Mubadalah.id – Siapa sih yang tidak merasa terganggu dengan pikiran yang bersarang di kepala. Saat tubuh lelah setelah beraktivitas dari bangun tidur sampai ingin tidur lagi, bukannya istirahat menenangkan otak, justru terhambat dengan serumit pikiran yang meracuni kepala untuk tetap memikirkannya. Entah itu disebabkan oleh persoalan yang sedang dialami ataupun perihal kehidupan di masa depan yang belum terlewati.
Kondisi ini sering terjadi pada mereka yang terserang gangguan mental health. Entah itu dari banyak ungkapan dan cibiran yang mematahkan moodnya ataupun rasa kecemburuan terhadap pencapaian orang lain sehingga muncul insecure dalam diri seseorang.
Kebanyakan dari mereka merupakan aktivis pelajar, pekerja ataupun mereka yang kurang teredukasi terkait mental health. Meskipun tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak memiliki kesibukan berlebih bisa saja mengalami kondisi ini.
Insecure yang dialami sering kali jadi bibit penghambat dalam beraktivitas, karena sangat mengganggu kefokusan seseorang dalam menyelesaikan tugas kesehariannya. Bahkan, seseorang bisa menjadi tidak produktif lagi seperti biasanya karena kian terganggu dengan toxic pikirannya sendiri. Dengan itu penyembuhan diri memang sangat diperlukan untuk menangani masalah ini.
Dalam sebuah akun youtube satu persen yang pernah membahas ini saya terfokus pada kutipan self-healing yang disampaikannya. Dalam proses penyembuhan diri atau self–healing, seseorang bisa melakukannya secara mandiri. Misalnya ada seseorang yang mengalami gangguan mental health yang kemudian memunculkan rasa insecure lalu setelahnya menumbuhkan rasa benci pada diri sendiri, itu bisa dilakukan dengan konsep self-acceptance pada self-healing.
Menurut salah satu akun youtube satu persen, self-acceptance adalah bentuk penerimaan diri secara utuh terlepas dari kelebihan dan kekurangannya juga. Upaya untuk menilai diri sendiri secara objektif ketika seseorang sedang merasa dirinya adalah suatu hal negatif baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain, memiliki luka batin yang pernah dialami, ataupun luka secara psikologis.
Setiap individu memiliki sisi buruk pun sisi baiknya juga, kan? Tentunya hal yang buruk bisa saja berubah menjadi lebih baik dari yang sekarang. Langkah awal dalam proses ini bisa dilakukan dengan upaya menerima rasa sakit itu sendiri. Menerima bahwa diri sedang terluka karena suatu peristiwa ataupun karena seseorang.
Kebanyakan orang ketika sedang mengalami gangguan mental health cenderung untuk melakukan perlawanan sampai lupa bahwa rasa menerima itu juga sangat penting. Misalnya, ketika ada seseorang yang sedang merasa sedih, kecewa, hati yang terluka sehingga dia ingin menangis karena keadaan ataupun hal tersebut. Hal utama yang harus dilakukan semestinya adalah menangis. Tidak berpura-pura untuk kuat, sehingga menahannya untuk tidak dilupakan.
Cobalah mengikuti alurnya, menangislah sesuai keinginan, dan mencoba untuk menerima keadaan tersebut pelan-pelan. Setelah itu, mulailah untuk menilai diri sendiri secara objektif tidak untuk menghakimi diri dengan buruk.
Sadari bahwa dalam diri punya sisi negatif dan juga punya sisi positifnya. Jangan mencoba melawan kondisi mental yang sedang dialami karena kesadaran diri akan batasan yang dimiliki setiap individu senantiasa harus selalu ada. Ini juga berkaitan dengan konsep self-distance pada self-healing
Self-distance sendiri yaitu penjagaan jarak pada diri sendiri, maksudnya meredam kritik dari dalam diri sendiri. Kamu! Iyah, kamu! teruntuk kamu yang seringkali menghakimi diri sendiri dengan konotasi negatifnya. Kritik adalah sesuatu hal yang baik jika bersifat membangun, tapi jika mengkritik diri hanya untuk melabeli dengan keburukan tentu kamu sendiri yang menjadi toxic –nya.
Kerapkali ucapan-ucapan sederhana seperti halnya; “Aku lemah”, “Aku payah”, “Bodoh ya aku”, “Siapalah aku”, dan masih banyak sekali ucapan-ucapan yang bisa menjadi toxic negatif bagi diri sendiri.
Padahal toxic negatif ini bisa diubah menjadi positif. Contohnya, ketika seseorang mengatakan dirinya lemah, cobalah akui “Ya, aku memang lemah tapi aku juga bisa berubah dari yang lemah itu menjadi kuat”. So, sederhana tapi ini bisa menjadi energi positif untuk menjaga mental-health.
Pemeliharaan mental-health adalah hal yang sepatutnya menjadi prioritas setiap orang, karena kehidupan yang masih terus berjalan ini akan selalu menjumpai problematika yang beragam. Seseorang harus mampu untuk melakukan penjagaan diri, bukan hanya secara fisik saja tetapi harus secara mental juga.
Perlu diingat, musuh psikologis diri bukan hanya dari peristiwa ataupun orang lain saja tetapi diri sendirilah yang biasanya enggan sembuh dari gangguan mental health tersebut.
Perjalanan menjadi manusia yang memanusiakan diri bukan hanya dari tubuh yang sehat saja, tetapi juga dari pikiran yang sehat. Kenali diri sendiri, pahami kesehatan mental pribadi, dan menjadi jati diri yang berdamai. Memelihara kesehatan mental merupakan tugas kehidupan yang terus berkelanjutan bagi setiap manusia yang berupaya memanusiakan diri sendiri. []