• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ketika Kiai Sahal Menganggap Penting Pendidikan bagi Istri (Part 2)

Dukungan Kiai Sahal bagi pendidikan perempuan ini, tentu saja bukan yang pertama kali beliau lakukan. Jauh sebelumnya, kita dapat melihat bagaimana dukungan Kiai Sahal untuk sang istri, saat awal mula memasuki biduk rumah tangga

Tutik Nurul Jannah Tutik Nurul Jannah
28/10/2021
in Keluarga
0
Kiai Sahal

Kiai Sahal

194
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada tulisan sebelumnya, dituliskan tentang dukungan Kiai Sahal terhadap istri beliau Nyai Nafisah Sahal. Pengalaman berharga ini, saya dapatkan di tahun-tahun awal berumahtangga. Saat itu, saya adalah ibu dua anak yang masih berusia dini. Ketika anak kedua saya hampir berusia dua tahun, Kiai Sahal bertanya mengenai rencana saya melanjutkan pendidikan S2. Terus terang saya terkejut mendengar pertanyaan beliau saat itu. Bukannya saya tak ingin melanjutkan pendidikan S2, karena suami pun sudah lama mendorong untuk itu. Namun, terus terang, ada rasa gamang dalam hati saya. Bagaimana nanti dengan dua anak saya yang masih berusia di bawah enam tahun serta berbagai kekhawatiran lainnya.

Namun sungguh takjub hati saya, saat Kiai Sahal dawuh, “Rozin tambah-tambah pengalamane, ilmune. Mosok awakmu ora tambah-tambah. Awakmu kudu sekolah maneh ben iso ngimbangi.” Saat itu tentu saya tidak menyangka beliau memiliki cara berfikir sedemikian rupa. Betapa saat itu saya menyadari keluasan cara pandang Kiai Sahal. Beliau memaknai relasi suami-istri bukan semata mengenai bagaimana mendidik anak dan masak-memasak. Namun juga bagaimana seharusnya ada usaha untuk bisa saling memahami dunia satu sama lainnya.

Dan demikianlah, akhirnya atas dukungan keluarga, saya mantapkan hati untuk melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Diponegoro Semarang. Setiap jumat saya berangkat dari pati menuju semarang. Dan pulang kembali pada sabtu malam atau ahad sore. aktifitas tsb berlaku hingga dua tahun sampai saya lulus S2 dua tahun kemudian. Saat itu saya memulai kuliah pada tahun 2009, dan wisuda pada tahun 2011.

Selama itu, beliau selalu memberikan supportnya agar saya memantapkan hati dan meluruskan niat dalam mencari ilmu. Bahkan saat usai ujian tesis, beliau berkenan melihat naskah tesis saya dan memberikan apresiasi.

Sikap Kiai Sahal ini tentu saja merupakan pelajaran yang sungguh berharga bagi saya. Bagaimana beliau memaknai hakekat mencari ilmu. Bagaimana beliau memandang pentingnya pendidikan utk perempuan dan bagaimana beliau memaknai relasi suami istri serta bagaimana beliau mengapresiasi usaha saya utk menyelesaikan pendidikan tepat waktu diantara aktifitas keluarga.

Baca Juga:

Surat yang Kukirim pada Malam

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Dukungan Kiai Sahal bagi pendidikan perempuan ini, tentu saja bukan yang pertama kali beliau lakukan. Jauh sebelumnya, kita dapat melihat bagaimana dukungan Kiai Sahal untuk sang istri, saat awal mula memasuki biduk rumah tangga.

Saat menikah, Nyai Nafisah Sahal adalah mahasiswi tingkat dua (saat itu belum ada sistem semesteran) IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Meski keduanya bersepakat untuk menetap di Kajen pasca menikah, namun pada kenyataannya, Kiai Sahal tidak memaksa istrinya meninggalkan bangku kuliah begitu akad nikah terjadi. Justru sebaliknya, Kiai Sahal memberikan ruang bagi sang istri untuk tetap tinggal di jogja, melanjutkan kuliah hingga rampung dua tahun berikutnya.

Tentu bukan pilihan mudah bagi pasangan muda ini untuk melakoni kehidupan LDR (long distance relationship) dalam jangka waktu cukup lama. Terlebih, LDR itu terjadi bukan lantaran sang suami yang sedang menyelesaikan pendidikan tingginya. Tetapi justru sang istrilah yang sedang menyelesaikan kuliahnya. Dalam banyak kasus, dalam kedudukan suami yang tak menempuh bangku kuliah, tentu tak akan merelakan istrinya untuk menyelesaikan pendidikan tingginya pasca akad nikah.

Dapat dibayangkan, bagaimana Kiai Sahal sudah memiliki pemikiran terdepan dalam mendukung perempuan untuk berpendidikan tinggi, bahkan pada saat banyak anak-anak perempuan lainnya tidak berkesempatan menyelesaikan pendidikan dasarnya. Wallahu A’lam. Kagem Kiai Sahal Mahfudh dan orang-orang tercinta yang telah mendahului kita, AlFatihah. []

Tags: keluargaKesalinganKH. Sahal MahfudzNyai Nafisah Sahal
Tutik Nurul Jannah

Tutik Nurul Jannah

Terkait Posts

Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Film Rahasia Rasa

    Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID