• Login
  • Register
Sabtu, 30 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Sandwich Generation dan Orang Tua Durhaka

Wanda Roxanne Ratu Pricillia Wanda Roxanne Ratu Pricillia
25/07/2020
in Personal
0
Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

241
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Belakangan, jagad per-Twitter-an diramaikan oleh cuitan Revina tentang pengalamannya dan pandangannya bahwa berbakti itu adalah alat yang membuatnya sebagai “robot yang dipiara” dan menyebutkan “orang tua parasit” pada keluarga yang membebankan tanggungan keluarga pada anaknya. Juga berdasarkan pengalamannya yang harus membiayai Ibu dan adiknya.

Sebagian orang merasa memahami thread ini karena dia atau orang di sekitarnya juga mengalami hal yang serupa. Sebagian lain kontra, dan mengatakan bahwa membantu orangtua adalah bentuk bakti anak.Tentu pengalaman mereka akan memengaruhi pendapat mereka.

Begini, sebagian orang memang memiliki keluarga yang harmonis terlepas dari status ekonomi yang beragam. Sebagian lagi, dari kaya sampai miskin, keluarganya terutama orangtuanya itu toxic. Semua valid. Kita hanya kesusahan menempatkan sepatu pada kaki banyak orang yang berbeda dengan kita.

Yang menjadi benang merah adalah sandwich generation, yaitu breadwinner (pencari nafkah utama) yang memiliki beban finansial untuk menanggung biaya orangtua, dirinya sendiri  dan anaknya. Seorang anak yang harus membiayai orang tua dan adik-adiknya juga termasuk.

Bagi seorang anak yang merupakan tulang punggung keluarga, pasti tidak mudah harus berbagi tanggung jawab secara finansial untuk banyak orang apalagi jika gaji kita tidak banyak. Harus memikirkan keluarga dulu, baru kebutuhan diri sendiri.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara
  • Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?
  • Nabi Muhammad Saw: Sosok Sang Pemimpin Besar
  • Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis

Baca Juga:

Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara

Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?

Nabi Muhammad Saw: Sosok Sang Pemimpin Besar

Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis

Tentu tidak semua orangtua membebankan tanggung jawab finansial seperti ini pada anak. Dan juga sebagai anak ataupun sebagai manusia secara umum, kita pasti akan membantu orang lain, apalagi mereka telah membantu kita baik secara finansial, emosional atau pun pendidikan sejak kita kecil.

Menurut Ligwina Hananto, seorang Financial Trainer, orang desa yang terbiasa komunal maka tidak mempermasalahkan sandwich generation karena sukarela melakukan ini. Untuk orang kota yang lebih individual, sandwich generation bukan suatu kebiasaan. Tapi bagi yang berada di tengah antara komunal dan individual, sandwich generation dapat menyebabkan banyak masalah.

Untuk keluarga yang lebih dominan harmonis, pasti di dalamnya ada orangtua suportif dan anak-anak yang dekat dengan keluarganya. Sehingga membantu keluarga secara finansial bukan sesuatu yang layak dikalkulasikan jika itu tidak dipaksakan. Sebaliknya, bagi keluarga yang sejak awal penuh masalah dan kekerasan, ada orangtua yang tidak bertanggung jawab dan anak-anak yang apatis, yang memungkinakan melakukan kekerasan pada anak. Atau meninggal dunia dengan meninggalkan hutang.

Ada tipe orangtua yang berusaha mandiri sampai mereka tua, tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Ada tipe orangtua yang konsisten dengan jargonnya, “kasih Ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah” yang menuntut anaknya melakukan ini-itu.

Ada juga yang sudah berusaha memudahkan urusan anak-anaknya, tapi butuh bantuan anak-anaknya karena keterbatasannya. Ada yang memang menganggap anak adalah investasi, agar bisa membiayai dan merawat mereka ketika tua. Ada juga yang menghitung biaya membesarkan anaknya mulai dari sekolah sampai kuliah, dan meminta anaknya membayar padanya.

Dibalik orangtua yang seperti itu ada anak-anak yang bermacam pula. Ada yang merasa terpanggil untuk mengabdi pada orangtua dan menanggung beban finansial. Ada anak-anak yang dipaksa untuk memenuhi kebutuhan orangtua dan adik-adiknya padahal dia juga belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Ada yang memiliki penghasilan, tapi habis untuk biaya orangtua, hutang orangtuanya dan untuk kebutuhan pribadinya sehingga terus menunda menikah.

Menurut Ligwina, sandwich generation tidak hanya terjadi pada yang memiliki previlese secara ekonomi saja, tapi semua kelas ekonomi bisa mengalaminya. Isu dalam sandwich generation pada anak adalah terjadinya blackmail atau pemerasan. Salah satunya dengan konsep “anak tidak boleh durhaka.”

Selama ini sebutan “anak durhaka” lebih umum dari pada “orang tua durhaka”. Lalu, adakah orang tua durhaka itu?

Prof. Ayang Utriza Yakin menjelaskan bahwa ada orang tua durhaka, bukan  hanya anak durhaka. Prof. Ayang menjelaskan ada 18 ciri orangtua durhaka. Dari ke-18 ciri itu, ada ciri-ciri yang berkaitan dengan topik ini.

Pertama, yaitu orangtua yang menyakiti / merisak / menghina / merendahkan anak-anaknya dengan ucapan atau perlakuan, sehingga anak trauma atau rendah diri. Label “anak durhaka” pada anak-anak yang tidak melakukan apa yang orangtuanya mau, dapat menyebabkan rasa rendah diri pada anak. Terutama yang berhubungan dengan sandwich generation.

Kedua, yaitu orang tua yang kasar, ringan tangan, pembohong, pelit, suka maksiat, pezina, peselingkuh, pemabuk, narkoba, dan seterusnya. Mereka tidak memberikan contoh baik untuk anak-anaknya. Ada contoh kasus di Twitter, seseorang yang dipukuli oleh ayahnya untuk minta uang renovasi rumah padahal gajinya sudah habis.

Orang tua juga mengatakan padanya bahwa dia anak durhaka karena tidak melakukan keinginan orangtuanya. Padahal, 4/5 gajinya diberikan pada orangtuanya. Sejak SMA dia tidak dibiayai oleh orangtuanya. Tidak semua orang tua seperti ini, tapi tipe orangtua seperti ini memang ada.

Ketiga, yaitu orang tua yang punya banyak anak, tapi tidak mampu mendidik dan menyekolahkan anak-anak mereka. Jika orangtua ingin memiliki anak maka harus dipikirkan juga masa depan anak dan bersedia bertanggungjawab. Dalam sandwich generation, orang-orang yang secara ekonomi tidak mampu dan tidak berpendidikan akan berpeluang mengalami sandwich generation dan juga mewariskannya pada generasi selanjutnya.

Keempat, yaitu orangtua yang setiap hari berkelahi atau ribut mulut sehingga anak-anak tidak merasa damai bahkan sedih, trauma dan seterusnya. Tipe orang tua seperti ini tidak jarang juga terlibat pertengkaran dengan anaknya sehingga hubungan suami dan istri tidak harmonis, hubungan anak dan orangtua pun tidak hangat.

Kelima, yaitu orang tua yang memaksa atau menyuruh anak-anaknya yang belum dewasa  untuk bekerja membantu kehidupan orang tua. Padahal memenuhi kebutuhan rumah tangga itu kewajiban orang tua bukan kewajiban anak-anak. Haram membebani anak-anak dengan tugas-tugas yang bukan tanggungjawab mereka.

Itu adalah kelima orang tua durhaka yang berhubungan dengan sandwich generation. Jika sang anak tidak keberatan mengemban tanggung jawab itu dan memang mampu melakukannya, tentu orangtuanya tidak termasuk dalam orang tua durhaka, selama orangtuanya tidak seperti kelima tipe orang tua durhaka di atas.

Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi pada suatu keluarga dari awal hingga sekarang. Yang pasti, ada anak durhaka dan ada orangtua durhaka. []

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Tadarus

Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara

29 September 2023
Ning Sheila Hasina

Melawan Catcalling dengan Elegansi ala Ning Sheila Hasina

29 September 2023
tabarruj

Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial

26 September 2023
Lagu Teman temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob

Melihat Relasi Pertemanan dalam Lagu “Teman-temanku Udah Nikah Aku Masih Nonton SpongeBob”

26 September 2023
Perempuan Haid

Benarkah Perempuan Haid itu Kotor dan Najis?

24 September 2023
Tradisi Batu Wangi

Tradisi Batu Wangi dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw

24 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

    Dalil Tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Hadits Kecaman Alat Pembajak Tanah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Urgensi Pengesahan RUU PPRT: Payung Hukum untuk Lindungi Para Pekerja Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Tadarus Subuh: Banyak Perempuan Masa Nabi Saw Ikut Bela Negara
  • Film Air Mata di Ujung Sajadah: Dilema Ibu Kandung dan Ibu Asuh, Siapa yang Lebih Berhak?
  • Nabi Muhammad Saw: Sosok Sang Pemimpin Besar
  • Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis
  • Buku Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama: Nabi Saw Menghormati Jenazah Non-Muslim

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist