sebagai media massa menempatkan diri, menggunakan kekuatan dan fungsinya sebagai instrumen perjuangan ‘membangun damai’ dalam kehidupan sosial-politik antaragama dan bangsa. Ini sah dalam arti positif yang sesungguhnya karena media memang arena pergulatan ‘antar-ideologi’ yang saling berkompetisi (the battle ground for competing ideologies), kata Antonio Gramsci, filsuf sekaligus teoritikus politik Roma, Italia.

Saling Pengakuan dan Permaafan

Memang, di awal banyak kalangan tokoh agama dunia terkejut dengan isi pidato tersebut. Apalagi insiden itu terjadi di tengah upaya keras masyarakat dunia melakukan dialog, mencari solusi damai bagi kehidupan bersama. Sebagaimana yang masih terus tokoh-tokoh umat upayakan hari ini. Akibat bertambahnya situasi ketiadaan damai karena ancaman ‘perang’ global (ekonomi, sosial, politik). Konflik antaretnis dan agama, nasionalisme sempit, maupun konflik komunal lain yang disebabkan klaim-klaim kebenaran secara sepihak.

Namun demikian, situasi saat itu cepat berubah menjadi rasa simpati dan penghargaan serta maaf yang tak kalah tulusnya. Karena tak selang lama, Paus Emeritus Benedictus XVI segera mengeluarkan pernyataan permintaan maaf secara terbuka, penuh kerendahan hati dan penyesalan. Ia tegaskan bahwa isi pidato yang beliau kutip dari teks abad ke-14 milik Kaisar Bizantium, Manouel II Palaiologus, itu sama sekali tidak mencerminkan pikiran pribadinya. Justru ia mengutipnya karena berniat untuk memantik diskusi. Membangun dialog konstruktif tentang agama-agama.

Pribadi sang Paus Emeritus yang demikian menjadi contoh teladan, bagaimana diplomasi-relasi dan juga dialog konstruktif itu kita mulai. Kebesaran diri dan jiwanya menghantarkannya pada sikap rendah hati, tulus ikhlas meminta maaf atas kekhilafan yang tidak sengaja ia lakukan. Di mana mungkin sikap-sikap kerelaan dan kerendahan hati itu juga terus ia tempuh saat memilih menanggalkan jabatan dari takhta Vatikan sebagai pemimpin utama umat Katolik dunia pada 2013 karena alasan usia dan kesehatan pribadi.

Semua itu terlepas dari isu krisis signifikan terkait dugaan korupsi internal Bank Vatikan, dan juga pelecehan seksual oleh para pendeta Katolik, serta upaya mengaburkannya selama puluhan tahun. Pengunduran diri Paus Benedictus XVI adalah sebuah tradisi Vatikan yang hampir tidak pernah terjadi. Kecuali setelah hampir 600 tahun terakhir, sejak Paus Gregorius XII mengundurkan diri pada 1415 M.

Tugas ini semestinya ia emban hingga akhir hayat. Karenanya butuh keberanian dan tekad kuat yang lahir dari jiwa kepeduliannya yang tinggi terhadap keyakinan dan institusi. Ia tidak ingin Gereja Katolik terus alami distorsi akibat perpecahan, individualisme, dan persaingan internal. Ia terus saja memikirkan umat.

Saling Kerjasama atas Dasar Persaudaraan Kemanusiaan

Sikap-sikap egoistik etnosentris yang dikembangkan masing-masing baik intern maupun antar golongan untuk kepentingan sendiri, memang tidak akan pernah bisa mencapai kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin (esoteris). Di mana hal itu menjadi kebutuhan dasar kehidupan seluruh umat manusia.

Tidak peduli apapun perbedaan keyakinan, agama, suku, ras, maupun lainnya. Sikap mengedepankan kepentingan bersama, saling kerjasama dalam pengertian, juga membangun kesejahteraan yang menyeluruh atas dasar nilai persaudaraan antar manusia, adalah yang paling dibutuhkan bagi umat di seluruh belahan dunia.

Namun semua itu memang butuh kerendahan hati dan tekad untuk saling memulai membuka diri. Melepaskan kepentingan-kepentingan pribadi, serta berbuat lebih banyak lagi untuk kemaslahatan bersama. Sesuai kapasitas perjuangan. Karena hakikatnya semua manusia adalah hamba Tuhan yang berasal dari satu keturunan, Bani Adam.

Oleh sebab itu dalam sejarah, apa yang jadi jalan hidup Nabi Muhammad saw., adalah sebagaimana fitrah universal semua umat manusia yang menghendaki saling menjaga damai. Lalu kerjasama, harmoni, menjunjung tinggi kemanusiaan, menghapus ketidakadilan, sikap aniaya, kesewenang-wenangan. Itu terbukti selama memimpin umat 23 tahun atau kurang lebih 8000 hari, hanya terakumulasi 80 hari Baginda Nabi terlibat peperangan.

Itu pun semuanya dimaksudkan semata karena membela diri. Pertahankan harkat dan martabat kemanusiaan yang terus dipersekusi, teraniaya, terusir, dan dikhianatinya perjanjian damai yang telah disepakati bersama oleh kafir Quraisy. Bahkan Nabi Muhammad saw. tak segan menerima bantuan persenjataan atau kekuatan lainnya dari umat non-muslim, Yahudi dan Nasrani yang bersikap damai, mendukung dan saling bekerjasama dalam persaudaraan kemanusiaan bersama umat Islam.

Dialog Mubadalah antar Agama-agama

Dengan begitu, bercermin dari semua peristiwa perjalanan umat manusia, rasanya tidak ada apapun kebaikan yang kita peroleh dalam kehidupan ini. Kecuali bila kita kedepankan sikap pengakuan, penghormatan, dan penghargaan atas perbedaan sebagai kenyataan sejarah (historical necessity). Sekaligus kehendak Tuhan (sunnatullah). Sambil terus upayakan relasi saling kerjasama untuk dan atas dasar kemanusiaan, dengan kehalusan dan keikhlasan budi pekerti.

Jika agama-agama itu saling menuju kepada Tuhan, maka di situlah titik kesamaannya. Titik batiniyah esoterika. Ini pula yang perlu kita tekankan dalam dialog mubadalah antar agama-agama. Tuhan dari puncak ‘arsy­-Nya pasti akan terus bekerja dengan wahyu dan ilham yang dianugerahkan kepada para Nabi, para pemimpin umat, dan tokoh arif-bijak di sepanjang zaman.

Dengan penuh penghormatan, selamat jalan Joseph Alois Ratzinger, sang Paus Emeritus Benedictus XVI. Duka cita mendalam saya ucapkan untuk seluruh komunitas beriman umat Katolik dunia. Belas kasih Tuhan semoga selalu iringi setiap perjalanan kembali pulang. Wallahu a’lam bisshawab. []

Tags: agamadialogduniaPaus Emeritus Benediktus XVIPerdamaiantoleransiVatikan
Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Ibu dua putri, menyukai isu perempuan dan anak, sosial, politik, tasawuf juga teologi agama-agama

Terkait Posts

Party Pooper

Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

8 Februari 2023
Satu Abad NU

Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

8 Februari 2023
Pengesahan RUU PPRT

Mengapa Anak Muda Perlu untuk Mendukung Pengesahan RUU PPRT

7 Februari 2023
NU Merangkul Feminisme

Feminis-NU-isme: Ketika “NU Merangkul Feminisme”

7 Februari 2023
Perempuan Sekolah Tinggi

Perempuan Sekolah Tinggi-tinggi Kok di Rumah?

6 Februari 2023
Ketika Kita Bekerja

Ketika Kita Bekerja di luar Jam Kerja, Ya atau Tidak?

6 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Sisi Lain dari Haul Gus Dur ke-10 di Cirebon, yang Bikin Semua jadi Ambyar - Mubadalah pada Alissa Wahid: Islam Menolak Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
  • Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan pada Hari Anti Sunat Perempuan Internasional: Bukti Praktik P2GP Membahayakan Perempuan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist