• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

Kita tidak perlu mengkhawatirkan, apalagi memperhadapkan gerakan perempuan NU dengan feminisme atau pemikiran modern apapun. Karena gerakan perempuan NU sudah memiliki cara berpikir dan strategi pergerakan yang matang, berdasarkan ajaran dan sesuai dengan karakter Aswaja an Nahdliyyah

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
03/02/2023
in Featured, Publik
0
Satu Abad NU

Satu Abad NU

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam Sarasehan satu Abad NU yang diselenggarakan oleh DPP PKB di Jakarta, 30 Januari 2023, saya diminta bicara tentang NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan. Saya sampaikanlah beberapa pokok  pikiran sebagai berikut. (Sebagian pokok-pokok pikiran ini belum  tersampaikan di Sarasehan karena waktu yang terbatas).

1. Indonesia perlu bersyukur karena kiprah dan gerakan perempuan muslimah Indonesia hari ini telah menjadi inspirasi dunia. Di mana para pemimpin dan ulama perempuan NU mengambil peran yang sangat signifikan.

Di antara fakta yang layak kita sebut sebagai contoh Indonesia inspirasi dunia adalah : Indonesia menjadi negara pertama dan masih satu-satunya di dunia yang sukses merecognisi keulamaan perempuan. Sehingga Kongres Ulama Perempuan Indonesia 1 dan 2 berjalan dengan baik, yang dihadiri lebih 1600 peserta dari dalam negeri dan 31 negara sahabat, dan mendapatkan dukungan yang luas dari dalam dan luar negeri.

Di Kongres yang inklusif ini, perempuan-perempuan NU sangat berperan baik sebagai penyelenggara, tuan rumah, maupun narasumber.  KUPI yang merecognisi eksistensi dan peran ulama perempuan, membangun metodologi pengetahuan dan fatwa keagamaan, serta mempertemukan ulama perempuan pesantren dengan kampus, juga ulama perempuan dengan aktivis, korban dan para pengambil kebijakan. Ulama dan umara Indonesia mendukung. Gerakannya mengakar. Ini hanya bisa terjadi di Indonesia.

Catatan Sejarah

Negeri ini juga mencatat sejarah sebagai (masih) satu-satunya negara yang mengirimkan Mufti perempuan dalam pertemuan mufti dunia. Beliau adalah (almh) Prof.Dr.Huzaemah T.Yanggo Ketua MUI Bidang Fatwa 2015-2020 yang adalah juga pengurus PBNU.

Baca Juga:

Perempuan dan Akar Peradaban; Membaca Ulang Hari Kartini Melalui Buku Sarinah

Empat Cara Laki-laki Membuktikan Cinta pada Kartini

Nenengisme: Gerakan Perempuan Akar Rumput

Mengapa Harus Tubuh Perempuan yang Diatur?

Kiprah, khidmah, dan kontribusi  banom-banom perempuan NU khususnya Muslimat dan Fatayat yang nyata dan mengakar di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan berbagai bidang pemberdayaan; kontribusi LKKNU untuk kemaslahatan keluarga; juga  Kopri dan IPPNU dalam menyiapkan kader-kader handal, semuanya adalah sumbangan Nahdliyyat untuk peradaban.

Dalam kancah kepemimpinan negara yang prosesnya melalui pemilu atau politik, di antara ormas Islam yang ada, NU adalah ormas yang paling banyak menempatkan kader perempuannya.

2. Mengapa perempuan NU bisa demikian? Ada faktor-faktor pendukung yang sangat penting, selain sistem politik dan demokrasi pasca reformasi yang membuka ruang kebebasan berpikir, berserikat, memilih dan dipilih bagi setiap warga negara. Yakni, pertama, Ajaran Aswaja an Nahdliyyah telah menjadi sumber ajaran dan rujukan gerakan perempuan NU.

Kalau NU bisa membangun konsep negara bangsa, menjadikan NKRI sebagai kesepakatan final, menerima Pancasila, demokrasi, HAM, dll. Berdasarkan ajaran dan nilai-nilai Islam Aswaja, maka gerakan perempuan NU pun demikian. Dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender untuk kemaslahatan manusia dan peradaban yang berkeadilan.

Di mana hal itu menjadi misi penting risalah Nabi Muhammad sejak diutus-  perempuan NU, sebagai bagian dari NU, juga terbuka terhadap pemikiran modern seperti demokrasi, HAM feminisme, dll.  Semua hal yang “jadid’ dicerna, dikaji dan direformulasi sesuai dengan ajaran Aswaja an Nahdliyyah untuk diambil “shalih dan ashlahnya”.

Jadi sebetulnya tidak perlu mengkhawatirkan apalagi memperhadapkan gerakan perempuan NU dengan feminisme atau pemikiran modern apapun. Karena gerakan perempuan NU sudah memiliki cara berpikir dan strategi pergerakan yang matang, berdasarkan ajaran dan sesuai dengan karakter Aswaja an Nahdliyyah.

Kontribusi Gerakan Perempuan NU bagi Peradaban

Di sinilah justru gerakan perempuan NU telah berkontribusi bagi peradaban. Yakni dengan lahirnya banyak konsep, hasil kajian, modul dan lain-lain. Tidak hanya menjadi wacana teoritis, melainkan juga secara sistematis diedukasikan hingga ke akar rumput, diinstitusionalisasikan, bahkan diadvokasikan di tingkat nasional maupun internasional.

Dalam pembahasan RUU-RUU yang terkait perempuan dan terdapat tarik menarik secara ideologis antara kelompok Islam dan sekuler, seperti RUU Pornografi dan RUU TPKS,  perempuan NU melalui berbagai peran dan ruang dapat menghadirkan pandangan-pandangan yang menyelaraskan ajaran Islam, konstitusi dan HAM hingga tema-tema yang dipolemikkan bisa diterima banyak pihak.

Semua itu karena perempuan NU menjadi bagian dari keluasan dan keluwesan khazanah, manhaj, fikrah dan harakah  Aswaja an Nahdliyyah.

Kedua, Perempuan NU dan gerakannya yang menerjemahkan Aswaja an Nahdliyyah ke dalam konsep, pemikiran, metodologi dan strategi gerakan,  senantiasa menggunakan adab dan anggah ungguh ala NU dalam membawakan dan membumikan pemikiran dan gerakannya. Amaliyah Aswaja an Nahdliyyah dan gaya hidup santri juga terpelihara.

Itulah sebabnya perempuan NU mampu melakukan transformasi sosial hingga ke akar rumput secara baik, diterima dan didukung oleh kalangan pesantren, akademisi dan kader NU secara meluas. Kemudian kalangan tersebut menjadi subyek utama transformasi sosial tersebut di ruang khidmah masing-masing.

Bisa kita bilang, pemikiran dan gerakan perempuan NU berjalan secara alamiah, organik, mengakar dan pastinya ideologis, sesuai Aswaja an Nahdliyyah yang mengedepankan keseimbangan (tawazun), keadilan (i’tidal), moderasi (tawassuth) toleransi (tasamuh). Selain itu juga amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang ma’ruf, bukan cara yang munkar.

Akar Sejarah Budaya Nusantara

Ketiga, adanya akar sejarah, budaya dan karakter Nusantara yang mendukung tumbuhnya organisasi dan  gerakan perempuan secara genuine, organik, sukarela, dan bottom up. Di Indonesia saat ini, hampir tidak ada perempuan yang tidak masuk dalam organisasi, baik resmi, paguyuban atau komunitas. Perempuan Indonesia aktif dalam oganisasi yang berbasis keluarga, agama, profesi, lingkungan, kelompok usia, kesamaan nasib, asal usul, ideologi, hingga politik. Semua ada.

Sekedar contoh : yang berbasis keluarga ada PKK, Posyandu, Dasawisma, Dharma Wanita, organisasi-organisasi isteri, hingga Serikat Pekka. Yang berbasis agama, semua ormas Islam ada banom perempuannya. Majelis Taklim malah identik dengan organisasi agama oleh, dari dan untuk perempuan. Yang berbasis profesi ada Iwapi, HIPEMI, Alisa Khadijah, Jala PRT dll. Yg berbasis kesamaan nasib ada HPDI, IPPI dll. Yang berbasis politik, semua parpol punya organisasi sayap perempuan.

Perkumpulan koperasipun banyak yang khusus perempuan. Dengan keragaman seperti itu,  perempuan Indonesia banyak yang aktif di lebih dari satu organisasi dan lintas tingkatan. Selain itu juga penting kita catat sebagai anugerah bagi Indonesia, dalam berorganisasi perempuan Indonesia  lebih menunjukkan karakter Nusantara dan femininnya. Yakni senang ngumpul, guyub, mengedepankan harmoni, musyawarah dan persatuan, peduli pada nasib sesamanya, tepa selira, serta mampu mengelola perbedaan.

Maka, organisasi wadah organisasi-organisasi perempuan pun muncul, seperti KOWANI dan BMOIWI. Bahkan, organisasi perempuan politik yang hadir untuk berkontestasi pun bisa ngumpul dan guyub di Indonesia. Hal ini juga menjadi inspirasi negara-negara lain di dunia, yakni KPPI dan KPPRI.

Apalagi LSM, gerakan perempuan dan civil society yang memang lahir untuk memperjuangkan nasib perempuan. Sangat kompak di Indonesia. Jika sudah perjuangan untuk perempuan,  kalangan agama dan nasionalis melebur. Masyarakat dan negara pun berbaur. Inilah potret  gerakan perempuan Indonesia hari ini. Membanggakan. Patut kita syukuri karena fakta ini nyata telah berkontribusi untuk merawat, membangun dan memajukan bangsa dan peradaban.

Khidmah untuk Nahdlatul Ulama

Bagaimana di lingkungan NU sendiri? Ghirah berorganisasi Nahdliyyat juga dahsyat. Di luar banom-banom yang ada, bermunculan perkumpulan-perkumpulan perempuan NU kultural yang bottom up, ideologis, sukarela, dan terbentuk karena kesamaan latar belakang,  kebutuhan, keadaan serta niat khidmah untuk NU.

Ada Bu Nyai Nusantara, HMT, JMQH, JP3M, JHQ, Nawaning Nusantara, dll. Organisasi dan  perkumpulan-perkumpulan ini lahir bukan karena ingin menyaingi Banom yang ada. Bukan karena tidak masuk dalam struktur resmi NU. Bukan pula karena syahwat kekuasaan. Semangat cinta NU dan keterpanggilan  berkhidmahlah yang melatarinya. Para perempuan NU bahkan rela berkorban untuk organisasi dan gerakannya ini. NU layak bersyukur dan berbangga dengan khidmah dan kiprah Nahdliyyatnya ini.

Keempat, tidak ada sekat yang memisahkan organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan perempuan NU yang ada di struktural maupun kultural.  Banyak perempuan yang aktif di organisasi struktural NU atau Banom-banom perempuan NU, atau partai yang PBNU dirikan (PKB) atau organisasi sayap perempuannya, adalah juga pengurus organisasi-organisasi kultural seperti BNN, HMT, JMQH, JP3M, Nawaning Nusantara, dll.

Relasi sesama perempuan NU yang berkhidmah di jalur organisasi struktural dan kultural NU sangat cair dan saling mendukung. Ini juga capaian yang layak kita syukuri.  Semua ini adalah modal sosial yang sangat baik dan kuat bagi NU akhir abad 1 menuju abad 2 ini.

Gerakan Perempuan NU Menjadi Inspirasi Dunia

3. Atas dasar ini penting bagi NU di abad keduanya untuk: Pertama, menyadari bahwa perempuan dan gerakan perempuan NU abad kedua ini sudah cukup kokoh dan telah menjadi inspirasi dunia. Terlepas dari berbagai kekurangannya. Berangkat dari kesadaran ini maka perempuan dan gerakan perempuan NU perlu menjadi subyek primer (bersama laki-laki), dan subyek penuh (bukan pelengkap penderita) dalam merawat jagat,  membangun peradaban yang berkeadilan, serta mewujudkan kemaslahahatan manusia dan semesta.

Dengan memposisikan perempuan sebagai subyek primer dan penuh dari kehidupan bersama laki-laki, in sya Allah NU mampu lebih tepat dan cepat  menjawab tantangan rapuhnya bumi, rentannya bangsa, persoalan-persoalan akut rakyat. Seperti kemiskinan dan rendahnya pendidikan,  dehumanisasi akibat kemajuan teknologi utamanya teknologi informasi, hingga kesenjangan antara demokrasi dan keadilan sosial, serta kesenjangan antara dunia maya dengan dunia nyata, bagi makin banyak penduduk Indonesia.

Kedua, Memberikan ruang khidmah bagi perempuan NU baik secara struktural maupun kultural. Di Periode Gus Yahya ini, terobosan yang signifikan sudah dilakukan di tingkat PBNU. Ini perlu kita lakukan juga di semua tingkatan.

Satu Fikrah Harakah Nahdliyyah

Ketiga, Mengkonsolidasikan dan menyinergikan semua insiatif khidmah perempuan NU. Baik yang berada di ruang khidmah kultural maupun struktural. Tidak perlu semuanya distrukturalisasikan. Jangan diperhadapkan juga. Yang penting semua dirawat, diayomi sebagai keluarga besar NU, dan dijaga agar semuanya tetap berada dalam satu fikrah dan harakah Nahdhiyyah.

Keempat, Mendorong terwujudnya kepemimpinan di berbagai level yang lebih mengedepankan dan memanifestasikan sifat-sifat jamalah Allah (keindahanNya, feminitasNya) seperti kepemimpinan yang  rahman rahim (penuh kasih sayang), lathif (lemah lembut), wadud (penuh cinta), rauf, afuww, ghofuur, muhaimin, syakur, shobur, halim, khobir, dll. Kepemimpinan yang mengedepankan jamalullah ini lebih kita perlukan untuk bumi dan kemanusiaan yang lestari. Baik pemimpinnya perempuan maupun  laki-laki.

Kelima, Jangan pernah meninggalkan, mengecilkan, mengucilkan, merendahkan dan menyalahpami gerakan perempuan NU, struktural maupun kultural. Karena semua ada atas dasar cinta dan semangat berjuang, peduli dan berbakti. Semangat, loyalitas dan pengabdian perempuan NU di berbagai ruang khidmah adalah berkah dan kekuatan yang harus terkelola sedemikian rupa. Tujuannya agar  tantangan-tantangan yang ada bisa kita hadapi bersama-sama dan cita-cita merawat jagat, membangun peradaban yang berkeadilan, serta mewujudkan kemaslahatan lebih cepat tercapai. []

Tags: gerakan perempuanKhidmahNahdlatul UlamaPerempuan NusantaraSatu Abad NU
Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version