• Login
  • Register
Senin, 20 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Roro Mendut sebagai Kisah Refleksi Perempuan Masa Depan

Kisah perjuangan perempuan dalam membela hak-haknya, Ibu Sinta ibaratkan seperti memecah batu karang, keras, berat, dan melelahkan

Choirun Nisrina Choirun Nisrina
23/02/2023
in Personal
0
Perempuan Masa Depan

Perempuan Masa Depan

719
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Roro Mendut adalah sebuah kisah legenda abad ke-17, yaitu zaman Sultan Agung penguasa kesultanan Mataram. Kerajaannya terletak di Pulau Jawa dan berpusat di Provinsi Jawa Tengah. Konon legenda ini berdasarkan kisah nyata. Masyarakat Pati khususnya daerah pesisir mempercayai legenda ini sebagai kisah nyata.

Roro Mendut terkenal dengan kisah cinta sejati seorang perempuan cantik jelita dengan seorang pemuda tampan putra seorang saudagar kaya raya. Kisah tentang Roro Mendut ini bisa menjadi refleksi bagi perempuan masa depan. Terlebih kisah cintanya disamakan dengan kisah cinta Romeo dan Juliet. Yakni cinta tanpa restu orang tua versi Jawa. Tak hanya kisah romansanya saja, Roro Mendut juga terkenal sebagai kisah perjalanan perempuan yang penuh dengan lika-liku. Baik perjalanan hidup sampai perjalanan cintanya.

Saya tertarik dengan kisah ini ketika sedang membaca tulisan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid tentang perjuangan perempuan memecah batu karang. Kisah perjuangan perempuan dalam membela hak-haknya, Ibu Sinta ibaratkan seperti memecah batu karang, keras, berat, dan melelahkan.

Hal yang sebenarnya tidak kita katakan sebagai perlawanan, tetapi melihat dunia saat itu kuat karena tarikan dan himpitan tradisi yang masih dominasi kaum laki-laki, hingga menjadikan stigma bahwa perempuan tidak boleh sama dengan laki-laki. Kaum perempuan selalu terdistorsi pemaknaannya dengan sebatas masalah asrama yang kemudian mendokrin bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, emosional dan penuh syahwat.

Dalam tulisannya, Ibu Sinta Nuriyah hanya membeberkan dua kisah, yaitu kisah Ratu Kalinyamat di Kerajaan Demak dan Roro Mendut di Kerajaan Mataram. Kedua kisah yang mewakili kisah-kisah perjuangan perempuan lain dalam kegigihannya membela dan memperjuangkan hak dan martabatnya sebagai manusia agar bisa hidup sejajar dengan kaum laki-laki.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perempuan Rimba: Simbol Adat dan Keberlanjutan Lingkungan
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama
    • Sepenggal Kisah Roro Mendut
    • Keteladanan dari Kisah Roro Mendut

Baca Juga:

Perempuan Rimba: Simbol Adat dan Keberlanjutan Lingkungan

Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota

Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

Sepenggal Kisah Roro Mendut

Banyak versi dari kisah perjalanan Roro Mendut, yang akan saya tuangkan disini adalah versi sastra Indonesia.

Roro mendut tergambarkan sebagai perempuan yang sempurna. Berparas cantik, cerdik, pintar dan terlihat sebagai perempuan yang sangat menarik. Roro Mendut diangkat anak oleh kakek Siwo, seorang nelayan yang berasal dari pesisir Telukcikal, Pati.

Konon Roro Mendut pernah dua kali akan menjadi selir seorang bangsawan. Pertama, sebagai selir Adipati Pragolo. Kedua, sebagai selir Tumenggung Wiroguno. Roro Mendut dijemput dan diboyong oleh serombongan punggawa utusan Adipati Pragolo untuk mereka latih menjadi wanita ningrat. Di mana ia harus mengerti tata cara kehidupan kaum priyayi di istana. Ia diserahkan kepada Ni Semongko untuk menjalani didikan mengenai tata cara kehidupan keraton. Tetapi, sebelum Adipati Pragolo berhasil memperselir Roro Mendut, Adipati Pragolo mengalami kekalahan dan gugur dalam perang melawan Mataram. Roro Mendut kemudian diboyong ke Mataram.

Di sinilah perjuangan Roro Mendut bermula. Yakni berawal dari ketertarikan seorang tangan kanan Sultan Agung yaitu Tumenggung Wiroguno yang merupakan putra dari KGPA Mangkubumi kepada Roro Mendut. Ada keinginan Tumenggung Wiroguno untuk menyunting Roro Mendut. Tetapi keinginan itu pupus karena Roro Mendut menolak keinginan sang Tumenggung. Dengan dasar Roro Mendut sudah mempunyai seorang kekasih dalam hatinya.

Hal ini membuat Tumenggung marah dan mencari berbagai cara untuk menyudutkan Roro Mendut dan membuatnya selalu dalam keadaan sulit. Penderitaan karena perlakuan Tumenggung yang sewenang-wenang kepada Roro Mendut membuat Roro kabur dari puri Wiroguno bersama Pronocitro kekasihnya. Tumenggung Wiroguno yang mengetahui Roro Mendut kabur bersama kekasihnya membuat Wiroguno tidak segan untuk menghentikan pelariannya dengan membunuh mereka berdua.

Keteladanan dari Kisah Roro Mendut

Dari kisah singkat yang saya tuangkan di atas, dapat kita lihat perjuangan seorang perempuan dari keluarga nelayan. Di mana pada masa itu termasuk dari keluarga miskin yang terbatas dalam memperoleh hak dan kebebasan. Keinginan bebas yang Roro Mendut lakukan tidak lain karena ingin mempertahankan kehormatan dan kegigihannya sebagai perempuan. Ia yang berasal dari keluarga pesisir dan perjalanan hidupnya, membuat Roro Mendut tumbuh menjadi perempuan yang kokoh, tegar dan terhormat.

Dari pengalaman itu, dia percaya bahwa sebenarnya seorang perempuan bisa mempunyai hak yang setara sama dengan laki-laki. Tetapi perlakuan dari Tumenggung Wiguno membuat Roro Mendut ingin menolak dan menentang perlakuan terhadapnya. Sehingga Roro Mendut memilih pergi dan mati demi mempertahankan apa yang seharusnya ia dapatkan.

Dari kisah ini, seperti harapan Ibu Sinta Nuriyah agar kita dapat melakukan refleksi terhadap perjuangan perempuan masa lalu untuk menatap nasib perempuan masa depan. Karena pada dasarnya, tantangan perjuangan perempuan dari masa ke masa tak lain hanya tradisi dan imajinasi. Di mana ia tumbuh subur dalam pikiran dan perasaan manusia. []

 

Tags: Kisah CintalegendaLegenda JawaNusantararoro mendut
Choirun Nisrina

Choirun Nisrina

Santri Ponpes Asy-Syaibaniy Karangsari, Karanganyar, Kab. Pekalongan dan Mahasiswa UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan

Terkait Posts

Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Perempuan Pemimpin

Membincang Perempuan Pemimpin, dan Pemimpin Perempuan

15 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an
  • Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist