• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Uncategorized

4 Alasan Mengapa Perempuan Menjadi Kelompok Rentan

Masa pandemi menambah beban kepada perempuan yang memiliki resiko tinggi terhadap penularan virus covid-19.

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
17/04/2021
in Uncategorized
0
Palestina

Palestina

291
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Narasi-narasi yang membahas bahwa perempuan adalah salah satu kelompok rentan di masa pandemi covid-19 sudah banyak dilakukan. Hal tersebut terus digencarkan dan diberitakan oleh berbagai pejuang keadilan sebagai upaya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat yang selanjutnya diharapkan bisa ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan oleh perempuan.

Perempuan dalam kondisi pandemi memang menerima banyak tantangan. Siaran Pers (14/10/20) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyampaikan bahwa perempuan sebagai Ibu juga berperan penting dalam menjaga kesehatan keluarga. Tentu hal tersebut selain memang kewajiban perempuan juga tantangan baru yang dihadapi di masa pandemi seperti saat ini.

Tulisan ini berusaha untuk menguraikan beberapa hal berkaitan dengan alasan-alasan perempuan menjadi salah satu kelompok rentan di masa pandemi. Pusat Penyuluhan Sosial (PUSPENSOS) dari Kementerian Sosial pada artikel yang berjudul “Perlindungan Kelompok Rentan di Era Pandemi covid-19” menyebutkan bahwa ada beberapa kelompok rentan di era pandemi antara lain adalah perempuan, penyandang disabilitas, lansia, penderita penyakit bawaan (komorbid) dan pekerja sektor formal.

Perempuan sebagai kelompok rentan mungkin menjadi menimbulkan pertanyaan bagi beberapa orang yang masih bingung mengenai: apa pengaruh atau alasan perempuan menjadi salah satu kelompok rentan di masa pandemi?

Artikel yang ditulis oleh Helen Jaqueline McLaren dkk yang bertajuk COVID-19 and Women’s Triple Burden: Vignettes From (Sri Langka, Malaysia, Vietnam dan Australia) telah memaparkan dari beberapa hasil penelitian terhadap fenomena memprihatinkan yang dialami oleh perempuan, hal tersebut juga sekaligus sebagai alasan mengapa perempuan termasuk kelompok rentan.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Perempuan pada masa sebelum pandemi telah mendapatkan beban yang berat. Beban-beban tersebut lahir dari peran perempuan di ranah publik maupun domestik. Kasus demikian banyak terjadi pada perempuan yang berkarir atau pekerjaan di ruang publik. Beban yang telah lahir sejak pra-pandemi akhirnya juga melahirkan ketidaksetaraan atau adanya penindasan terhadap perempuan. Lahirnya ketidaksetaraan atau penindasan adalah pertanda jauhnya perempuan untuk mencapai kesejahteraan.

Pandemi covid-19 menambah beban kepada perempuan yang memiliki dampak pada resiko penularan covid-19 terhadap perempuan. Artinya, karena ada ketidakadlilan dalam kebijakan yang diberikan mengakibatkan perempuan khususnya yang bekerja di sektor publik adalah salah satu kelompok rentan terinfeksi oleh virus covid-19.

Beban tambahan yang lahir di masa pandemi meliputi beban produksi, beban reproduksi dan beban komunitas. Beban produksi adalah beban yang diterima perempuan dari dunia kerja. Beban reproduksi adalah beban perempuan yang diterima dari peran reproduksi seperti melahirkan, mens, dan menyusui. Sedangkan, peran komunitas adalah beban yang ia terima sebagai ibu rumah tangga dengan kuatnya budaya patriarkhi dan peran-peran tradisonal perempuan di tengah masyarakat. Sedangkan beban komunitas adalah beban perempuan yang lahir dari peran-peran perempuan di ruang publik.

 

Perempuan

 

Poin-poin tersebut dikuatkan dengan beberapa kasus tentang perempuan yang terjadi di beberapa negara. Penulis akan menguraikan mengenai tiga beban yang diterima oleh perempuan di tengah pandemi dengan beberapa data temuan Helen dkk di empat negara.

Pertama, Kasus yang terjadi di Sri Langka adalah diskriminasi terhadap perempuan pekerja kesehatan. Mereka tidak mendapatkan fasilitas penginapan di Rumah Sakit. Dengan demikian perawat perempuan di Sri Langka sangat rawan tertular dan menularkan virus covid 19, hal ini merupakan beban produksi. Selain itu, perawat perempuan masih dituntut untuk menjalankan peran reproduksinya sebagai pengasuh anak dan lansia atau kerabat di keluarganya, hal tersebut terjadi akibat kuatnya budaya patriarkhi.

Kedua, kasus pengucilan perempuan di Malaysia. Perempuan-perempuan di masa pandemi tidak memiliki akses untuk keluar rumah. Pemerintah menetapkan suatu peraturan bahwa yang diizinkan untuk keluar rumah berjumlah satu orang dan khususnya kepala keluarga. Perempuan-perempuan yang memiliki karir di ranah publik harus bekerja dari rumah dan ditambah dengan bebannya untuk mengurus urusan domestik di rumah sebagai peran reproduksi yang dimilikinya.

Ketiga, kasus peran reproduksi perempuan yang berakar di Vietnam. Perempuan karir di Vietnam juga memiliki beban yang berat saat dunia patriarkhi masih mengakar kuat. Mereka harus tinggal bersama keluarga untuk bekerja di rumah sekaligus mengurus anak dan melayani suami selama masa pandemi.

Anggapan tentang seorang perempuan yang bisa melayani suami dengan baik sebagai bentuk kemewahan adalah impian dari perempuan di Vietnam. Konstruksi pemikiran demikian yang semakin memperburuk keadaan perempuan ditengah pandemi karena beban yang berlipat ganda.

Keempat, kasus beban perempuan dan tanggung jawab pengasuhan anak di Australia. Fenomena yang lain juga terjadi di Australia, semua tanggung jawab pengasuhan anak jatuh kepada perempuan. Perempuan memiliki tuntutan untuk mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik sebagai pemenuhan terhadap peran produksinya.

Akan tetapi, urusan mengasuh, mengantarkan anak ke layanan penitipan anak tetap menjadi tugas seoarang perempuan. Tidak adanya pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga akhirnya menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan berupa pelimpahan beban yang bertumpuk pada perempuan.

Uraian yang telah disampaikan diatas memberikan kesimpulan bahwa perempuan khususnya yang bekerja di sektor publik di masa pandemi memiliki resiko tinggi terpapar covid-19. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya kebijakan pemerintah yang mengarah pada kesejahteraan terhadap perempuan.  Harapannya para pembaca mendapat informasi baru tentang perempuan sebagai kelompok rentan dan lebih peduli kebutuhan perempuan. Sekian. []

Tags: Diskriminasi GenderGenderkeadilanKesetaraanPandemi Covid-19perempuan
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Hakim

Anggota Parlemen dan Hakim Perempuan

13 Mei 2025
Paskah

Memaknai Paskah dan Pesan Pertobatan Ekologis

20 April 2025
Nafkah Ulama KUPI

Nafkah Menurut Pandangan Ulama KUPI

11 April 2025
Belajar Kepada Rasulullah Saw

Kata Nyai Badriyah: Banyak Para Sahabiat Belajar Langsung kepada Rasulullah Saw

25 Maret 2025
Menikahkan Perempuan

Hadis Hak Perempuan untuk Menikahkan Dirinya Sendiri

20 Maret 2025
Rakaat Tarawih

Khilafiyah Rakaat Tarawih: Agama Memfasilitasi Pengalaman Biologis Perempuan untuk Beribadah

19 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version