Mubadalah.id – Deklarasi capres cawapres untuk Pemilu 2024 telah usai. 3 pasang calon telah resmi mendaftar di KPU RI. Mereka adalah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfudz MD, dan terakhir Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Wahai Tuan Capres dan Cawapres yang terhormat, kami minta, jangan lupakan isu perempuan.
Perjalanan panjang perempuan dalam proses politik dan demokrasi di negeri ini masih akan terus teruji. Sejak digelarnya Kongres Perempuan I pada 22 Desember 1928 silam. Terlebih ketika saya kembali teringat pada pertanyaan owner Warung Tuman BSD Pak Eko Sulistiyono saat dalam perjalanan Euro Trip 2023.
Pak Eko saat itu bertanya, bagaimana perempuan, atau gerakan perempuan melihat kontestasi Pemilu 2024, terutama capres-cawapres yang semuanya adalah laki-laki?
Saya menimpali pertanyaan Pak Eko tersebut dengan satu pernyataan sederhana, semoga Tuan Capres dan Cawapres tidak melupakan isu perempuan. Ketidakhadiran perempuan dalam kontestasi tersebut bukan karena ketidakmampuan, atau ketidakpercayaan dari masyarakat Indonesia terhadap tokoh-tokoh perempuan negeri ini, tetapi inilah adalah persoalan politik, yang tak sederhana, dan tidak semudah hitung-hitungan matematika.
Ada banyak kepentingan politik, konflik, dan dan hal-hal yang mungkin tidak kita ketahui. Tetapi saya ingin percaya bahwa Tuan Capres-Cawapres tidak melupakan isu perempuan.
Menilik Visi Misi Capres Cawapres 2024
Sekilas saya membaca visi misi capres-cawapres di laman Kompas.com. Di antara tiga kandidat, hanya pasangan Ganjar-Mahfudz yang memasukkan point “Perempuan Maju dan Anak Sejahtera”. Yakni dalam item misi mempercepat Pembangunan manusia Indonesia unggul yang berkualitas, produktif dan berkepribadian.
Lalu, ada pula program populis dari Prabowo-Gibran yang akan “Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil” dalam misi 8 program hasil terbaik cepat. Sementara pasangan Anies-Muhaimin, saya tidak menemukan satupun item yang menyebutkan tentang perempuan.
Untuk alasan itu pula, saya berharap Tuan Capres-Cawapres tidak lantas melupakan sama sekali isu perempuan, agar menjadi bagian dari proses demokrasi dan Pembangunan di negara ini. Tidak hanya sekadar memenuhi angka kuota 30 persen misalkan, atau sebatas penerima manfaat dari semua program prioritas. Tetapi ada pelibatan secara penuh dari proses perencanaan, hingga implementasi dan evaluasi nanti.
Tentang 8 Rekomendasi KUPI II
Melalui catatan ini, saya juga ingin mengingatkan tentang rekomendasi yang dihasilkan dalam KUPI II. Di mana perhelatan kongres tersebut semakin menegaskan bahwa posisi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sebagai sebuah gerakan.
KUPI bukanlah organisasi yang memiliki struktur hierarkis. KUPI sebagai gerakan meniscayakan adanya persemaian narasi keadilan gender di seluruh medan dakwah yang digeluti peserta kongres. Adapun rekomendasi itu antara lain:
Pertama; recognisi KUPI sebagai gerakan ulama perempuan telah diterima oleh masyarakat secara luas. Oleh karena itu, negara harus melibatkan KUPI dalam kerja-kerja strategis dan menjadikan KUPI sebagai mitra kerja pemerintah. Masyarakat sipil juga harus bersinergi dengan KUPI guna membangun peradaban yang berkeadilan baik di tingkat lokal maupun regional.
Kedua; korban dalam kasus kekerasan seksual dan perkosaan acapkali tersudut, terstigma, dan terdiskriminasi oleh narasi patriarki. Alih-laih mendapatkan bantuan hukum, korban justru semakin terpinggirkan dan dikucilkan ditengah beban psikologis yang dialami. Oleh karena itu, negara harus memprioritaskan regulasi yang berpihak pada korban.
UU TPKS adalah salah satu perantara untuk merubah mindset kuno dan mulai membuka kesadaran untuk berpihak pada korban. oleh karena itu, masyarakat sipil harus terlibat dalam memastikan tak ada lagi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual yang terdiskriminasi.
Perempuan, Isu Lingkungan dan Kekerasan terhadap Perempuan
Ketiga; sampah bukan hanya permasalahan perempuan namun permasalahan global. Maka negara perlu menjadikan isu sampah sebagai salah satu isu strategis negara. Masyarakat sipil juga kita himbau untuk mulai menyadari bahaya sampah dan mengedukasi masyarakat di sekelilingnya. Adapun KUPI dan jaringannya harus banyak memproduksi pandangan keagamaan berkaitan dengan sampah.
Keempat; gerakan ekstrimisme dan radikalisme meletakkan perempuan sebagai korban. Maka negara harus melindungi seluruh warga negaranya dari bahaya ekstrimisme salah satunya dengan pendekatan moderasi beragama. Masyarakat sipil juga harus menunjukkan cara beragama yang damai, ramah, dan toleran. Sedangkan jaringan KUPI harus memperkuat aktor perdamaian baik di wilayah lokal maupun global.
Kelima; pemaksaan perkawinan anak adalah kezaliman bagi perempuan. Maka negara harus bisa memastikan adanya sebuah regulasi untuk menghentikan praktik perkawinan anak. Masyarakat sipil harus aktif memantau dan memastikan anak-anak perempuan di sekelilingnya terhindar dari pemaksaan perkawinan. Sedangkan jaringan KUPI harus aktif memperkuat narasi agama yang menolak pemaksaan perkawinan berdasarkan pengalaman perempuan
Keenam; P2GP atau Praktik Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan tanpa ada pertimbangan medis mengandung mudharat bagi perempuan. Maka negara harus menyusun regulasi yang tegas melarang P2GP tanpa pertimbangan medis.
Krisis Kemanusiaan
Ketujuh; krisis kemanusiaan di negara-negara konflik seperti Iran, Afghanistan, Myanmar dan negara lainnya adalah bagian dari tanggung jawab kemanusiaan. Maka negara harus terlibat aktif dalam membangun perdamaian dunia. Jaringan KUPI secara harus aktif menyuarakan narasi keagamaan tentang perdamaian untuk menjaga kemaslahatan masyarakat dan guna mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin.
Kedelapan, KUPI tidak bekerja di wilayah elitis namun juga menyentuh gerakan di masyarakat lokal. Pelibatan seluruh elemen masyarakat sangat kita perlukan untuk mendorong tumbuhnya gerakan ulama perempuan di daerah. Pendekatan pengetahuan dan pengalaman perempuan tidak pandang bulu dan berlaku untuk semua lini gerakan.
Sinergitas dalam Mewujudkan Peradaban Yang Berkeadilan
Dari delapan rekomendasi hasil KUPI II tersebut di atas, sangat jelas bahwa KUPI sebagai sebuah gerakan membutuhkan sinergitas dari berbagai lini dan sektor. Leading sector utama gerakan KUPI bertumpu pada kebijakan pemerintah. Maka KUPI dan pemerintah harus bersinergi dalam menghasilkan regulasi yang berkeadilan gender.
Maka, melalui tulisan ini sudilah kiranya Tuan Capres-Cawapres memperhatikan kembali isu perempuan dan anak, untuk kemudian memasukkannya dalam visi misi serta program prioritas negara ini ketika terpilih nanti. []