• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

SKB 3 Menteri dalam Perspektif KUPI

KUPI memandang perundang-undangan adalah bagian dari komitmen dan ikatan kebangsaan yang harus dihormati dan diikuti. Sekalipun tetap harus dikontrol sejauhmana ia selaras dengan visi kerahmatan (rahmatan lil 'alamin) dan misi kemaslahatan (akhlaq karimah)

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
19/02/2021
in Publik, Rekomendasi
0
KUPI

KUPI

166
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa kolega bertanya: “Apa pandangan KUPI tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri”. Aku jawab: “Sebagai perhelatan Kongres yang sudah terjadi pada tahun 2017, KUPI tidak memiliki keputusan atau rekomendasi yang secara langsung tentang konten dari SKB ini”. Yaitu soal aturan sekolah mengenai seragam atau pakaian siswa dan tenaga pendidik di lingkungannya.

KUPI, atau Kongres Ulama Perempuan Indonesia, melalui Musyawarah Keagamaannya hanya memutuskan tiga hal: pengharaman kekerasan seksual, kewajiban perlindungan anak dari pernikahan, dan pengharaman perusakan lingkungan. Ada sejumlah rekomendasi terkait kehidupan beragama, berbangsa, dan sebagai individu manusia yang hidup bersama bangsa-bangsa lain dan juga semesta. Tetapi, tidak ada yang secara khusus berbicara konten SKB ini.

Namun, keputusan Musyawarah Keagamaan dan rekomendasi KUPI ini pasti didasarkan pada metodologi tertentu yang sudah diadopsi KUPI sebelumnya. “Apakah dengan metodologi ini, kita bisa mengeluarkan pandangan terkait SKB 3 menteri ini? Tanya kolega itu selanjutnya. Aku bilang: “Bisa, bahkan untuk semua persoalan seharusnya, walau masih harus bekerja keras dulu. Tapi bersifat individu ya. Artinya, masih pandanganku, belum pandangan kolektif KUPI sebagai jaringan dan gerakan”, jawabku.

Metodologi KUPI memiliki pondasi yang menjadi dasar bagi seluruh pandangan dan rekomendasinya. Yaitu cara pandang terhadap Islam, dengan segala ajarannya sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat Allah Swt kepada semesta) dan komitmen ber-akhlaq karimah (perilaku mulia) kepada sesama dan semesta. Dengan cara pandang ini, dua sumber utama Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits, harus didekati sebagai kesatuan yang holistik dan tidak atomik. Kesatuan yang mengandung, mencerminkan, dan mendakwahkan rahmatan lil ‘alamin dan akhlaq karimah tersebut.

Sementara seluruh warisan tradisi keislaman dengan berbagai disiplin ilmunya, mulai dari tafsir, kompilasi hadits dan syuruh-nya, fiqh dan ushul fiqh, tasawuf, kalam, filsafat, funun, dan yang lain adalah dinamika proses dalam konteks masing-masing dalam mewujudkan visi kerahmatan dan misi akhlak mulia tersebut.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah
  • Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan

Baca Juga:

Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan

Warisan ini mengandung prinsip-prinsip dasar, yang harus ditemukan, dan dilanjutkan untuk generasi kita sekarang dan mendatang. Begitupun tradisi kontemporer kita sekarang ini, dengan berbagai hasil peradabannya, terutama Konstitusi dan perundang-undangan adalah juga dinamika kehidupan yang harus dipastikan menuju dan mewujudkan visi rahmatan lil ‘alamin dan misi akhlaq karimah yang agung ini.

Menurut KUPI, cara pandang terhadap visi ini harus mengintegrasikan pengalaman perempuan dalam realitas kehidupan. Pengintegrasian ini penting, karena Islam hadir sejak awal untuk memanusiakan perempuan, memandangnya sebagai sama-sama hamba Allah Swt dan khalifah-Nya di muka bumi, untuk melakukan mandat memakmurkan dan mewujudkan kemaslahatan bagi para penduduknya. Dengan integrasi ini, relasi kesalingan dan kemitraan yang diamanatkan al-Qur’an antara laki-laki dan perempuan (QS. At-Taubah, 9: 71) bisa diwujudkan.

Perempuan tidak lebih rendah dari laki-laki yang harus menghamba kepadanya. Di hadapan Allah Swt, keduanya sama-sama rendah dan sama-sama hamba. Laki-laki juga tidak lebih utama dari perempuan. Di hadapan-Nya, keduanya sama-sama utama sebagai manusia bermartabat yang harus dimuliakan. Kehambaan manusia ini, laki-laki dan perempuan, akan naik menjadi utama jika dibarengi dengan ketakwaan.

Untuk proses ketakwaan ini, perempuan dan laki-laki, keduanya menjadi subjek utuh kehidupan, yang dituntut terlibat aktif mewujudkan visi rahmatan lil ‘alamin dan misi akhlaq karimah. Keduanya, juga berhak penuh merasakan manfaat dari visi dan misi agung ini.

Untuk mengamankan pondasi metodologi ini, KUPI harus belajar dan boleh merujuk pada berbagai sumber pengetahuan yang otoritatif. Karena itu, dalam struktur pengambilan keputusan Musyawarah Keagamaan KUPI, perundang-undangan menempati posisi keempat sebagai dasar hukum, setelah aqwal ulama (pandangan para ulama fiqh) yang ketiga, Hadits yang kedua, dan pertama al-Qur’an.

KUPI memandang perundang-undangan adalah bagian dari komitmen dan ikatan kebangsaan yang harus dihormati dan diikuti. Islam menghormati semua ikatan sosial yang mengandung kemaslahatan, dan isinya harus diikuti. Dalam kaidah fiqh disebutkan: “sesuatu yang disepakati secara sosial sama dengan sesuatu yang diputuskan secara tekstual” (al-masyruthi syarthan ka al-manshushi syar’an). Jika adat kebiasaan memiliki otoritas yang cukup kuat dalam fiqh (al-‘adah muhakkimah), maka undang-undang seharusnya jauh lebih kuat dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara (al-qawaninu muhakkimah).

Di sinilah, mengapa undang-undang itu memiliki otoritas sebagai dasar hukum bagi KUPI. Dengan cara pandang ini, SKB 3 Mentri seharusnya dipandang sebagai kebijakan yang sah dan syar’i, sebagai bagian dari perundang-undangan berbangsa dan bernegara. Hal ini dalam perspektif KUPI menempati hierarki yang keempat sebagai dasar hukum. Artinya, para pejabat daerah, terutama para kepala sekolah dan tenaga kependidikan sekolah-sekolah negeri wajib mengamalkanya. Pengamalan SKB 3 Mentri, di samping sebagai ketaatan kepada Konstitusi, juga kepatuhan pada ketentuan syar’iy.

Namun, KUPI juga menempatkan pondasi metodologinya sebagai kerangka etis dan kritik sosial kepada semua produk perundang-undangan dan kebijakan. Artinya, otoritas perundang-undangan harus terus dikontrol sejauh mana ia melayani gagasan utama yang terkandung dalam visi kerahmatan (rahmatan lil ‘alamin) dan misi kemaslahatan (akhlaq karimah) yang digariskan al-Qur’an dan Hadits. Visi dan misi ini, tentu saja, dalam metodologi KUPI berbasis pada nilai ketuhanan dan ketauhidan.

Pertanyaan selanjutnya, karena itu, apakah SKB 3 menteri melayani gagasan kerahmatan dan kemaslahatan? Atau sebaliknya, apakah ia melanggar nilai ketuhanan, kerahmatan, dan kemaslahatan? Di sinilah perlu pengujian-pengujian di tingkat lapangan, atau realitas kehidupan. Tetapi, yang jelas SKB ini tidak melarang orang beragama, beribadah, atau mengamalkan salah satu tafsirnya dalam hal berpakaian. Artinya, tidak ada yang dilanggar oleh SKB ini. Siswa atau tenaga kependidikan yang ingin berjilbab, misalnya, masih dibolehkan dan tidak dianggap sebagai pelanggaran aturan kebijakan negara.

Yang diatur oleh SKB hanyalah agar peserta didik dan tenaga kependidikan yang tidak meyakini jilbab, terutama non-muslim, tidak dipaksa mengenakanya. Inilah jantung dari SKB tersebut. Kebijakan ini dimaksudkan agar tidak ada siswa atau tenaga kependidikan yang tidak meyakini agama tertentu, dipaksa mengamalkan sesuatu dari turunananya. Seperti jilbab. Lebih mendasar lagi, kebijakan ini dikeluarkan untuk menjaga dan merawat tali persaudaraan sesama anak bangsa, yang berbeda keyakinan, agama, dan tafsir-tafsirnya.

Jika demikian maksudnya, maka tiada lain ia sesuai dengan cara pandang KUPI yang menegaskan dalam moto Kongres pertamanya: “Meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan”. Tiga nilai ini, bagi KUPI, menjadi satu kesatuan untuk maksud gagasan rahmatan lil ‘alamin dan akhlaq karimah. Yaitu, bagaimana orang berislam, sekaligus berbangsa, dan berkemanusiaan. Bukan mempertentangkan satu dengan yang lain.

Dalam konteks SKB 3 menteri tersebut, lebih spesifik, bagaimana berislam dengan memakai jilbab misalnya, tanpa harus memutus persaudaraan sesama anak bangsa, dengan memaksa yang lain memakainya. Atau bisa juga memakai atribut agama yang lain, di daerah dan tempat lain, tanpa memaksakanya kepada yang tidak beriman kepada agama tersebut. Pemaksaan ini tidak mendidik di satu sisi, juga tidak menempatkan keagamaan dan kebangsaan dalam satu kesatuan, sebagaimana yang disuarakan KUPI.

“Tentu saja, ini pendapatku pribadi, bukan pendapat resmi KUPI”, kataku mengakhiri perbincangan dengan kolegaku itu. “Namun, aku meyakini teman-teman KUPI akan menyetujui pandanganku ini. Karena substansi SKB ini menjaga ikatan kebangsaan. Ini bagi KUPI bagian dari keimanan (hubbul wathon minal iman). Semoga”, pungkasku. Wallahu a’lam. []

 

 

Tags: IndonesiakeberagamanKongres Ulama Perempuan IndonesiaSKB 3 Menteritoleransiulama perempuan
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

26 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist