• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tuntunan Al-Qur’an Ketika Menghadapi Lingkaran Pertemanan Yang Toxic

Ketika merasa terjebak dalam pertemanan yang toxic, penting untuk menilai apakah hubungan tersebut memberi dampak positif atau justru merugikan

Rasyida Rifa'ati Husna Rasyida Rifa'ati Husna
27/11/2024
in Personal
0
Pertemanan yang Toxic

Pertemanan yang Toxic

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap hubungan pertemanan tidak selamanya selalu berjalan harmonis. Sebagaimana realitanya, tidak sedikit orang yang terjebak dalam pertemanan berat sebelah. Mereka menjalin hubungan penuh dengan drama atau mendapat perilaku negatif dari temannya sendiri. Namun, mereka tidak tahu bagaimana melepaskan diri dari pertemanan yang merusak tersebut. Kondisi ini dikenal sebagai pertemanan yang toksik atau toxic friendship.

Dalam psikologi Islam, terminologi toxic friendship merujuk dalam sebuah hubungan pertemanan yang tertandai dengan sifat-sifat ‘beracun’ yang berpotensi merugikan fisik, emosional, maupun spiritual seseorang. ‘Beracun’ dalam hal ini seperti kebalikan dari hubungan yang sehat. Apabila dalam hubungan yang sehat diperbanyak rasa kasih sayang, dan saling menerima, maka toxic friendship adalah kebalikannya.

Ciri Teman yang Toxic

Di antara beberapa ciri teman yang toksik, yaitu suka mengkritik tanpa perasaan, bahkan merendahkan, serta membuat kita merasa tidak cukup baik atau tak layak. Pertemanan yang toxic juga sering kali membawa masalah atau drama dalam kehidupan kita tanpa henti. Seperti membuat merasa cemas, stres, atau lelah.

Mereka tak segan menyakiti, membanding-bandingkan dan memperlakukan kita sebagai sekadar alat untuk mencapai tujuan pribadinya. Teman yang toxic biasanya juga selalu mencoba mengendalikan hidup, keputusan, atau perasaan kita, dan selalu berusaha membuat diri merasa bersalah jika tidak mengikuti keinginannya.

Tips Menghadapi Teman yang Toksik dari Al-Qur’an

Al-Qur’an sering kali mengingatkan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Yakni mereka yang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Seperti dalam satu ayat, Allah berfirman: “Dan orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.” (QS. Ali Imran: 135)

Baca Juga:

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Sering kali, perlakuan buruk seseorang membuat kita bereaksi dengan marah dan berharap hal tersebut akan mengubah perilaku mereka. Padahal sebaliknya, dengan kemarahan justru malah memperburuk situasi atau bahkan menyakiti diri sendiri.

Karena itu, pentingnya kita untuk berusaha mengendalikan emosi ketika menyikapi kezaliman dari orang lain. Dalam konteks ini adalah teman yang toxic. Selain itu, memberi maaf kepada mereka yang bersalah akan menyelamatkan kita dari dampak gangguan yang lebih merugikan diri. Yaitu berupa hati yang selalu penuh dengan amarah dan kebencian. Ketika enggan memaafkan, artinya kita malah menyiksa atau merawat luka dalam diri.

Memaafkan bukan berarti mentolerir kesalahan atau memberi izin teman yang toksik tadi untuk melakukannya lagi. Justru, memaafkan adalah proses yang memungkinkan kita untuk menerima kenyataan dan belajar dari pengalaman tersebut, sehingga kita dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang lebih baik.

Teladan Rasulullah

Sebagaimana jika perilaku teman yang toxic masih bisa diperbaiki, Rasulullah mengajarkan untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik. Dalam surah Ali Imran ayat 159, Allah berfirman: “Dan berkat rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu…”

Ayat di atas mengajarkan kita untuk menyikapi hubungan pertemanan yang toxic dengan berlaku baik dengan kasih sayang dan tidak membiarkan toxic mereka memengaruhi kita. Juga dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, kita berusaha memaafkan kesalahan teman dan membantu diri dia memperbaiki perbuatan yang salah tersebut dengan nasehat yang santun.

Akan tetapi, memaafkan dan berlaku baik tidak selalu berarti bahwa kita harus mempertahankan hubungan. Dalam beberapa kasus, penting untuk kita mempunyai boundaries dan melindungi diri dari orang yang terus-menerus melakukan perbuatan toxic.

Sebagaimana dalam Surah al-Maidah ayat 51, Allah mengingatkan kita untuk tidak menjadikan orang-orang yang tidak beriman sebagai teman dekat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai sekutu/kawan akrabmu.”

Menurut Ibn Katsir ketika menjelaskan larangan menjadikan ‘orang-orang kafir’ sebagai awliya mereka. Yang dimaksud dengan istilah “awliya” dalam ayat ini ialah berteman akrab dengan mereka, setia, tulus, dan merahasiakan kecintaan, serta membuka rahasia kepada mereka.

Pentingnya Memilih Teman yang Sejalan

Secara kontekstual ayat ini menunjukkan pentingnya memilih teman yang sejalan dengan nilai-nilai Islam (kebaikan). Di samping itu, menjauhi teman-teman kafir (buruk) yang memiliki sifat tercela, dan suka membuat makar, serta mempengaruhi orang lain kepada keburukan serupa.

Semasa hidupnya, Rasulullah telah memberikan teladan kepada kita untuk berani menghindari orang-orang yang memberi pengaruh buruk. Seperti dengan orang-orang yang suka mencela atau merendahkan, beliau selalu menghindari konflik dan memilih untuk menjauhi mereka demi menjaga kedamaian dan nilai moral.

Dalam satu riwayat, Rasulullah ketika bersama para sahabatnya pernah bersabda: “Tolonglah saudaramu, baik dia orang yang zalim maupun yang dizalimi.” Seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, aku mungkin bisa membantunya ketika dia dizalimi, tetapi bagaimana aku bisa membantunya ketika dia orang yang zalim? Rasul saw. kemudian bersabda, “Kalian bisa mencegahnya dari perbuatan zalim. Itu akan menjadi pertolongan kalian kepadanya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Di sisi lain, Rasulullah juga menekankan pentingnya memilih teman yang dapat membantu kita dalam kebaikan, seperti dalam hadits: “Seseorang itu tergantung pada agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud)

Oleh sebab itu, jika kita merasa terjebak dalam pertemanan yang toxic, penting untuk menilai apakah hubungan tersebut memberi dampak positif atau justru merugikan. Jika hubungan itu lebih banyak merugikan, kita mungkin perlu membicarakan masalah ini atau bahkan mempertimbangkan untuk menjauh dari pertemanan tersebut demi kesejahteraan diri kita sendiri. Wallah a’lam.[]

Tags: Kesehatan MentalPertemanan yang ToxicRelasiSelf LoveToxic Relationship
Rasyida Rifa'ati Husna

Rasyida Rifa'ati Husna

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan
  • Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID