• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

‘Iddah Dalam Etika Mubadalah

Setidaknya, jikapun tidak menggunakan hukum fiqh, maka bisa dengan etika fiqh. Artinya, laki-laki juga secara moral bisa memiliki jeda dan tidak melakukan pendekatan kepada siapa pun, perempuan yang lain

Redaksi Redaksi
21/01/2023
in Hikmah, Pernak-pernik
0
'iddah

'iddah

785
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perceraian dalam Islam menetapkan bagi perempuan jeda waktu yang disebut ‘iddah, yaitu masa tunggu sekitar 3 bulan sebelum ia boleh menikah lagi dengan laki-laki lain.

Jeda ini dimaksudkan untuk memastikan apakah ada benih dari suami yang menceraikannya. Jika ada, maka ia harus menunggu sampai hamil selesai dan melahirkan anak sebelum bisa menikah lagi dengan laki-laki lain.

Jika tidak ada, jeda itu sekaligus berfungsi menjadi waktu untuk rekonsiliasi, barangkali masih bisa kembali kepada suami yang menceraikan jitu.

Dalam masa jeda ini, istri tidak boleh melakukan pendekatan-pendekatan dengan laki-laki lain. Begitu pun laki-laki lain, tidak boleh melakukan kontak-kontak yang menandakan ketertarikan pada sang istri. Hal ini agar jikapun ia kembali kepada suaminya, kesiapan psikologis dan proses-prosesnya akan lebih mudah.

Jika aturan ‘iddah ini tidak memiliki makna sama sekali kecuali ibadah belaka, maka tentu tidak bisa berlaku mubadalah.

Baca Juga:

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Berbagi dan Selfie: Mengkaji Etika Berbagi di Tengah Dunia Digital

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Begitu pun ketika ia hanya sekadar memastikan isi kandungan, juga tidak berlaku mubadalah. Sebab, pihak yang mengandung hanya perempuan.

Tetapi, jika ‘iddah juga kita maksudkan memberi waktu berpikir dan refleksi, sekaligus memberi kesempatan lebih utama dan lebih mudah agar pasangan bisa kembali, maka tentu saja berlaku mubadalah.

Setidaknya, jikapun tidak menggunakan hukum fiqh, maka bisa dengan etika fiqh. Artinya, laki-laki juga secara moral bisa memiliki jeda dan tidak melakukan pendekatan kepada siapa pun, perempuan yang lain.

Begitu pun perempuan lain tidak boleh melakukan pendekatan kepadanya, agar jika sang istri yang cerai ingin kembali, atau laki-laki itu sendiri yang ingin kembali, maka prosesnya akan lebih mudah.*

*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.

Tags: EtikaIddahMubadalah
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID