• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

Alih-alih membuat regulasi yang bersifat memaksa, pemerintah dapat mengajukan gagasan vasektomi dengan pendekatan edukatif, opsional serta sukarela.

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
09/05/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos

397
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kebijakan Gubernur Jawa Barat  Dedi Mulyadi menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos menuai pro-kontra di tengah masyarakat. Hal tersebut tentu tidak mengherankan mengingat upaya kontrasepsi yang tersistematis akan menyinggung beberapa aspek vital dalam kehidupan. 

Vasektomi Sebagai Syarat Bansos

Mengutip dari kompas.com Dedi mengungkapkan ide tersebut dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah” di Pusdai Jawa Barat, Senin (28/4/2025). Dalam acara tersebut, Dedi mewacanakan kepesertaan KB, khususnya KB pria, menjadi prasyarat masyarakat prasejahtera menerima berbagai program bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Mulai dari beasiswa pendidikan hingga bansos non-tunai.

“Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan kita integrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya kita ijamin, kelahirannya kita jamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga,” kata Dedi Mulyadi di hadapan para pejabat kementerian dan kepala daerah.

Gagasan tersebut muncul dari temuan Dedi yang mendapati bahwa banyak keluarga prasejahtera cenderung memiliki banyak anak. Sehingga membuat banyak anak kesulitan mendapatkan akses kebutuhan yang layak. Hal tersebut  makin bertambah parah dengan fenomena keluarga kurang mampu yang justru memilih melahirkan dengan operasi sesar sebagai bentuk pengeluaran tidak efisien.

Vasektomi Perspektif Syariat dan HAM

Merespon hal tersebut MUI dan PBNU sebagai institusi keagamaan di Indonesia menunjukan sikap  kontra.  Keduanya menekankan pada aspek syariat, di mana vasektomi termasuk metode kontrasepsi yang haram menurut mayoritas ulama. Keharaman ini merujuk pada sifat vasektomi yang menyebabkan infertilitas permanen tanpa adanya kebutuhan yang mendesak.

Baca Juga:

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

Menumbuhkan Relasi Kesalingan (Mubadalah) dari Rumah dan Sekolah

Mengapa Kekerasan terhadap Anak terus Terjadi?

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh menyampaikan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 2012. Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’i seperti sakit dan sejenisnya,”.

Keputusan dalam forum tersebut tentu tidaklah serampangan karena telah melewati pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah-kaidah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang kita kenal sebagai medis operasi pria (MOP). 

Ketua Bidang Keagamaan PBNU, Ahmad Fahrur Rozi juga menyayangkan keputusan tersebut. Mengapa orang miskin harus dimandulkan hanya karena bansos? Menurutnya anjuran untuk ber KB sudahlah cukup, tanpa harus ada pemaksaan melakukan vasektomi. Dalam hal ini pemerintah tidak boleh melakukan pemaksaan karena vasektomi berkaitan dengan hukum syariat yang dihormati umat Islam di Indonesia.

Selain alasan syariat sikap kontra juga datang dari perspektif HAM, yang memandang bahwa pemaksaan vasektomi adalah bentuk pelanggaran atas otoritas tubuh seseorang. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menyatakan “vasektomi terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi, sebaiknya tidak mempertukarkannya dengan bantuan sosial atau hal-hal lain.”

Vasektomi Perspektif Gender

Sementara itu, vasektomi dalam perspektif gender justru mendapat tanggapan positif. Keputusan melakukan vasektomi menjadi indikator adanya kesadaran keluarga akan tanggung jawab bersama dalam reproduksi.  Di mana selama ini beban reproduksi seringkali hanya menjadi tanggungjawab  perempuan. Setelah melalui masa hamil, melahirkan dan menyusui, tubuh perempuan masih harus bergelut dengan berbagai efek samping kontrasepsi.  

Seperti kita ketahui bahwa kontrasepsi pada perempuan baik hormonal (pil, suntik, implant) maupun non hormonal (IUD), seringkali menimbulkan efek samping yang tidak ringan. Seperti gangguan siklus menstruasi, perubahan berat badan, kram perut, pendarahan, hingga kista ovarium. Hal ini berbeda dengan vasektomi pada laki-laki yang cenderung minim resiko.

Sehingga, arah kebijakan Dedi Mulyadi untuk mensyaratkan vasektomi untuk bansos dibanding metode kontrasepsi perempuan layak mendapat apresiasi. Hal ini karena memasukan perspektif perempuan sebagai faktor pertimbangan belum banyak dilakukan oleh para pembuat kebijakan.

Fakta Lapangan

Polemik vasektomi untuk bansos ini bermula dari salah satu video viral di media sosial yang merekam moment saat Dedi Mulyadi blusukan dan bertemu sebuah keluarga kurang mampu dengan 11 orang anak. Video tersebut memperlihatkan seorang wanita muda yang sedang berjualan sambil membawa beberapa orang adiknya yang masih di bawah umur.

Setelah menelusuri ke rumahnya, ternyata keluarga tersebut telah memiliki 10 orang anak di mana Sang Ibu juga sedang hamil anak ke-11. Yang lebih mencengangkan adalah bahwa mereka hanya mengontrak di sebuah rumah sederhana dengan dua kamar. Anak-anak mereka juga tidak sempat mengenyam pendidikan formal, bahkan terpaksa harus bekerja di usia sekolah. Mereka semua hidup di bawah garis kemiskinan dan seringkali hanya mengandalkan bantuan orang lain demi memenuhi kebutuhan. 

Saat ditemui oleh Dedi, Sang Ayah sendiri mengaku dalam keadaan sakit sehingga menyulitkanya mendapatkan pekerjaan. Ia juga mengaku telah mencoba KB namun selalu gagal. Oleh karena itu, dalam video Dedi sempat menawarkan berbagai bantuan asal Sang Ayah bersedia melakukan vasektomi.

Dalam kolom komentar, banyak warga net menyayangkan keenganan Sang Ayah menerima usulan Dedi dengan banyak mengutip kata “takdir” pada percakapanya. Mereka menganggap hal tersebut merupakan bentuk pengabaian tanggung jawab dari Seorang Ayah sebagai kepala keluarga dengan menggunakan dalih agama.

Dalam kasus ini, kita bisa melihat kebijakan Dedi Mulyadi sebagai upaya pengentasan kemiskinan kultural yang disebabkan mindset “banyak anak banyak rezeki”. Mindset ini membuat sebagian keluarga enggan ber-KB dan terus memproduksi banyak keturunan. Sayangnya mindset tersebut kadang dilaksanakan tanpa memperhatikan kapasitas dan keadaan ekonomi. Sehingga membuat anak-anak menjadi korban atas pilihan orang tua mereka.

Menimbang-nimbang

Dalam kasus di atas, vasektomi nampaknya menjadi solusi yanga paling masuk akal. Argumen pelanggaran HAM karena mencampuri otoritas tubuh satu orang (Sang Ayah) tidak bisa mengalahkan pentingnya melindungi hak sebelas anak untuk mendapatkan akses pendidikan serta kehidupan yang layak.

Adapun dalil keharaman syariat bisa gugur karena keadaan darurat Sang Ibu. Hamil dan melahirkan hingga belasan kali, tentu sangat beresiko bagi kesehatan perempuan.

Namun, untuk menetapkan vasektomi sebagai persyaratan dalam regulasi penerimaan bansos, nampaknya masih memerlukan berbagai kajian. Selain karena adanya unsur syariat yang harus kita hormati, Hal tersebut juga berkaitan dengan relasi kuasa antara pemerintah dan rakyat terkait hal-hal yang bersifat privat. Jika tidak hati-hati, kebijakan tersebut dapat membuka berbagai regulasi lain yang akan mengontrol hak-hak individu.

Oleh karena itu, alih-alaih memuatnya dalam regulasi yang bersifat masal dan memaksa, pemerintah dapat mengajukan gagasan vasektomi dengan pendekatan  edukatif, opsional serta sukarela. []

 

Tags: BansosDedi MulyadiFatwa MUIHak anakhamVasektomi
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Budaya Seksisme

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

6 Mei 2025
Energi Terbarukan

Manusia Bukan Tuan Atas Bumi: Refleksi Penggunaan Energi Terbarukan dalam Perspektif Iman Katolik

6 Mei 2025
Hak Penyandang Disabilitas

Menilik Kiprah Ulama Perempuan dalam Menguatkan Hak Penyandang Disabilitas

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Kesaksian Perempuan

    Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Perempuan Menurut Abu Hanifah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai
  • Aurat dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version