• Login
  • Register
Kamis, 25 Februari 2021
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Mandiri 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Nikah Mut'ah

    Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim di Bumi, Mengapa Kita Harus Peduli?

    Aisha Wedding

    Logika Hukum dan Ideologi Misoginis dibalik Aisha Wedding

    Nikah Mut'ah

    Menyoal Nikah Mut’ah, Bagaimana Hukumnya?

    SKB 3 Menteri

    SKB 3 Menteri Harus Dijalankan

    Gender

    Rozana Isa, Pejuang Keadilan Gender dari Malaysia

    KUA

    KUA Batang Hari Lampung Timur, Terapkan Pakta Kesalingan

    Aisha Wedding

    Soroti Aisha Wedding, Berikut 3 Pernyataan KUPI

    KUPI

    Sikap KUPI terhadap Aisha Weddings

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Jilbabisasi

    Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

    Pembangunan Desa

    Perempuan Garda Terdepan Pembangunan Desa

    Agama

    Mendidik Agama Tanpa Paksaan

    Perempuan

    Perempuan Adalah Ibu dari Humanisme

    Poligami

    Mempertanyakan Ulang Poligami dalam Kacamata Perempuan

    Merah Muda

    Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

    Love Language

    5 Tips Mudah Berpendapat dengan Love Language

    Nissa Sabyan

    Jilbab dan Nissa Sabyan yang Menjadi Perdebatan

    Peduli Sampah

    Hari Peduli Sampah Nasional Bukan Sekadar Seremonial

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penodaan Agama

    Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?

    Festival Hujan

    Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

    Imam Malik

    Imam Malik Tak Naik Kendaraan Karena Hormat Nabi

    Surat

    Tentang Surat: Pekerjaan yang Berbahaya di Planet Ini

    Kesaksian

    Menyoal Kesaksian Perempuan Menurut AlQur’an

    Kang Jalal

    Refleksi Doa Bersama Mengenang Kang Jalal

    Ayahku

    Kegelisahan Ayahku tentang Hak Waris Anak Perempuan (Part I)

    Bencana Banjir

    Catatan Reflektif Bencana Banjir di Indramayu

    Perceraian

    Memaknai Perceraian, Perkara Halal Tapi Paling Dibenci

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Ibn Katsir

    Teks Mubadalah dalam Tafsir Ibn Katsir

    Perempuan Memakai Parfum

    Perempuan Memakai Parfum dalam Perspektif Mubadalah

    sujud istri pada suami perspektif mubadalah

    Jika dibolehkan, Suamipun Harusnya Sujud pada Istri

    Bagaimana Hukum Penggunaan Harta Suami oleh Istri?

    Ayat Nusyuz yang Tersembunyi

    kesalingan

    “Mainstreaming Mubadalah” dalam Kaidah Fiqh Isu-isu Keluarga

    Mengelola Dinamika Berkeluarga

    Islam dalam Pandangan Buya Husein

    Membuka Lembaran Tafsiran Indah, yang Berpihak pada Kaum Mustad’afin (Tamat)

  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Nikah Mut'ah

    Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim di Bumi, Mengapa Kita Harus Peduli?

    Aisha Wedding

    Logika Hukum dan Ideologi Misoginis dibalik Aisha Wedding

    Nikah Mut'ah

    Menyoal Nikah Mut’ah, Bagaimana Hukumnya?

    SKB 3 Menteri

    SKB 3 Menteri Harus Dijalankan

    Gender

    Rozana Isa, Pejuang Keadilan Gender dari Malaysia

    KUA

    KUA Batang Hari Lampung Timur, Terapkan Pakta Kesalingan

    Aisha Wedding

    Soroti Aisha Wedding, Berikut 3 Pernyataan KUPI

    KUPI

    Sikap KUPI terhadap Aisha Weddings

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Jilbabisasi

    Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

    Pembangunan Desa

    Perempuan Garda Terdepan Pembangunan Desa

    Agama

    Mendidik Agama Tanpa Paksaan

    Perempuan

    Perempuan Adalah Ibu dari Humanisme

    Poligami

    Mempertanyakan Ulang Poligami dalam Kacamata Perempuan

    Merah Muda

    Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

    Love Language

    5 Tips Mudah Berpendapat dengan Love Language

    Nissa Sabyan

    Jilbab dan Nissa Sabyan yang Menjadi Perdebatan

    Peduli Sampah

    Hari Peduli Sampah Nasional Bukan Sekadar Seremonial

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penodaan Agama

    Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?

    Festival Hujan

    Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

    Imam Malik

    Imam Malik Tak Naik Kendaraan Karena Hormat Nabi

    Surat

    Tentang Surat: Pekerjaan yang Berbahaya di Planet Ini

    Kesaksian

    Menyoal Kesaksian Perempuan Menurut AlQur’an

    Kang Jalal

    Refleksi Doa Bersama Mengenang Kang Jalal

    Ayahku

    Kegelisahan Ayahku tentang Hak Waris Anak Perempuan (Part I)

    Bencana Banjir

    Catatan Reflektif Bencana Banjir di Indramayu

    Perceraian

    Memaknai Perceraian, Perkara Halal Tapi Paling Dibenci

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Ibn Katsir

    Teks Mubadalah dalam Tafsir Ibn Katsir

    Perempuan Memakai Parfum

    Perempuan Memakai Parfum dalam Perspektif Mubadalah

    sujud istri pada suami perspektif mubadalah

    Jika dibolehkan, Suamipun Harusnya Sujud pada Istri

    Bagaimana Hukum Penggunaan Harta Suami oleh Istri?

    Ayat Nusyuz yang Tersembunyi

    kesalingan

    “Mainstreaming Mubadalah” dalam Kaidah Fiqh Isu-isu Keluarga

    Mengelola Dinamika Berkeluarga

    Islam dalam Pandangan Buya Husein

    Membuka Lembaran Tafsiran Indah, yang Berpihak pada Kaum Mustad’afin (Tamat)

  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Pesantren dan Santri (Part II)

Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan. -Zamakssyari Dhofir-

KH. Husein Muhammad KH. Husein Muhammad
22/10/2020
in Aktual, Rekomendasi
0
0
SHARES
73
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Tujuan Pendidikan di Pesantren

Apakah yang menjadi tujuan Pesantren? Ini pertanyaan penting dan mendasar. Ada banyak jawaban rinci dari para kiyai di pesantren, tetapi semuanya sepakat pada tema besar, sebagaimana disampaikan oleh al-Qur’an. Yaitu Tafaqquh fi al-Din. Mendalami ilmu agama. Al- Quran mengatakan :

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi berangkat semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak berangkat dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.s. al Taubah, 122).

Pemaknaan atas tafaqquh fi al Din, belajar agama tentu saja luas. Adalah sangat menarik hasil penelitian Zamakhsyari Dhofir. Dalam disertasinya yang terkenal mengenai tujuan pesantren menulis sebagai berikut :

“Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran santri dengan pelajaran-pelajaran agama, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap santri diajarkan agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan”. (Baca : Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai, LP3ES, Jakarta, 1994.

Baca Juga:

Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?

Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

Eksis dan Toleran

Pesantren sudah lama dikenal sebagai institusi pendidikan keagamaan yang sangat unik, indigenius, khas Indonesia, dan sangat mandiri. Telah beratus tahun lahir, tetapi ia masih eksis sampai hari ini, meski tanpa dukungan financial langsung dari negara/pemerintah sekalipun.

Dulu kala ia sering dicap sebagai lembaga pendidikan tradisional. Ia juga sering disebut dengan nyinyir sebagai lembaga keagamaan konservatif dan statis. Sebuah pandangan sekilas dan sama sekali tidak kritis. Realitasnya Pesantren tetap eksis dalam dinamika modernitas dan terus mengalami pembaruan. Dalam perkembangannya juga telah melahirkan banyak generasi muslim dengan pikiran-pikiran modern bahkan progresif.

Pesantren telah mampu menunjukkan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri. “Orang cerdas adalah dia yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan jati dirinya”.

Pesantren pada sisi lain, memiliki khazanah intelektual klasik, karya para sarjana Islam terkemuka dan otoritatif di bidangnya masing-masing. Di dalamnya mengandung pikiran-pikiran pluralistik yang semuanya dihargai. Para santri sangat akrab dengan terma-terma : “Fihi Aqwal”( dalam hal ini ada banyak pendapat), “fihi Qawlani” (dalam hal ini ada dua pendapat), “Al-Mu’tamad” (pendapat yang kuat), “Al-Shahih”, (sahih), “Al-Ashah”,(lebih sahih) “al-Rajih” ( kuat), “Al-Arjah” (lebih kuat), dll.

Karena itu pesantren sangat toleran terhadap pandangan yang lain, dan tidak mengklaim pendapatnya sebagai kebenaran satu-satunya. Mereka yang tidak akrab dengan tradisi keilmuan pesantren seperti ini, penerimaan lembaga ini atas keberagaman pendapat tersebut sering terjebak dalam pandangan kaum tekstualis radikal bahwa pandangan pesantren tidak konsisten.

Apa yang dimiliki dan harus dijaga/ dirawat oleh Pesantren?

Ini adalah pertanyaan yang menarik sekaligus menukik. Ia seperti menyimpan kegelisahan panjang yang ingin dijawab segera, tentang peran dan sumbangan pesantren kini dan mendatang bagi negeri ini. Aku mencoba menawarkan gagasan saja. Boleh jadi tak juga memuaskan.

Pada awal adanya, pesantren dimaksudkan sebagai institusi sosial dengan visi-misi profetik (cita-cita kenabian). Cita-cita ini tidak lain adalah cita-cita kemanusiaan. Ia adalah “memutus mata rantai penindasan manusia atas manusia, membebaskan manusia dari struktur social yang tiranik yang membodohi dan memarginalkan mereka, mengajarkan pengetahuan dan menegakkan keadilan”.

Visi ini diungkapkan secara eksplisit oleh al-Qur’an :
الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”

Ketika saya belajar di Pesantren, Kiyai mengatakan : “Belajar dan mengaji itu untuk menghilangkan kebodohan”. Kalimat ini tampak amat sederhana memang, tetapi ia amat mendasar, prinsipal. Kebodohan adalah kegelapan. Permusuhan lebih sering terjadi akibat dari kebodohan atau ketidakmengertian. Jadi kebodohan (al-zhalam) berpotensi melahirkan kezaliman (al-zhulm). Sebuah pepatah mengatakan : “Al-Insan A’da- u ma Jahilu”, manusia itu memusuhi orang lain karena mereka bodoh.

Manakala Nabi di Thaif dilukai oleh orang-orang lafir Quraisy, beliau berdoa :
اللهم اهد قومی فانهم لا يعلمون
“Ya Allah tunjukilah (berilah pengetahuan) kaumku itu, karena mereka tidak tahu.”

Karakter Pesantren

Pandangan-pandangan keagamaan Islam pesantren memiliki akar ajaran teologisnya. Yakni faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah (Aswaja) aqadiyan wa manhajan. Ia adalah paham keagamaan yang menjunjung tinggi asas-asas moderasi dalam cara berpikir, bertindak dan bersikap. Ia adalah al-Tawâsuth (moderat), al-Tawâzun (keseimbangan) dan al-Tasâmuh (toleran).

Dengan basis ini, pesantren dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan dari manapun datangnya, tetapi juga tetap menghargai pemahaman keagamaan konservatif sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan mereka.

Jargon yang sangat terkenal di pesantren menyebutkan : Al-Muhafazhah ‘ala al-Qadim al-Shalih wa al-Akhdz bi al- Jadid al-Adhlah”,.menjaga tradisi/pandangan lama yang baik, dan mengambil pandangan baru yang lebih baik.
Faham Aswaja yang menjadi anutan pesantren inilah yang dapat memberikan jawaban secara telak tuduhan “ekstrimis” atau “teroris” yang dialamatkan kepada Pesantren dan lebih jauh Islam.

Aswaja pesantren tidak pernah mengenal penggunaan cara-cara radikal atau cara-cara kekerasan atas nama atau simbol agama terhadap orang lain meski mereka berbeda aliran keagamaan, bahkan juga terhadap mereka yang berbeda agamanya. Aswaja ala pesantren juga tidak pernah menganjurkan pengikutnya untuk menggunakan cara-cara kekerasan dalam berdakwah.

Jika ada kemunkaran yang terjadi dalam masyarakat, doktrin Aswaja mengajarkan “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, melalui “hikmah” (ilmu pengetahuan), mau’izhah hasanah (nasehat yang santun) dan mujadalah billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang terbaik). Pesantren tidak melakukan Nahi Munkar dengan cara-cara mungkar. Karena hal ini bertentangan dengan prinsip Islam.

Cara lain adalah melalui aturan-aturan hukum yang adil dan dilaksanakan dengan konsekuen. Hukum yang adil adalah pilar utama bagi kehidupan bersama masyarakat bangsa. Demikianlah, maka adalah jelas Aswaja menolak cara-cara penyebaran agama dengan kekerasan baik fisik, psikis maupun pembunuhan karakter. Dengan ungkapan lain, mereka yang menggunakan kekerasan dalam menyebarkan agama, meski dengan mengatasnamakan agama atau umat Islam bukan bagian dari masyarakat Aswaja dan Pesantren. Kita harus waspadai klaim-klaim mereka. Selamat Hari Santri. []

Tags: AswajaHari Santri NasionalIndonesiaislamNusantarapesantrentoleransi
KH. Husein Muhammad

KH. Husein Muhammad

KH Husein Muhammad adalah kyai yang aktif memperjuangkan keadilan gender dalam perspektif Islam dan salah satu pengasuh PP Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Terkait Posts

Nikah Mut'ah

Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

25 Februari 2021
Jilbabisasi

Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

25 Februari 2021
Agama

Mendidik Agama Tanpa Paksaan

24 Februari 2021
Gender

Gender dalam Islam dan Budaya

23 Februari 2021
Krisis Iklim

Krisis Iklim di Bumi, Mengapa Kita Harus Peduli?

23 Februari 2021
Nissa Sabyan

Jilbab dan Nissa Sabyan yang Menjadi Perdebatan

22 Februari 2021
No Result
View All Result
qiraah mubadalah shop

TERPOPULER

  • Nissa Sabyan

    Jilbab dan Nissa Sabyan yang Menjadi Perdebatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna “Al-Ummu Madrasah Ula” dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Semua Permasalahan Rumah Tangga Solusinya Poligami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SKB 3 Menteri dalam Perspektif KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri
  • Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?
  • Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama
  • Perempuan Garda Terdepan Pembangunan Desa
  • Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

Komentar Terbaru

    091994
    Views Today : 1484
    Server Time : 2021-02-25
    • Tentang
    • Redaksi
    • Kontributor
    Kontak kami:
    redaksi@mubadalah.id

    © 2020 MUBADALAH.ID

    No Result
    View All Result
    • Home
    • Aktual
    • Kolom
      • Keluarga
      • Personal
      • Publik
    • Khazanah
      • Hikmah
      • Hukum Syariat
      • Pernak-pernik
      • Sastra
    • Rujukan
      • Ayat Quran
      • Hadits
      • Metodologi
      • Mubapedia
    • Tokoh
    • Login
    • Sign Up

    © 2020 MUBADALAH.ID

    Selamat Datang!

    Login to your account below

    Forgotten Password? Sign Up

    Create New Account!

    Fill the forms bellow to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In

    Add New Playlist