• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Film The Santri Menuai Kontroversi

Mahmudah Mahmudah
23/09/2022
in Publik
0
Film The Santri Menuai Kontroversi
485
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Belakangan ini film The Santri sedang hangat yang diperbincangkan. Terutama oleh para santri, siswa, musyrif, pengasuh pondok pesantren, mahasiswa, aktifis, dan kalangan lainnya. Film yang disutradarai perempuan asli Blitar, Jawa Timur, bernama Livi Zheng itu menuai kontroversi.

Setelah trailer dirilis 9 September 2019, film yang mengangkat kehidupan santri itu banyak mendapatkan respon, baik yang pro dan kontra. Saya melihat banyak respon justru menjurus pada tanda-tanda intoleransi seperti perundungan atau bully. Itu tersebuar lewat meme, foto, video, artikel, podcast, dan pernyataan terbuka melalui sosial media seperti WhatsApp, Instagram, Youtube, dan media lainnya.

Najeela Shihab, Founder Semua Guru Semua Murid menyebutkan, bahwa perundungan bukan hanya menyoal tentang pelaku dan  korban, tetapi perilaku lingkungan. Begitupun Olweus, ilmuwan kali pertama yang memfokuskan diri pada topik bullying mengutarakan bahwa, bully merupakan sebuah tindakan atau perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang, dari waktu kewaktu dan dijadikan sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan atau kekerasan secara sistematik.

Bully bertujuan untuk merendahkan atau mengancam pihak lain. Bentuknya berupa celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan dan sebagainya.

Kiai Husein Muhammad dalam bukunya yang berjudul Toleransi Islam menyebutkan bahwa “orang yang menyimpan dendam, dengki dan iri hati hidupnya tidak akan pernah bahagia. Jiwanya senantiasa menderita dan tersiksa.”

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Hal yang harus dilakukan adalah seperti dalam syair yang ditulis oleh seorang sufi bernama Jalaluddin Rumi, beliau menuliskan “cintailah semua orang maka kau akan berada di taman-taman sorgawi”.

Selanjutnya ada juga isu bahwa seorang muslim masuk gereja artinya murtad?

Tentu tak terpikir oleh saya. Pengalaman pribadi, banyak teman saya bukan dari muslim, mereka dari berbagai keyakinan dan kepercayaan, diantaranya Khatolik, Hindu, Buddha, Protestan, Konghucu, Sunda Wiwitan, Yahudi, dan yang tidak memiliki agama (atheis).

Selama beberapa hari kami pernah dipertemukan dan tinggal bersama. Saya pun diajak mengunjungi tempat ibadah yang dianutnya. Mengapa saya melakukan hal demikian?

Pertama, saya tinggal di Indonesia yang beragam, termasuk beragam dalam beragama. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah bhinneka tunggal ika (berbeda tetapi tetap satu jua), berideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Kedua, saya Islam, Islam Indonesia. Islam yang mengajarkan perdamaian. Penuh cinta kasih. Rahmatan lil ‘Alamin. Gus Dur dalam bukunya “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” berkata untuk menjadi muslim yang baik, kiranya penuh menerima prinsip-prinsip keimanan. Termasuk soal menerima keimanan orang lain dalam hal beragama. Karena sejatinya yang mengetahui keimanan kita adalah Tuhan yang menciptakan (hablumminallah). Tanpa tidak mengabaikan hal kemanusiaan, hubungan manusia dengan manusia (hablumminannas).

Lantas bagaimana dengan seorang muslim (santri) masuk gereja dikatakan murtad? Tentu tidak bisa dikatakan demikian. Justru ketika melangkah masuk gereja keimanan kita semakin kuat dan bersyukur atas kebesaran-Nya terhadap agama yang kita anut.

Semakin menyadari bahwa semua ini adalah milik Tuhan semata, tidak ada yang disombongkan. Semakin bersyukur atas ciptaan dan keberagaman yang Tuhan berikan. Pun semakin menguatkan iman bukan melunturkan.

Lalu dengan film The Santri yang masuk gereja dan memberikan tumpeng kepada pendeta dianggap murtad? Lagi, lagi dan lagi saya katakan tidak. Ini sebagai bentuk toleransi terhadap agama. Toleransi itu ada karena dirasakan dan dialami. Menyebarkan cinta damai dan merayakan perbedaan adalah keharusan. Karena perbedaan adalah keniscayaan.[]

Mahmudah

Mahmudah

Mahmudah adalah Alumni Pondok Pesantren Buntet, Cirebon.

Terkait Posts

Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Patung Molly Malone

Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID