• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Paradigma Seks-Gender: Capaian, Strategi, dan Tantangan

Pembahasan seks dan gender menjadi kunci awal dalam menganalisa semua permasalahan sosial yang diakibatkan oleh pemahaman yang keliru.

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
20/03/2021
in Aktual, Rekomendasi
0
Gender

Gender

220
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

‘Kapan anda menyadari diri anda sebagai perempuan atau laki-laki?’

Mubadalah.id – Pertanyaan yang disampaikan Nyai Masruchah, seorang ulama perempuan KUPI dalam materi ‘Gender, Seksualitas, dan Feminisme’ pada rangkaian kegiatan Dawrah Kader Ulama Perempuan Muda yang diselenggarakan oleh Fahmina Institute.

Pertanyaan ini singkat, padat, namun tidak mudah dijawab oleh para peserta. Bagaimana pun, jawabannya akan mencerminkan pemahaman tentang jenis kelamin dan konstruksi sosial yang menyertainya. Bahkan dalam tatanan ontologi, penyebutan istilah laki-laki perempuan dan pria wanita memiliki filosofi pemaknaan tersendiri yang terbentuk oleh pandangan masyarakat.

Pembahasan seks dan gender menjadi kunci awal dalam menganalisa semua permasalahan sosial yang diakibatkan oleh pemahaman yang keliru. Bahkan tak jarang, sebagian dari kita belum bisa mengidentifikasi mana pembeda yang bersifat biologis dan kodrati, disebut juga dengan seks, dan apa saja pembeda yang lahir dari konstruksi sosial masyarakat yang disebut sebagai gender.

Segala persoalan yang timbul akibat pemahaman konstruksi gender bukan hal baru. Perbedaan gender yang timbul, faktanya telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki dan terutama lebih dirasakan oleh perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur sosial dimana laki-laki dan perempuan sebenarnya sama-sama menjadi korban dari sistem tersebut.

Dalam kontruski ini, maka lahirlah berbagai bentuk ketidakadilan gender, seperti marjinalisasi yang dirasakan perempuan baik di ruang domestik maupun publik, subordinasi dimana salah satu jenis kelamin diposisikan lebih penting dibanding jenis kelamin lainnya, pelabelan (stereotype), kekerasan, dan beban ganda bahkan multi beban yang umumnya dirasakan oleh perempuan saat memilih bekerja, tetapi masih terbebani semua pekerjaan domestik. Kelima bentuk ini merupakan diskriminasi bagi perempuan.

Baca Juga:

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

Islam dan Persoalan Gender

Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

Kelima bentuk ketidakadilan gender ini tidak mudah dihilangkan secara instan karena telah dilembagakan dalam beberapa hal, yaitu pada interpretasi pandangan agama, budaya, media, kebijakan negara, keluarga, sekolah atau lembaga pendidikan, dan sistem ekonomi.

Maka dalam proses merubah konstruksi sosial, Nyai Masruchah menyampaikan perlunya penajaman pada dua hal: Pertama, sensitivitas gender. Kedua, perspektif gender. Sensitivitas gender berarti kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender.

Juga memiliki kesadaran tentang hak-hak kesetaraan peran dan sikap anti diskriminasi terhadap perempuan, memikirkan pentingnya sebuah kebijakan terkait anti kekerasan dan anti diskriminasi, dan mempraktikkan nilai-nilai yang bermuara pada anti diskriminasi, anti kekerasan, dan penghormatan terhadap hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia.

Adapun upaya dalam menjadikan gender sebagai perspektif berarti harus menumbuhkan kepekaan terhadap kesetaraan, tidak membuka peluang terhadap praktik subordinasi, diskriminasi, dan kekerasan. Juga berupaya fokus untuk mewujudkan adanya akses yang sama terhadap perempuan dan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, dan memperhatikan pengalaman biologis perempuan sebagai sumber pengetahuan dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan.

Sebenarnya negara juga telah berupaya menerapkan kebijakan-kebijakan tentang keadilan gender dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari perubahan konstruksi gender dari waktu ke waktu. Pada tahun 70-an, Repelita II (Tahun 1974 – 1979) masih menyatakan bahwa perempuan sebagai ibu rumah tangga, laki-laki sebagai pencari nafkah atau kepala keluarga. Pada masa ini konsep dalam GHBN masih berupa Women in Development (WID).

Pada tahun 80-an di Repelita IV (Tahun 1984-1989), konsep yang dikembangkan negara adalah Women and Development (WAD), yang menyatakan bahwa peran ideal perempuan adalah berperan ganda, artinya boleh bekerja dalam ranah publik, tetapi tidak melepaskan perannya di ruang domestik.

Di Tahun 1990-1998 konsep yang berkembang adalah konsep Gender and Development (GAD). Dan di tahun 1999, setelah masa reformasi lahirlah kebijakan pengarusutamaan gender (PUG), ditandai dengan lahirnya INPRES Nomor 9 Tahun 2000.

Di tahun 2000-2015, lahirlah kebijakan Millennium Development Goals (MDGS). Sedangkan mulai tahun 2016-2030 muncullah kebijakan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau disebut juga dengan Sustainable Development Goals (SDGS).      

Untuk memperkuat kebijakan ini, pemerintah juga telah melahirkan beberapa peraturan tentang gender dan larangan diskriminasi, beberapa di antaranya terdapat pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.

Juga ada Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, Paket Undang-undang politik terkait tindakan khusus sementara terhadap kuota 30% keterwakilan perempuan, dan Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan ‘SDGs’ terutama pada tujuan yang kelima.

Dari beberapa peraturan yang sudah ada, namun masih banyak kendala dalam pelaksanaanya. Tentu saja ini adalah upaya-upaya yang harus terus disuarakan oleh semua kalangan untuk menciptakan kehidupan yang adil gender. Dengan kehidupan yang setara dan berkeadilan, maka tindakan diskriminasi dan kekerasan  bisa dicegah. Dan hal inilah yang menjadi salah satu output dan harapan dari pelaksanaan DKUP Muda Tahun 2021 ini. []

Tags: Dawrah Kader Ulama PerempuanDKUP 2021GenderkeadilanKesetaraanKongres Ulama Perempuan Indonesia
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Representasi Difabel

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

16 Juli 2025
Menikah

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

15 Juli 2025
Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID