• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Poligami, dan Sekian Perdebatan yang Menyertai

Hal konkrit yang menunjukan bahwa perempuan tidak mau dipoligami yakni mereka tidak menginginkan suami melalaikan dirinya, dan melalaikan anak-anaknya

Rifqi Aunurrofi Al Gifari Rifqi Aunurrofi Al Gifari
05/11/2021
in Personal
0
kerancuan dalam memaknai ayat poligami

Poligami

588
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Poligami menjadi babak kisah yang mengundang perdebatan dan cenderung menganaktirikan perempuan. Poligami sendiri biasa kita pahami sebagai sistem perkawinan yang membolehkan seorang suami mempunyai istri lebih dari satu orang. Bicara poligami tentu saja sensitif, karena jika kita mencanangkan untuk melakukannya nanti disebut melanggengkan budaya patriarkis. Jika kita melarang ujung-ujungnya dicap sebagai orang yang melawan terhadap Tuhan karena tidak mengindahkan teks-teks suci-Nya.

Dalam menyikapi poligami ada tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama yaitu yang membolehkan poligami secara longgar dan hanya terfokus di ayat tanpa melihat konteks dan ayat-ayat yang lainnya. Kelompok yang kedua yakni yang membolehkan melakukannya tetapi dengan syarat tertentu, salah satunya keadilan karena hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk dicapai oleh manusia.

Kelompok yang terakhir yakni yang menolak poligami secara tegas dan keras. Dari ketiga kelompok tersebut pasti mempunyai landasannya masing-masing, kita sebagai muslim sangat perlu untuk mengkaji dan menelaah ayat-ayat poligami, karena Islam sebagai agama sifatnya inklusif yakni terbuka dan menyediakan ruang-ruang interpretasi.

Ibnu Arabi pun dalam bukunya Kiai Husein Muhammad yang berjudul “Poligami: Sebuah Kajian Kritis Kontemporer Seorang Kyai” seolah mengafirmasi untuk melakukan interpretasi kritis terhadap ayat-ayat Al-Quran. Menurut Buya Husein, tidak ada satu pun teks di dunia ini yang tidak ditafsirkan. Karena Al-Quran bukan hanya dogma semata yang memerintah manusia untuk menaatinya tanpa melakukan pengkajian ulang, dan sifat Islam sendiri yakni memerintahkan kita untuk senantiasa kreatif, inovatif, bahkan menciptakan dan mengembangkan hal-hal baru yang sesuai dengan ajaran Islam senidiri.

Dari berbagai pandangan mengenai poligami yang membuat lucu adalah rujukannya yang sama yakni Q.S. An-Nisa ayat 2-3, mengenai ayat tersebut, dalam buku poligami karya Kiai Husein Muhammad, Muhammad Sahrur mengatakan bahwa perempuan yang  dimaksud dalam ayat tersebut adalah janda-janda yang mempunyai anak yatim, pandangan Muhammad Sahrur mengenai perempuan pun asing karena berbeda dengan mufassir yang lainnya.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Tetapi meskipun dianggap asing beliau tetap menginterpretasikan sesuai logika. Tentu saja dengan landasan yang kuat bahwasannya alur ayat ini dimaksudkan sebagai upaya advokasi terhadap anak-anak yatim dan janda-janda, karena dua kelompok ini merupakan sosok yang lemah.

Penafsir kontemporer lain seperti Maulana Umar Ahmad Ustmani dan Fazlur Rahman mengemukakan bahwa kebolehan beristri lebih dari satu hanya bisa dilakukan dengan para janda atau perempuan-perempuan yatim, dan bukan perempuan selain mereka.

Poligami sendiri merupakan perbuatan-perbuatan manusia sebelum Islam dan merupakan tradisi peradaban patriarkis. Pelaksanaan poligami pun bukan hanya dilakukan oleh orang arab saja, tetapi manusia di berbagai belahan dunia telah mengenal dan mempraktikkan poligami. Poligami dipraktikkan secara luas dikalangan masyarakat Yunani, Persia, dan Mesir kuno.

Di Jazirah Arab sendiri jauh sebelum Islam, masyarakatnya telah mempraktekkan poligami, malahan poligami yang tak terbatas. Sejumlah riwayat menceritakan bahwa rata-rata pemimpin suku ketika itu memiliki puluhan istri, bahkan tidak sedikit kepala suku mempunyai istri sampai ratusan seluruh dunia pun melakukannnya. Lebih kejam dari itu sebelum Islam datang kaum perempuan dianggap seperti halnya benda, dan sebagai alat untuk memuaskan nafsu saja.

Menurut saya, kita menolak poligami pun bukan berarti kita menolak ajaran Islam, karena suatu keniscayaan bahwa perempuan tidak menginginkan dipoligami.  Hal konkrit yang menunjukan bahwa perempuan tidak mau dipoligami yakni mereka tidak menginginkan suami melalaikan dirinya dan melalaikan anak-anaknya, karena beberapa kejadian bahwasannya laki-laki sudah berpoligami maka otomatis dia menomor duakan  istri yang pertama.

Interpretasi demikian mungkin masih banyak yang menganggap salah tafsir, asal ngomong, nyeleneh, dan sebagainya. Tapi jika kita telaah lebih jauh sebenarnya Al-Quran pun turun bukan untuk mengafirmasi adanya poligami tetapi sebuah larangan yang sifatnya gradual, yakni meminimalisasi poligami yang tadinya orang melakukan seenaknya, dan akhirnya hal itu bisa tereliminasi dalam kehidupan sehari-hari. Kita mengetahui juga Islam merupakan agama yang sangat sesuai dengan semua tempat dan mampu berakulturasi sehingga tidak terasa bahwa larangan-larangan yang ada dilakukan tidak secara radikal, provokatif, dan sebagainya.

Kita juga dapat melihat bahwasannya nabi melakukan poligami hanya sebagai sebuah strategi politik beliau sehingga mampu meninggikan derajat perempuan dan menambah kuantitas muslim pada waktu itu. Sebut saja Juwairiyah binti Al-Harist Ra.

Beliau adalah anak perempuan seorang tokoh Bani al-Musthaliq. Ayah dan sukunya dikenal sangat gigih membantu perjuangan kaum musyrik dalam perang Uhud. Begitu Juwairiyah menjadi istri nabi, kaum musyrik berbonding-bondong  masuk Islam dan para tawanan perang dibebaskan. Melihat seperti ini Aisyah Ra berkomentar: Saya tidak tahu ada seorang perempuan yang memberikan pengaruh besar pada masyarakatnya sebesar Juwairiyah.

Dari berbagai argumentasi di atas sangat ironi jika masih banyak orang yang mencanangkan poligami hanya dengan alasan sunnah dan mengikuti nabi. Apalagi dengan menyebutkan dalil Al-Quran tanpa memahaminya, atau bahkan menafsirkan Al-Quran hanya untuk sebuah kepentingan mereka belaka. Wallahu A’lamu Bhissowab. []

 

 

Tags: istriperempuanperkawinanpoligamisuami
Rifqi Aunurrofi Al Gifari

Rifqi Aunurrofi Al Gifari

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID