Sebanyak 34 Menteri dalam Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma’ruf Amin telah dilantik di Istana Negara 23 Oktober 2019. I Gusti Ayu Darmawati resmi dilantik sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dia politisi partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang direkomendasikan langsung oleh ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarno Putri.
Gusti Ayu ialah pemenang Pemilu Legislatif Tahun 2019 yang mendapatkan kursi terbanyak di Kabinet Indonesia Maju. Meski kurang berpengalaman di bidang pemberdayaan perempuan dan anak, Gusti Ayu yakin mampu melaksanakan tugas dengan baik. Gusti Ayu mempunyai pengalaman dalam bidang ekonomi dan pembangunan.
Sebelum dilantik menjadi Menteri PPPA, ia menjabat sebagai Ketua Bidang Manajemen Usaha di Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Kebetulan saat itu, suami Gusti Ayu, Gede Ngurah Puspayoga yang juga politisi PDIP, menjabat sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Tugas Menteri PPPA baru ini tidak ringan, mengingat sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak makin hari makin mengkhawatirkan. Perkosaan sering terjadi, bahkan korban dan pelakunya adalah anak-anak. Lalu pencabulan dan pelecehan seksual yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
Dalam catatan Komnas Perempuan, tercatat 1.098 perempuan mengalami kekerasan seksual setiap harinya. Kasus kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat korban.
Pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.
Tindakan ini termasuk siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual.
Sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin hingga menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Adapun dampak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual tersebut bisa berupa fisik maupun psikis. Fisik merupakan dampak yang terlihat pada bagian yang menjadi alat kekerasan yang dialami korban, seperti alat kelamin, luka memar.
Sementara dampak psikis banyak yang mengakibatkan korban depresi, tidak percaya diri, dan dikucilkan dari lingkungan sekitar. Beban psikis merupakan beban terberat yang dialami oleh korban kekerasan, yang memerlukan upaya-upaya penyembuhan dengan waktu yang lama.
Banyak juga kasus yang mengakibatkan korban kekerasan seksual menjadi anak putus sekolah. Sebab mayoritas lembaga pendidikan/sekolah tidak mau menerima siswa yang menjadi korban kekerasan.
Korban juga kerap dikucilkan masyarakat karena dianggap sebagai orang yang rendah dan berdosa. Korban juga biasaya akan sulit melakukan aktivitas ekonomi untuk membekali hidup, karena orang tidak mau menerimanya untuk melakukan pekerjaan. Tentu hal ini akan berdampak kepada keadaan ekonomi para korban.
Korban kekerasan seksual juga dapat mengalami masalah kesehatan. Dampak fisik yang dialami korban seperti pendarahan, luka memar, dan lain-lain yang bisa mengganggu kesehatan tubuh korban.
Banyak sekali dampak-dampak yang dialami oleh korban bahkan yang dialaminya seumur hidup. Dan yang akan terkena dampak dari kekerasan seksual tidak hanya korban, tetapi juga keluarga, komunitas, dan lingkungan sekitar.
Peristiwa ini tidak bisa dibiarkan tanpa solusi. Peraturan harus segera ditegakkan untuk benar-benar meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM).
Dalam pidato pertama Presiden Joko Widodo, 20 Oktober 2019 lalu, beliau menyampaikan pemerintahan jilid II mempunyai 5 (lima) program prioritas, dari lima program tersebut, prioritas utamanya adalah membangun SDM. SDM yang berkarakter, pekerja keras, dinamis, terampil, mengalami ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada pemerintahan sebelumnya, pemerintah tampak lebih fokus membangun infrastruktur dibandingkan dengan membangun moral dan karakter bangsa. Dengan program prioritas utama di atas harapannya pemerintah dapat menciptakan regulasi yang tepat.
Sebagai kementerian yang berwenang atas pembuatan, pengesahan, pengawasan perihal perempuan dan anak, besar harapan Kementerian PPPA dapat menciptakan kebijakan untuk segera menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.[]