• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

7 Dampak Buruk Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)

Para perempuan korban KTD akan mengalami tekanan psikologis (sanksi sosial). Tidak setidak dari para korban kerap kali dikucilkan dari kehidupan masyarakat.

Siti Miratul Masfufah Siti Miratul Masfufah
24/08/2023
in Keluarga
0
KTD

KTD

799
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) menjadi salah permasalah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dan kita semua.

Laporan Kompas.id menyebutkan bahwa hampir setengah dari semua kehamilan di tingkat global atau sekitar 121 juta kehamilan merupakan KTD setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, angkanya mencapai 40 persen dari seluruh kehamilan.

Sehingga dampaknya, lebih dari 60 persen dari kasus KTD berakhir pada aborsi. Selain itu, 45 persen dari aborsi tersebut dilakukan secara tidak aman.

Tingginya angka KTD tersebut telah menunjukan bahwa informasi dan layanan kesehatan reproduksi di sebagian masyarakat di Indonesia masih belum merata. Bahkan sebagian besar masyarakat kita belum memiliki kesadaran mengenai dampak buruk jika terjadinya KTD.

Namun sebelum membahas dampak buruk yang akan terjadi dari KTD, sebaiknya kita perlu mengetahui sebetulnya penyebab dari KTD itu kenapa?.

Baca Juga:

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

Melansir dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), menyebutkan ada lima penyebab terjadinya KTD.

Pertama, terjadinya pemerkosaan. Kedua, seks bebas atau seks pra-nikah. Ketiga, kegagalan memakai alat kontrasepsi.

Keempat, kepercayaan terhadap mitos – mitos seperti berhubungan seksual sekali tidak akan menyebabkan kehamilan, minum alkohol dan lompat-lompat pasca berhubungan seksual dapat menyebabkan sperma tumpah kembali sehingga tidak akan menyebabkan kehamilan. Dan terakhir, pengaruh lingkungan.

Kelima penyebab tersebut, saya kira perlu kita pahami bersama. Karena hal tersebut akan berdampak luas kepada hidup perempuan. Karena ia kerap menjadi korban KTD.

Tujuh Dampak Buruk KTD

Lebih lanjut, dalam unggahannya, YKP menjelaskan bahwa ada tujuh dampak buruk ketika para perempuan menjadi korban KTD. Ketujuh dampak buruk tersebut di antaranya:

Pertama, para perempuan akan mengalami tekanan psikologis (sanksi sosial). Seperti kita ketahui bersama, para perempuan yang menjadi korban KTD kerap kali hidupnya akan mengalami pemasalahan yang sangat kompleks.

Termasuk, hidupnya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, bahkan ia akan mengalami tekanan psikologis (sanksi sosial) oleh masyarakat di lingkungannya. Tidak setidak dari para korban kerap kali dikucilkan dari kehidupan masyarakat.

Kedua, putus sekolah. Selain mendapatkan sanksi sosial, perempuan korban KTD juga akan terancam dalam pendidikanya. Ia akan putus sekolah dan tidak memiliki kesempatan untuk belajar. Dampaknya para perempuan tidak memiliki pengetahuan yang tinggi.

Ketiga, keretanan terjadinya gangguan pada kesehatan organ reproduksi. Karena kondisi badan dan rahim yang belum siap untuk hamil, maka kerap kali kondisi tubuh perempuan sangat rentan terhadap permasalahan kesehatan.

Keempat, perasaan malu hingga depresi. Tidak jarang karena mengalami stigma negatif dari kehidupan masyarakat. Para perempuan korban KTD juga akan merasa malu, minder, bahkan jika hal ini dibiarkan mereka akan menjadi depresi. Tentu saja, hal ini akan berpengaruh kepada anak yang tengah ia kandung.

Aborsi

Kelima, melakukan aborsi. Aborsi menjadi salah satu jalan terakhir bagi perempuan korban KTD. Tidak jarang, karena keterbatasan pengetahuan terkait aborsi, mereka melakukan aborsi dengan aborsi yang tidak aman.

Aborsi tidak aman ini akan mengancam kesehatan perempuan korban KTD, karena akibat terjadinya infeksi yang dapat mengakibatkan peradangan dan risiko kemungkinan terjadinya mandul bahkan kematian

Keenam, kematian. Menurut Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan, kehamilan yang tidak diinginkan memiliki konsekuensi serius, terutama bagi perempuan dan anak yang dilahirkan.

Bonivasius menyampaikan, KTD dapat mengakibatkan kematian pada ibu. Selain itu, kondisi tersebut juga dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil. Bayi yang dilahirkan pun amat berisiko lahir prematur ataupun lahir dengan berat bayi lahir rendah.

Ketujuh, Stunting. Anak yang dilahirkan dari KTD sering kali mengalami tengkes (stunting) karena kurangnya perhatian baik dari nutrisi maupun stimulasi sejak di kandungan.

Oleh sebab itu, dari keenam dampak buruk itu, yang paling kita butuhkan adalah perhatian dan dukungan nyata dari pemerintah. Terutama soal informasi dan layanan kesehatan reproduksi di sebagian masyarakat di Indonesia yang saat ini masih belum merata.

Karena KTD ini, bagi saya bukan permasalahan sepele, melainkan permasalahan serius yang harus pemerintah tangani serius juga. Mereka bisa memulainya dengan cara sosialisasi terkait pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Mereka bisa bekerjasama dengan beberapa dinas kesehatan, lembaga, dan organisasi yang konsen pada masalah kesehatan reproduksi.

Solusi Pencegahan KTD

Selain itu, masih merujuk YKP, juga memberikan cara dan solusi dalam pencegahan sebelum terjadinya KTD. Berikut empat cara pencegahan KTD:

Pertama, peran orang tua. Orang tua memiliki peran untuk menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak dini. Kemudian, membekali anak dengan dasar moral dan agama. Lalu berkomunikasi yang baik dan efektif antara orangtua dan anak

Kedua, peran pendidik atau guru. Guru memiliki peran penting dalam memberikan informasi yang benar bagi siswanya terkait masalah yang rentan remaja hadapi. Kemudian, menciptakan kondisi sekolah yang nyaman dan aman bagi siswa. Lalu, meningkatkan deteksi dini terjadinya perilaku yang menyimpang pada remaja

Ketiga, peran media. Dalam kehidupan rumah tangga, orang tua dapat menyajikan tayangan yang mendidik bukan menjerumuskan. Tidak menayangkan sinetron atau film yang cenderung memprovokasi remaja untuk melakukan tindakan menyimpang termasuk seks bebas. Dan bertanggung jawab menyajikan tayangan yang layak untuk remaja tonton.

Keempat, peran remaja itu sendiri. Mereka dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif dan hati-hati dalam bergaul dan memilih teman, karena bisa jadi teman dekat yang dapat menjerumuskan untuk melakukan seks bebas sehingga berujung pada KTD.

Dengan begitu, empat cara tersebut saya kira menjadi langkah kecil untuk menghentikan dan meminimalisir terjadi KTD. Sehingga akan membuat para perempuan menjadi terlindungi, sehat, dan cerdas. []

Tags: burukdampakDiinginkanKehamilanKTD
Siti Miratul Masfufah

Siti Miratul Masfufah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID