• Login
  • Register
Rabu, 1 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

RKUHP dan Aborsi dalam Islam

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
16/09/2019
in Publik
0
RKUHP, Islam

Ilustrasi: bbc[dot]com

99
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa pekan ini kita disibukan dengan berbagai isu, salah satunya adalah terkait RKUHP atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. RKUHP  dibuat untuk mengatur perbuatan-perbuatan pidana atau apa saja yang dianggap sebagai perbuatan jahat serta mengatur juga sanksi akan hal tersebut.

Rencananya RKUHP akan diketuk palu pada tanggal 24 September mendatang. Namun sayangnya masih banyak sekali pasal problematik di RKUHP kali ini, salah satunya terkait dengan aborsi. Aborsi diatur pada pasal 470 yang menyatakan bahwa Perempuan yang menggugurkan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan kandungannya dapat dipidana maksimal 4 tahun.

Dan itu tidak mengecualikan perempuan korban perkosaan dan kepentingan medis Ibu. Padahal sangat banyak sekali Perempuan yang menjadi korban perkosaan dan hamil lalu tidak ada pilihan lain selain aborsi.

Lalu bagaimana Aborsi dalam Islam? Dalam Fiqih klasik sendiri sebenarnya sudah terdapat banyak perbedaan terkait Aborsi. Mazhab Hanafi membolehkan mengugurkan kandungan sebelum berumur 120 hari.

Mayoritas Fukaha Syafi’iyah selain Imam al-Ramli dan Mayoritas Fukaha Hanabilah selain Ibn Rajab membolehkan jika telah disetujui oleh suami dan istri serta dilakukan sebelum 40 hari. Alasannya karena sebelum 40 hari janin belum berbentuk. Walaupun kajian Obstetri dan Ginekologi terbaru menyangkal hal tersebut.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll

Baca Juga:

Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender

Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad

Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja

Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll

Pendapat Mayoritas Fukaha tersebut kemudian dijadikan acuan Hukum di Indonesia yaitu dengan lahirnya UU Kesehatan 2009 Pasal 75 yang menyatakan bahwa semua orang dilarang melakukan aborsi kecuali dua kelompok.

Kelompok pertama adalah Perempuan yang dideteksi memiliki kedaruratan medis. Sedangkan kelompok kedua adalah Perempuan yang hamil karena korban perkosaan.

UU tersebut kemudian disempurnakan dengan Pasal 31 ayat 1 dan 2 PP No.61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi yang menyatakan bahwa tindakan aborsi karena perkosaan maksimal hanya bisa dilakukan di usia 40 hari sejak hari pertama haid.

Sayangnya, realitas berkata lain. Terdapat beberapa permasalahan terkait batas maksimal aborsi 40 hari ini. Contohnya data dari statistik klinik penyedia layanan aborsi aman menyatakan bahwa hanya 1 dari 26 kasus aborsi yang dilakukan sebelum 40 hari, hal-hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan.

Pertama, korban perkosaan membutuhkan waktu untuk  bisa melapor. Bisa dibayangkan jika kita menjadi korban perkosaan, maka sangat mungkin kita trauma, menyalahkan diri sendiri dan tidak berani menceritakan karena menganggap ini aib.

Kedua, korban perkosaan sangat mungkin tidak mengetahui bahwa dirinya hamil atau terlambat mengetahui bahwa dirinya hamil. Apalagi jika dia masih kanak-kanak, bahkan ada anak yang diperkosa kemudian ketika memeriksakan diri ke dokter, dokter malah menyatakan dia sakit usus karena melihat dia masih anak-anak.

Ketiga, proses pelaporan yang lambat dan persyaratan visum yang bisa didapatkan dalam waktu yang lama (14 hari). Bisa dibayangkan pelaporan aborsi hanya bisa dilakukan di waktu 40 hari dan menunggu persyaratan visum saja harus 14 hari?

Oleh sebab itu, maka tidak mengherankan jika Guttmacher Institute dalam hasil penelitiannya terkait aborsi menyatakan bahwa setiap tahunnya terdapat sekitar 2 juta aborsi yang diinduksi terjadi di Indonesia. Di Asia Tenggara sendiri kematian yang disebabkan aborsi tidak aman adalah 14-16% dari seluruh jumlah kematian maternal.

Sementara pilihan untuk tetap menjalankan kehamilan sama saja membunuh kehidupan sang Ibu. Bisakah dibayangkan bagaimana rasanya diperkosa, melahirkan dan membesarkan anak hasil perkosaan? Apalagi jika yang diperkosa itu masih anak-anak. Trauma, menjadi korban dan harus mengurus anak dapat menjadikan Perempuan sebagai korban yang berlipat-lipat.

Lalu bagaimana hukum terkait aborsi di Islam jika dibenturkan dengan realitas yang sulit melakukan aborsi dibawah usia kehamilan 40 hari?

Fiqih sendiri sebenarnya adalah hukum Islam yang digali (istinbath-ijtihad) dari dalil-dalil yang petunjuknya bersifat dugaan (dhaniyyu ad-dalalah). Sehingga, sebagai hasil dari ijtihad hukum Fiqih memiliki potensi mengalami perubahan dan memiliki berbagai pendapat (Fleksibel).

Sehingga, untuk mengetahui hukum dari aborsi itu sendiri kita harus mengetahui apa tujuan adanya Hukum Islam. Seluruh Ulama sepakat bahwa ketentuan Allah yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.

Sehingga, dalam memandang hal ini harus dilihat kadar maslahatnya. Dalam Ushul Fiqih sendiri sudah disebutkan kaidah “Dar’ul mafasid muqaddam ala jalbi al-mashalih” yang memiliki arti Antisipasi terhadap keburukan lebih diutamakan daripada meraih kebaikan. Keburukan dalam kasus ini bisa berupa kesehatan fisik dan psikis ibu, sedangkan meraih kebaikan adalah lahirnya janin.

Maka, bisa disimpulkan sebagaimana Dr.KH.Faqihuddin dalam videonya menyatakan:

“Jika bertujuan untuk menyelamatkan jiwa dan kehidupan seorang Ibu agar terhormat maka tentu saja boleh misalkan dikhawatirkan Ibunya akan meninggal atau misalkan diperkosa sehingga dia tidak siap hidup secara bermartabat dan lain-lain”

Wallahu a’lam bis shoab

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Content Creator, Ngemis Online

Content Creator atau Ngemis Online?

28 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • keluarga

    7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist