• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Paradigma Seks-Gender: Capaian, Strategi, dan Tantangan

Pembahasan seks dan gender menjadi kunci awal dalam menganalisa semua permasalahan sosial yang diakibatkan oleh pemahaman yang keliru.

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
20/03/2021
in Aktual, Rekomendasi
0
Gender

Gender

213
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

‘Kapan anda menyadari diri anda sebagai perempuan atau laki-laki?’

Mubadalah.id – Pertanyaan yang disampaikan Nyai Masruchah, seorang ulama perempuan KUPI dalam materi ‘Gender, Seksualitas, dan Feminisme’ pada rangkaian kegiatan Dawrah Kader Ulama Perempuan Muda yang diselenggarakan oleh Fahmina Institute.

Pertanyaan ini singkat, padat, namun tidak mudah dijawab oleh para peserta. Bagaimana pun, jawabannya akan mencerminkan pemahaman tentang jenis kelamin dan konstruksi sosial yang menyertainya. Bahkan dalam tatanan ontologi, penyebutan istilah laki-laki perempuan dan pria wanita memiliki filosofi pemaknaan tersendiri yang terbentuk oleh pandangan masyarakat.

Pembahasan seks dan gender menjadi kunci awal dalam menganalisa semua permasalahan sosial yang diakibatkan oleh pemahaman yang keliru. Bahkan tak jarang, sebagian dari kita belum bisa mengidentifikasi mana pembeda yang bersifat biologis dan kodrati, disebut juga dengan seks, dan apa saja pembeda yang lahir dari konstruksi sosial masyarakat yang disebut sebagai gender.

Segala persoalan yang timbul akibat pemahaman konstruksi gender bukan hal baru. Perbedaan gender yang timbul, faktanya telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki dan terutama lebih dirasakan oleh perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur sosial dimana laki-laki dan perempuan sebenarnya sama-sama menjadi korban dari sistem tersebut.

Dalam kontruski ini, maka lahirlah berbagai bentuk ketidakadilan gender, seperti marjinalisasi yang dirasakan perempuan baik di ruang domestik maupun publik, subordinasi dimana salah satu jenis kelamin diposisikan lebih penting dibanding jenis kelamin lainnya, pelabelan (stereotype), kekerasan, dan beban ganda bahkan multi beban yang umumnya dirasakan oleh perempuan saat memilih bekerja, tetapi masih terbebani semua pekerjaan domestik. Kelima bentuk ini merupakan diskriminasi bagi perempuan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
  • Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Baca Juga:

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Kelima bentuk ketidakadilan gender ini tidak mudah dihilangkan secara instan karena telah dilembagakan dalam beberapa hal, yaitu pada interpretasi pandangan agama, budaya, media, kebijakan negara, keluarga, sekolah atau lembaga pendidikan, dan sistem ekonomi.

Maka dalam proses merubah konstruksi sosial, Nyai Masruchah menyampaikan perlunya penajaman pada dua hal: Pertama, sensitivitas gender. Kedua, perspektif gender. Sensitivitas gender berarti kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender.

Juga memiliki kesadaran tentang hak-hak kesetaraan peran dan sikap anti diskriminasi terhadap perempuan, memikirkan pentingnya sebuah kebijakan terkait anti kekerasan dan anti diskriminasi, dan mempraktikkan nilai-nilai yang bermuara pada anti diskriminasi, anti kekerasan, dan penghormatan terhadap hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia.

Adapun upaya dalam menjadikan gender sebagai perspektif berarti harus menumbuhkan kepekaan terhadap kesetaraan, tidak membuka peluang terhadap praktik subordinasi, diskriminasi, dan kekerasan. Juga berupaya fokus untuk mewujudkan adanya akses yang sama terhadap perempuan dan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, dan memperhatikan pengalaman biologis perempuan sebagai sumber pengetahuan dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan.

Sebenarnya negara juga telah berupaya menerapkan kebijakan-kebijakan tentang keadilan gender dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari perubahan konstruksi gender dari waktu ke waktu. Pada tahun 70-an, Repelita II (Tahun 1974 – 1979) masih menyatakan bahwa perempuan sebagai ibu rumah tangga, laki-laki sebagai pencari nafkah atau kepala keluarga. Pada masa ini konsep dalam GHBN masih berupa Women in Development (WID).

Pada tahun 80-an di Repelita IV (Tahun 1984-1989), konsep yang dikembangkan negara adalah Women and Development (WAD), yang menyatakan bahwa peran ideal perempuan adalah berperan ganda, artinya boleh bekerja dalam ranah publik, tetapi tidak melepaskan perannya di ruang domestik.

Di Tahun 1990-1998 konsep yang berkembang adalah konsep Gender and Development (GAD). Dan di tahun 1999, setelah masa reformasi lahirlah kebijakan pengarusutamaan gender (PUG), ditandai dengan lahirnya INPRES Nomor 9 Tahun 2000.

Di tahun 2000-2015, lahirlah kebijakan Millennium Development Goals (MDGS). Sedangkan mulai tahun 2016-2030 muncullah kebijakan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau disebut juga dengan Sustainable Development Goals (SDGS).      

Untuk memperkuat kebijakan ini, pemerintah juga telah melahirkan beberapa peraturan tentang gender dan larangan diskriminasi, beberapa di antaranya terdapat pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.

Juga ada Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, Paket Undang-undang politik terkait tindakan khusus sementara terhadap kuota 30% keterwakilan perempuan, dan Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan ‘SDGs’ terutama pada tujuan yang kelima.

Dari beberapa peraturan yang sudah ada, namun masih banyak kendala dalam pelaksanaanya. Tentu saja ini adalah upaya-upaya yang harus terus disuarakan oleh semua kalangan untuk menciptakan kehidupan yang adil gender. Dengan kehidupan yang setara dan berkeadilan, maka tindakan diskriminasi dan kekerasan  bisa dicegah. Dan hal inilah yang menjadi salah satu output dan harapan dari pelaksanaan DKUP Muda Tahun 2021 ini. []

Tags: Dawrah Kader Ulama PerempuanDKUP 2021GenderkeadilanKesetaraanKongres Ulama Perempuan Indonesia
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Puasa Dalam Perspektif Psikologi

Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

28 Maret 2023
Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist