• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

2 Karakteristik Pesantren Menurut KH. Husein Muhammad

Para kiai pesantren, pada umumnya, mempraktikkan kehidupan yang sederhana, egaliter, dan mandiri

Redaksi Redaksi
12/07/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
pesantren

pesantren

286
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Secara sederhana, pesantren didirikan dalam rangka untuk mendidik, melatih, dan menanamkan nilai-nilai luhur (akhlakul karimah) kepada para santri.

Hal itu, bertujuan untuk melatih dan mendidik para santri untuk hidup sederhana, ikhlas, mandiri, bertoleransi, menerima keberagaman dan lain-lain.

Atas dasar tujuan seperti di atas, tentu saja, pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam memiliki karakter yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

Berikut dua karakteristik pesantren seperti dikutip di dalam buku Islam Tradisional yang Terus Bergerak, karya KH. Husein Muhammad.

Pertama, adanya jalinan hubungan yang sangat akrab antara kiai dengan santri dan antara santri dengan santri lainnya. Hubungan antara kiai dan santri diibaratkan bagaikan hubungan ayah dan anak. Sementara, hubungan antar para santri bagaikan hubungan antar saudara dalam sebuah keluarga besar.

Baca Juga:

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Hubungan di antara kiai dan santri dan hubungan antar para santri begitu akrab dan menyatu. Keakraban ini sangat dimungkinkan mengingat kiai dan santri hidup dalam satu lingkungan (tempat tinggal). Proses kehidupan para santri dilakukan secara teratur di bawah bimbingan dan pengawasan ketat kiai yang boleh dikatakan berlangsung selama 24 jam.

Selama 24 jam tersebut, kehidupan mereka sepenuhnya diarahkan untuk mengaji al-Qur’an, belajar berbagai ilmu pengetahuan, beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, serta memperkuat dasar-dasar moralitas keagamaan yang populer disebut akhlakul karimah sebagaimana yang disinggung sebelumnya. Hanya ada sedikit waktu kosong bagi para santri untuk bermain atau istirahat.

Kedua, di samping sebagai pemilik dan pendiri pesantren, kiai juga menjadi pengasuh, pendidik, dan orang tua para santri dengan otoritas yang tinggi. Ia sekaligus dilihat sebagai pribadi dengan penuh pesona.

Kiai adalah pengambil kebijakan utama di pesantren. Di tangannyalah, ke arah mana para santri diantarkan dan dibentuk. Dalam pandangan para santri dan masyarakat, kiai adalah sosok karismatik dan pribadi yang penuh wibawa.

Karisma kiai memiliki otoritas keagamaan paripurna (par excellent). Di samping karena pemahaman dan penguasaannya yang luas dan mendalam terhadap teks-teks suci keagamaan, baik al-Qur’an dan hadits (keduanya sumber otoritas utama Islam) maupun khazanah intelektual Islam yang ditulis para ulama besar (dalam tradisi pesantren biasa disebut sebagai kitab kuning).

Masyarakat melihat para kiai sebagai orang yang di samping memahami kehendak-kehendak Tuhan, juga memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan.

Dengan alasan ini, pandangan umum masyarakat pesantren melihat kiai sebagai sosok yang membawa “berkah”. Ini semacam kekuatan atau anugerah spiritual yang sulit diterjemahkan dengan logika rasional. Ia adalah sejenis kehormatan yang diberikan Tuhan kepada orang-orang pilihan-Nya.

Ketaatan komunitas pesantren, terutama para santri kepada kiai, dalam banyak hal terkait dengan keinginan mereka untuk mendapatkan berkah dari kiai tersebut. Kedudukan kiai yang demikian besar, dengan begitu, telah melahirkan sebuah hierarki kekuasaan satu-satunya yang secara eksplisit diakui dalam lingkungan pesantren.

Akan tetapi, hierarki kekuasaan kiai berbeda dari hierarki dalam sebuah organisasi birokratis. Kekuasaan kiai adalah kekuasaan yang didasarkan atas moralitas dan keunggulan pengetahuan, terutama pengetahuan ketuhanan (agama) serta kepribadiannya yang bersahaja dan terbuka. Para kiai pesantren, pada umumnya, mempraktikkan kehidupan yang sederhana, egaliter, dan mandiri. (Rul)

Tags: ilmu agamakarakteristikKH Husein MuhammadLembaga PendidikanpendidikanpesantrenSantri
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID