• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Selalu Ada Alasan untuk Bertahan Hidup

Cinta dalam kehidupan seseorang ibarat oase di padang gersang. Ikatan cinta pula yang menjadi alasan sebagian orang untuk bertahan hidup

Zahra Amin Zahra Amin
16/09/2023
in Personal
0
Alasan bertahan Hidup

Alasan bertahan Hidup

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hidup bukanlah soal menemukan, dan menjaga cinta yang sempurna

-Dhenok Hastuti: Kumpulan cerita Fragmen 9 Perempuan-

Mubadalah.id – Kematian, bagai tamu yang tak kita undang. Ia datang mengendap-ngendap di siang terang, maupun di malam gelap. Kabar kematian selalu saja membuat hati kita ngilu. Baik orang yang kita kenal maupun tidak, duka kematian bagi manusia seakan abadi. Di sisi lain, selalu ada alasan bagi manusia untuk bertahan hidup. Entah kematian akan datang kapan, tahu apa yang ingin kita lakukan.

Satu bulan ini berita krimininalitas yang mengakibatkan kematian wara-wiri di media, hingga kerap menimbulkan cemas berlebihan ketika harus berjauhan dengan orang-orang kesayangan. Ada dosen perempuan di Salatiga yang dibunuh oleh kuli bangunan, lalu ibu rumah tangga muda di Bekasi yang dihabisi nyawanya oleh suami sendiri.

Terakhir, adalah seorang laki-laki ayah muda di Cirebon yang tewas gantung diri setelah bertengkar dengan istrinya. Dua kasus terakhir berkaitan dengan persoalan rumah tangga pernikahan di usia muda, seakan memperkuat alasan jika menikah di usia yang masih terlampau muda, rentan mengalami konflik, KDRT hingga berakhir hilang nyawa.

Pertanyaan yang terus menerus hinggap dalam pikiranku, sebegitu murahkah harga nyawa manusia? Seakan mati menjadi jawab atas semua masalah. Mengapa sepertinya sulit sekali menemukan alasan untuk bertahan hidup bagi kita yang kerap dirundung masalah tanpa sepi.

Hampir setiap hari anak-anak manusia itu berkelindan soal relasi yang tak harmonis, dan tagihan pinjaman yang terus bertambah karena bunga berjalan. Begitulah hidup. Meski terasa berat dan enggan, mau tidak mau harus kita hadapi setiap hari, tanpa kata nanti.

Baca Juga:

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Hal-hal yang Tak Kita Hargai, Sampai Hidup Mengajarkan dengan Cara yang Menyakitkan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menjelaskan Proses Perkembangan Janin dan Awal Kehidupan Manusia

Untuk Apa Bertahan Hidup?

Setiap orang selalu punya alasan mengapa mampu bertahan hidup hingga hari ini dengan melakukan hal-hal baik. Perasaan tak berdaya, dan ingin pergi ke negeri yang tak satu orang pun aku kenali, atau mengenaliku juga pernah mampir dalam hidupku. Ada satu fase dalam hidupku merasa benar-benar kesepian, sendirian dan ingin menghilang.

Lalu apa yang membuatku bertahan? Ibu. Ya sepeninggal Ayah, tinggal Ibu yang menjadi keramat jiwa, di mana doa-doa yang ia lantunkan di sepertiga malam, menjadi obat penenang. Meski akhirnya Ibu pun harus menyerah melawan sakit berkepanjangan, meregang nyawa di ranjang rumah sakit.

Masa-masa itu, Ibu orang pertama yang aku tanyakan setiap kali hendak berangkat kerja, ingin dibawakan apa? Ingin dibelikan apa? Seolah membelikan atau membawakan Ibu sesuatu menjadi pelipur lara perasaan kosong yang kerap menghampiri. Namun sayang, kesenanganku harus berhenti ketika Ibu lebih memilih menutup mata selama-lamanya.

Sepeninggal Ibu, ragaku berjalan seperti tak bernyawa. Setiap kali pulang kerja dan masuk rumah yang kosong, baru di depan pintu ruang tamu aku tertunduk dan menangis menatap dinding rumah, lemari dan kursi yang menjadi saksi bisu keberadaan Ayah, Ibu dan masa kecilku. Hingga sering aku bertanya-tanya, untuk apa kita bertahan hidup? Sementara satu demi satu orang yang kita cintai pergi meninggalkan begitu saja.

Kekuatan Cinta

Cinta dalam kehidupan seseorang ibarat oase di padang gersang. Ikatan cinta pula yang menjadi alasan sebagian orang untuk bertahan hidup. Perasaan cinta pada pasangan, suami atau istri. Rasa cinta pada anak-anak, atau perasaan sayang pada sahabat-sahabat seiring sejalan. Hingga kadang aku bersyukur telah melewati masa-masa sulit itu, dengan kehidupan kini yang penuh dengan warna cinta.

Selain cinta, ada mimpi-mimpi, baik kecil ataupun besar mimpi kita menjadi salah satu motivasi agar bertahan menjalani kehidupan. Bagi yang belum menikah, bertemu jodoh mungkin bisa menjadi salah satu penyemangat agar mampu tegar menjalani hari- hari ke depan.

Cinta merupakan salah satu hal yang penting dalam diri manusia sama seperti oksigen. Cinta tidak bisa kita tawar. Bahkan konon semakin seseorang terhubung dengan percintaan, maka semakin sehat mereka secara fisik dan emosional. Semakin kita kurang terhubung, maka semakin banyak risiko yang kita dapatkan khususnya dari sisi fisik serta emosional.

Menurut para peneliti, bahkan cinta memiliki kekuatan sebagai antidepresan terbaik. Karena umumnya orang-orang merasa depresi ketika tidak mencintai diri sendiri dan merasa tidak dicintai orang lain.

Makna Pernikahan dan Keluarga

Selain hal-hal yang saya sebutkan di atas, kekuatan lain dari cinta adalah memberikan seseorang kemampuan untuk mengendalikan rasa sakit. Studi dari fMRI mengungkapkan bahwa pasangan jangka panjang yang terikat dalam relasi pernikahan, mempunyai lebih banyak aktivitas di bagian otak untuk mengendalikan rasa sakit.

Berdasarkan hasil penelitian yang lain, pernikahan melindungi seseorang dari rasa terisolasi. Di mana biasanya kesepian banyak kita kaitkan dengan penyebab kematian. Artinya, orang yang menikah terkadang bisa hidup lebih lama karena merasa terhubung dan dicintai.

Kekuatan terakhir dari sebuah cinta adalah memberikan hidup yang lebih bahagia. Ini adalah manfaat yang luar biasa karena kebahagian tidak dijual di manapun, dan kita harus mencarinya sendiri. Sebuah studi dalam Journal of Family Psychology menunjukkan kebahagiaan lebih bergantung pada kualitas hubungan keluarga daripada pendapatan yang diraih sebuah keluarga.

Mungkin karena kebutuhan perasaaan cinta, dan ingin dicintai setelah melewati masa kesepian yang panjang itu, saya memutuskan segera mengakhiri masa lajang. Namun bukan berarti saya anti terhadap mereka yang memilih hidup melajang atau tidak menikah. Karena kebutuhan setiap orang itu berbeda.

Dan alasan-alasan tersebut yang membuatku mampu bertahan hidup hingga hari ini. Sebab, sebagaimana yang Dhenok Hastuti tuliskan dalam Kumpulan cerpennya, “Hidup bukanlah soal menemukan, dan menjaga cinta yang sempurna.” Atau, meminjam lirik lagu Usik Feby Putri:

“.. Tiada yang meminta seperti ini. Tapi menurutku Tuhan itu baik. Merangkai ceritaku sehebat ini. Tetap menunggu dengan hati yang lapang. Bertahan dalam macamnya alur hidup. Sampai bisa tiba bertemu cahaya. Tapi menurutku Tuhan itu baik. Tapi menurutku Tuhan itu baik..” []

 

 

Tags: Bunuh DiriCintaHidupkehidupanManusia. Pembunuhan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version