Mubadalah.id -Tradisi mudik di Hari Raya menjadi tradisi tahunan masyarakat Indonesia. Saban orang yang merantau melaksanakan mudik menjelang Idul Fitri, berkumpul dengan keluarga. Berikut tips mudik lebaran asyik ala Mubadalah.
Semalam saya melihat tangkapan video siaran langsung di media sosial, yang memperlihatkan kepadatan arus lalu lintas mudik lebaran di jalan raya pantura Indramayu. Anak-anak sekolah, dan pegawai kerja di beberapa tempat memang sudah libur sejak hari ini. Bahkan anak-anak santri sudah pulang ke rumah sejak minggu kemarin. Hilal lebaran nampak sudah di depan mata. Hari kemenangan segera tiba.
Tinggal menghitung hari, Ramadhan akan berlalu pergi. Ia seperti bergegas, hanya nampak punggungnya dari kejauhan. Kita seperti dilema untuk melepasnya, dengan perasaan diam dan enggan. Karena harus menyambut gembira datangnya hari raya umat Islam di seluruh dunia.
Seperti biasa, setiap tahun ada banyak tradisi yang mengiringi Idulfitri. Jelang kedatangannya, bagi yang merantau ke negeri-negeri yang dekat maupun jauh, akan berusaha untuk mudik dan pulang ke kampung halaman. Namun ketika mudik itu, kita tak hanya sekedar pulang. Ada banyak hal yang tersembunyi di balik makna mudik.
Karena bagi sebagian orang, ada begitu banyak perjuangan dan pengorbanan yang harus ditempuh hanya agar bisa melakukan ritual tahunan ini. Bisa berkumpul lagi bersama keluarga di hari yang istimewa menjadi dorongan kuat yang luar biasa. Terlebih jika masih ada orang tua, yang tak pernah letih menanti kepulangan dari anak-anak tersayang.
Maka, ini adalah tiga tips mudik asik ala Mubadalah bagi para pembaca. Pertama, jangan lupa berdoa ketika berjalan melangkah ke luar pintu rumah, atau tempat dimanapun kita berada lalu memutuskan pulang, dan mengunakan kendaraan apapun yang kita naiki, mudik untuk bertemu dengan keluarga di kampung halaman.
سُبْحَانَ الَّذِىْ سَخَّرَلَنَا هَذَا وَمَاكُنَّالَهُ مُقْرِنِيْنَ وَاِنَّآ اِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ
“Subhaanalladzii sakhkhoro lanaa haadzaa wa maa kunnaa lahu muqrininiin. Wa innaa ilaa Robbinaa lamun-qolibuun.”
Artinya: “Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.”
Kedua, mudiklah dengan rasa cinta. Saya menamakan dorongan untuk pulang itu adalah cinta. Dari orang tua untuk anak-anaknya. Dan sebaliknya, dari anak-anak kepada orang tuanya. Sehingga tepat di hari yang fitri nanti, kita akan saling bermaafan, bersalaman, sungkem dari yang muda kepada yang lebih tua. Yang muda menghormati yang lebih tua, sedangkan yang tua menyayangi yang lebih muda. Meleburkan segenap prasangka yang selama satu tahun menghinggapi jiwa.
Dengan dorongan cinta pada sesama manusia pula, akan menggerakkan hati kita untuk saling bersapa, tersenyum dan bersalaman. Semua dibingkai dalam nada silaturahmi yang mulia dan disunnahkan Nabi SAW. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya “siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung tali kasih sayang (silaturahmi).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, pastikan selama perjalanan mudik aman bagi perempuan dan anak-anak. Terutama yang mempunyai balita. Saya pernah menemui pasangan muda yang mudik menggunakan roda dua, dengan membawa bayinya yang masih usia 7 bulan. Naas, begitu berhenti di salah satu masjid di Indramayu, nyawa sang bayi tak tertolong. Karena jauhnya perjalanan yang ditempuh, dan bisingnya jalan raya, sang ibu tak mendengar anaknya menangis ingin menyusu, sampai ia dehidrasi dan melepas nyawa dalam pangkuan ibunya. Lebaran harusnya bergembira, malah disambut isak tangis seluruh keluarga.
Akhir kata, pulanglah wahai hati yang hendak berpulang. Dimanapun kini tinggal, ada hati yang selalu inginkan pulang. Pada kedamaian, dan kegembiraan hari kemenangan yang dirayakan bersama. Menelusuri jejak masa lalu, pada makam leluhur di mana kita bersimpuh dan luruh. Menyusuri jejak kenangan yang takkan mungkin terlupakan.
Ada cinta yang akan selalu membuat hati kita bergetar. Pada kerinduan masa kecil yang selalu memanggil untuk ditengok kembali. Pada sapa hangat, senyuman yang membuat hati terasa nyaman, dan usap lembut di kepala sambil mengumpulkan rupiah demi rupiah, yang kita kenang sebagai angpao lebaran.
Pulang, setelah tualang panjang yang hening dan lengang. Pintu-pintu akan terbuka sudah, mengiringi janji kebahagiaan untuk setiap hati yang tak pernah enggan untuk selalu berbagi. Selamat menempuh mudik dan perjalanan pulang, sampaikan salam kami pada keluarga. Kelak, esok ketika kembali dari kepulangan, simpan segala kisahmu untuk perjalanan berikut yang tak pernah mengenal kata surut.
Demikian penjelasan tips mudik lebaran asyik ala mubadalah. Seyogianya tips mudik lebaran ini diamalkan agar pulang kampung kian indah dan bermanfaat. [Baca juga: Gagal Mudik Bukan Sebab Pandemi, Tapi Karena Aku Perempuan]